Perkeretaapian merupakan backbone transportasi dan logistik, untuk itu Pemerintah berkomitmen untuk menjaga peran penting tersebut, meskipun dalam kondisi fiskal terbatas sehingga inovasi pembiayaan. Demikian disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada Seminar Seminar Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan di Jakarta, Rabu 20 September 2023. “Skema pembiayaan green financing cukup menjanjikan, namun penerapannya di Indonesia harus terukur agar memenuhi kriteria yang ada. Tema besar green dan keadilan secara simultan menimbulkan biaya tinggi secara ultimate yang harapannya membawa manfaat yang juga ultimate,” demikian ditambahkan oleh Pak BKS, panggilan akrab Menteri Perhubungan. Manfaat tersebut termasuk juga dampak pada produktifitas dan lapangan pekerjaan yang lebih luas dan berkeadilan antar generasi yang harapannya akan menapakkan peradaban baru.
Sebelumnya dalam sesi sambutan, Ikaputra, Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM selaku penyelenggara seminar menyampaikan bahwa kereta api memiliki kapasitas angkut yang besar, konsumsi bahan bakar yang paling sedikit serta emisi karbon yang terendah. Mengutip kajian dari Asian Development Bank (ADB), kereta api perkotaan mampu mengangkut 100 ribu orang per jam, jauh dibandingkan moda transportasi lainnya. “KA juga mengkonsumsi bahan bakar terendah, yaitu 0,002 liter per km/orang, jauh lebih kecil dibandingkan sepeda motor sebesar 0,04 liter per km/orang. Sumbangan emisi yang dihasilkan juga lebih rendah, yaitu hanya 1% dibandingkan total emisi, jauh di bawah moda transportasi darat lainnya yang mendominasi dengan porsi sebesar 89%. Hal ini menunjukkan bahwa KA merupakan moda transportasi yang bersifat ramah lingkungan dan berkelanjutan,” demikian disampaikan Ikaputra.
Seminar juga menghadirkan beberapa narasumber lain, yaitu Ir. Mohamad Risal Wasal, ATD., MM., IPM (Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan), Dr. Ir. Arif Wismadi, M.Sc (Tim Ahli Pustral UGM), Bapak Sahli (Executive Vice President of New Business and Strategic Project PT KAI, mewakili Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero)), Bapak Rustam Effendi (Analis Kebijakan Ahli Madya pada Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), mewakili Kepala BKF, Kementerian Keuangan).
Sesi 2 menampilkan beberapa pembicara yaitu Ervan Maksum, ST, M.Sc (Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas), Bapak Hermanto Dwiatmoko (Ketua Umum Masyarakat Perkeretaapian (MASKA) Indonesia), Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc.Sc., Ph.D (Guru Besar Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM, dan Staf Khusus untuk Urusan Ekonomi dan Investasi Transportasi kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia), serta Prof. Dr. Ir. Sutanto Soehodho, M.Eng (Guru Besar Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia). Sementara sesi 3 menampilkan pembicara Bapak Heri Siswanto (Direktur Operasi PT KAI Logistik Mewakili Direktur Utama PT KAI Logistik), Bapak Ari Narsa (Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan), Mr. Anderson Goh (Vice President Port Plus Business Division PSA Southeast Asia), serta Bapak Harry Sutanto (Wakil Ketua Umum DPP ALFI). Sesi diskusi dipandu oleh Prof Agus Taufik Mulyono, Guru Besar Teknik Sipil UGM.
Seminar menghasilkan beberapa kesimpulan penting yaitu untuk menarik investasi pada sektor perkeretaapian, terdapat angka angka penting keputusan investasi baik dari sisi finansial maupun kepentingan ekonomi. Untuk meningkatkan daya tarik investasi upaya kenaikan pendapatan dari tarif serta penurunan Biaya Operasi (BIOP) tidak mudah dilakukan, karena, jika dibandingkan angkutan darat sebagai pesaing, perkeretaapin memiliki beban beban yang lebih banyak, berupa pemeliharaan infrastruktur, tarif penggunaan (Track Access Charge – TAC), BBM, sampai beban pajak.
Sementara di sisi lain, KA adalah kontributor terbesar untuk transportasi hijau yang dapat menekan emisi karbon sampai 84% dibanding moda lain. Melihat pentingnya pengendalian emisi yang saat ini menjadi gerakan global, dan kesesuaian moda KA dengan agenda global, maka paradigma keputusan investasi harus bergeser dari sebelumnya mengutamakan aspek finansial, ekonomi baru aspek lingkungan, dalam paragdigma baru pengutamaan green diikuti dengan dampak sosial, baru kemudian kelayakan ekonomi dan finansial.
Dengan kepentingan yang lebih besar manfaatnya untuk lingkungan dan masyarakat, maka peran sumber daya publik yang dikendalikan oleh pemerintah. Pemerintah tentu berpihak pada green infrastruktur, namun saat kondisi fiskal terbatas, green financing menjadi salah satu peluang pendanaan. Meski demikian skema green financing/green bond yang ada sering membatasi negara berkembang untuk mengambil manfaat karena besarnya biaya transaksi dibandingkan carbon offet valuationnya.
Di Indonesia terdapat Sukuk Hijau sebagai salah satu skema pembiayaan, yang apabila dikembangkan lebih jauh bisa menjadi jawaban untuk modernisasi dan membuat sektor perkeretaapian menjadi ladang investasi menarik di Indonesia. Gerakan green ini tidak hanya membutuhkan perubahan paradigma dan mindset, tapi juga mensyaratkan kekuatan teknokratik, agar tidak hanya sebagai “greenwashing”, atau hanya claim atau sekedar simbol gerakan hijau yang tidak disertai tindakan dan target terukur.
Seminar diselenggarakan secara hybrid di Hotel Borobudur Jakarta, dihadiri oleh sekitar 150 orang secara offline dan 600 orang secara online. (DAK/HLT).