
Pembangunan infrastruktur transportasi merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pembangunan. Proyek-proyek seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara tidak hanya meningkatkan konektivitas antarwilayah, tetapi juga mengurangi biaya logistik serta mendorong sektor pariwisata. Kompleksitas proyek infrastruktur berskala besar menuntut pendekatan manajemen yang inovatif dan terintegrasi agar berjalan secara efektif dan efisien.
Hal tersebut disampaikan oleh Ir. Ikaputra, Ph.D., Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, dalam webinar bertajuk “Manajemen Proyek yang Modern dalam Pembangunan Infrastruktur Transportasi: Strategi untuk Keberhasilan Implementasi dan Keberlanjutan” pada Selasa, 25 Maret 2025.
Webinar yang berlangsung pukul 08.45–11.45 WIB ini menghadirkan para ahli di bidangnya, yaitu Weni Maulina (Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta), Ir. Wahyu Utomo, M.S., Ph.D. (Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Percepatan Infrastruktur dan Investasi), serta Dr. Adi Prasetyo, M.Eng. (PM), MPU, PMP, PRINCE2 (Presiden Prince2 Project Management Association Indonesia). Acara ini dipandu oleh Prof. Dr.-Techn. Ir. Danang Parikesit, M.Sc. (Eng.), IPU., APEC. Eng., QRGP, Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM sekaligus Tim Ahli Pustral UGM.
Dalam pemaparannya, Weni Maulina menjelaskan bahwa PT MRT Jakarta memiliki tiga mandat utama, yaitu pengembangan infrastruktur, operasi dan pemeliharaan, serta pengembangan bisnis dan Transit Oriented Development (TOD). MRT Jakarta hadir sebagai solusi atas permasalahan kemacetan, polusi udara, dan kerugian ekonomi akibat ketidakefisienan transportasi di ibu kota.
Pembangunan MRT Jakarta menghadapi berbagai tantangan, mulai dari perencanaan ruang bawah tanah yang kompleks, kondisi tanah lunak, perlindungan bangunan bersejarah, hingga manajemen lalu lintas selama konstruksi. Untuk mengatasi risiko tersebut, PT MRT Jakarta menerapkan pendekatan manajemen risiko yang terstruktur, mencakup identifikasi, analisis, respons, dan pemantauan risiko secara berkala. Selain itu, berbagai strategi mitigasi risiko juga diterapkan, seperti akuisisi lahan sejak dini, investigasi tanah yang mendalam, serta sistem kontrak berbasis paket kerja untuk memastikan proyek berjalan sesuai target. Di luar tantangan tersebut, MRT Jakarta memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan, termasuk peningkatan nilai properti, pengembangan hunian terjangkau, serta penciptaan lapangan kerja dalam skema TOD.
Sementara itu, Wahyu Utomo, Ph.D. membahas pengelolaan risiko dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di bidang infrastruktur. Ia menyoroti pendekatan PMI Risk Management, yang mencakup empat tahap utama: identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi risiko, serta kontrol dan pemantauan risiko. Risiko utama yang sering dihadapi dalam PSN meliputi pengadaan lahan, aspek finansial, regulasi, dampak lingkungan dan sosial, serta tantangan operasional dan konstruksi.
Untuk mengatasi risiko tersebut, pemerintah mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta memanfaatkan peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia dalam meningkatkan kelayakan kredit proyek. Wahyu juga menyoroti beberapa proyek PSN yang berhasil mengatasi tantangan risiko, seperti SPAM Umbulan, Tol Serang–Panimbang, dan Tol Balikpapan–Samarinda. Keberhasilan proyek-proyek ini dicapai melalui koordinasi lintas instansi, penerapan early warning system, serta penjaminan pendapatan minimum. Evaluasi keberhasilan proyek dilakukan secara berkala dengan mempertimbangkan ketepatan waktu, efisiensi anggaran, kualitas infrastruktur, serta dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat.
Sebagai pembicara ketiga, Dr. Adi Prasetyo membahas tantangan utama dalam manajemen proyek infrastruktur skala besar. Ia menyoroti konsep “The Iron Law of Megaprojects“, yang menjelaskan bahwa proyek-proyek besar cenderung mengalami keterlambatan serta pembengkakan biaya.
Menurut Adi, proyek infrastruktur yang sukses tidak hanya diukur dari pencapaian output fisik, tetapi juga dari manfaat jangka panjang yang dihasilkan. Dalam perencanaannya, pendekatan berbasis data dan analisis risiko mendalam menjadi kunci untuk menghindari bias perencanaan yang sering kali menyebabkan proyek gagal mencapai target.
Penelitian dari Prof. Bent Flyvbjerg mengidentifikasi sepuluh bias dalam perencanaan dan manajemen proyek, di antaranya bias optimisme (cenderung meremehkan risiko), bias representasi strategis (manipulasi informasi proyek), dan bias eskalasi komitmen (tetap melanjutkan proyek meskipun tidak menguntungkan). Oleh karena itu, webinar ini menekankan pentingnya penerapan strategi berbasis data, peningkatan transparansi, serta evaluasi menyeluruh untuk menjamin keberhasilan proyek infrastruktur transportasi.
Webinar ini dihadiri oleh 1.335 peserta yang bergabung melalui Zoom Meeting serta kanal YouTube Pustral UGM. Sebagai bentuk apresiasi, doorprize diberikan kepada tiga penanya terbaik, berupa buku “Kapita Selekta Pengembangan Pelabuhan di Indonesia”.
Melalui diskusi yang mendalam, webinar ini menegaskan bahwa manajemen proyek infrastruktur transportasi membutuhkan pendekatan yang terintegrasi, berbasis data, dan berorientasi pada keberlanjutan. Pengalaman dari MRT Jakarta dan Proyek Strategis Nasional menjadi pelajaran berharga dalam membangun infrastruktur transportasi yang lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan di masa depan. (Udin Ns)