Bank Dunia bekerja sama dengan International Transport Forum (ITF) dan Pustral UGM telah melakukan kajian untuk membantu Pemerintah Indonesia mengidentifikasi road map dekarbonisasi yang efektif dan efisien pada transportasi perkotaan di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk menyusun sebuah model yang dapat mengidentifikasi pengaruh setiap kebijakan dan mendorong investasi yang paling berdampak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari mobilitas penumpang perkotaan di Indonesia. Rentang waktu analisis dalam studi dan model ini adalah hingga tahun 2050.
Setelah melalui beberapa tahap kajian mulai dari pengumpulan data, analisis, pengembangan skenario, dan perancangan model dalam format berbasis excel yang umum digunakan, tim studi mengadakan Final Stakeholders Workshop yang diikuti oleh perwakilan dari berbagai instansi. Tujuannya adalah untuk mempresentasikan hasil temuan dan pembelajaran dari penelitian ini serta memperkenalkan Model yang telah dirancang serta manfaatnya bagi pembuat kebijakan terkait. Lokakarya ini juga memungkinkan institusi terkait untuk mencoba dan mengoperasikan alat bantu ini dengan bimbingan langsung dari tim studi. Hal ini akan meningkatkan kualitas proses transfer pengetahuan dan meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan beberapa skenario alternatif sesuai kebutuhan. Melalui lokakarya ini, tim studi juga berharap dapat menerima masukan akhir atau tanggapan penting dari para pemangku kepentingan untuk penyempurnaan studi ini.
Regional workshop diselenggarakan pada hari Kamis 11 Juli 2024 di Jakarta yang dihadiri oleh 75 peserta dari berbagai institusi baik Pemerintah Pusat dan Daerah, lnstitusi Akademis, NGO, Think Tank, Lembaga Donor dan Mitra Pembangunan serta organisasi terkait lainnya.
Lokakarya ini terdiri dari tiga sesi utama, yaitu Sesi 1 menjelaskan latar belakang penelitian, metodologi, asumsi, proses, dan beberapa hasil utama yang menarik untuk dibahas, Sesi 2 berupa diskusi panel dengan topik “Mobilitas Perkotaan Berkelanjutan” serta Sesi 3 penjelasan diikuti demonstrasi penggunaan model dan kesempatan bagi peserta untuk mengeksplorasi dan menggunakan alat bantu tersebut. Sesi ini akan diakhiri dengan penyampaian saran masukan dan diskusi penutup.
Lokakarya dibuka oleh Bapak Evan Maksum selaku Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas selaku keynote speaker. Beliau menyampaikan Arah Pengembangan Transportasi Perkotaan dalam Rancangan Teknokratik RPJMN 2025-2029. Disampaikan bahwa wilayah perkotaan metropolitan sebagai engine of growth menghadapi berbagai isu yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Data menunjukkan peningkatan 1% urbanisasi meningkatkan 1,4% PDB per kapita masih jauh dibandingkan China (3%) dan negara di Asia Timur-Pasifik (2,7%). Penyebabnya sistem angkutan massal perkotaan masih tertinggal (pangsa pasar angkutan umum masih <20%) dan penggunaan kendaraan pribadi terus meningkat (8% per tahun). Beberapa isu strategis transportasi perkotaan di Indonesia adalah konsumsi energi terus meningkat dengan dominasi penggunaan energi fosil (menggunakan scenario BAU konsumsi energi naik 4.6% atau naik 5 kali lipat jika tidak ada intervensi), emisi GRK sektor transportasi terbesar kedua (26%) setelah sektor energi, polusi udara PM2.5 tertinggi di Asia Tenggara. Arah kebijakan di RPJMN 2025-2045 menaargetkan penurunan emisi GRK 93.5% terhadap PDB di 2045, dan biaya logistik dari 14.9% (2022) menjadi 9% (2045) terhadap PDB. Dalam sektor transportasi telah dilakukan Major Project pada 6 Wilayah Metropolitan yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, Semarang dalam bentuk Sustainable Urban Mobility Plan, kelembagaan pengelola transportasi metropolitan, skema integrasi pendanaan, dan integrasi angkutan umum dan perumahan, khususnya MBR. Isu strategis yang muncul adalah belum ada kelembagaan transportasi metropolitan, belum ada rencana mobilitas perkotaan terpadu, keterbatasan fiskal daerah.
Lokakarya juga menampilkan Kepala Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan, yang diwakili oleh Kepala Pusat Kebijakan Lalu Lintas, Angkutan dan Transportasi Perkotaan Bapak Marwanto Heru Santoso selaku keynote speaker kedua. Beliau menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dalam UU No. 16/2016 untuk menyikapi perubahan iklim termasuk Perpres No. 98/2021. Pokok utama kebijakan tersebut adalah untuk menciptakan ekosistem carbon market dan carbon price dengan upaya pencapaian E-NDC (penurunan emisi 31,89% GRK dengan upaya sendiri dan 43,2% dengan bantuan internasional business as usual di tahun 2030). Implementasi aksi mitigasi sektor transportasi pada periode 2015-2022 adalah mencapai 3,9 juta ton CO2 belum cukup karena sektor transportasi merupakan pengguna energi terbesar kedua setelah sektor industri sehingga perlu kerja keras untuk memenuhi target nasional.
Beliau menyampaikan bahwa tantangan mobilitas perkotaan meliputi: ketergantungan pada kendaraan bermotor konvensional bersumber energi fosil, keterbatasan teknologi dan keuangan dalam mengembangkan transportasi ramah lingkungan, kesadaran masyarakat untuk menggunakan transportasi publik, belum adanya indikator kinerja sebagai tools untuk memonitoring kinerja transportasi perkotaan, serta dukungan aspek kelembagaan dan regulasi yang belum optimal. Kendaraan listrik menjadi program pemerintah yang juga harus dipenuhi kebutuhan infrastrukturnya, ada 3 aspek utama meliputi power system, charging infrastructure, dan sustainable battery production. Kemenhub sebagai aktor yang bertanggung jawab dalam sektor transportasi berkomitmen untuk upaya dekarbonisasi di semua sektor seperti pengembangan angkutan umum berbasis jalan, non-motorized transport berbasis baterai, pemanfaatan bahan bakar alternatif, pembangunan jalur kereta api termasuk MRT, LRT, dan sebagainya.
World Bank, diwakili oleh Kulwinder Singh Rao selaku Transport Coordinator for Indonesia and Timor Leste, menyampaikan bahwa Indonesia memiliki peran strategis dalam ekonomi global sehingga perlu bergerak untuk mewujudkan mobilitas yang berkelanjutan. Bank Dunia berkomitmen membantu Indonesia untuk maju dalam mobilitas perkotaan yang berkelanjutan. ITF dan Pustral UGM dengan dukungan Pemerintah Australia secara kolaboratif mengembangkan alat perumusan kebijakan untuk mendukung jalur dekarbonasi melalui cost-efficient, passenger transport, dan Indonesian urban areas. Model yang dikembangkan ITF digunakan sebagai strategic tool untuk decarbonization, dan kebutuhan investasi untuk merealisasikan tujuan mobilitas perkotaan yang berkelanjutan.
Sesi pertama disampaiklan oleh Yaroslav dari ITF dengan menampilkan Project Overview dan Methodology Project. ITF merupakan intergovernmental organisation bagian dari OECD yang merepresentasikan sektor transportasi. Tujuan dari INDSUM adalah mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam mengidentifikasi efisiensi biaya pada upaya dekarbonisasi sektor transportasi penumpang area perkotaan di Indonesia. Proses studi INDSUM meliputi data collection, scenario design, tailored model, dan diseminasi. Lingkup geografis studi ada 35 studi area yang dikelompokkan menjadi 5 kategori berdasarkan urban population. Lingkup studi mencakup 8 official metro area, 13 functional urban area (FUA), 14 kota dan kabupaten. Level diagregasi (perbedaan) yang digunakan dalam pengembangan studi mencakup 12 moda transport, 3 jenis bahan bakar, 5 indikator mobilitas, 4 indicator emisi dan 2 kebutuhan pembiyaan infrastruktur (capex dan opex). Tipe data yang digunakan ada 4 yaitu socio-economics, geographic, transport supply, transport demand. Formulasi pengukuran dampak dari upaya kebijakan yang mungkin menggunakan 7 kategori pengukuran kebijakan dan pengembangan teknologi yang dievaluasi dalam studi. Pengembangan model dengan 4 scenario: baseline, current policies, higher ambition, net-zero scenario.
Direktur Transportasi Bapenas Bapak Ikhwan Hakim membuka sesi 2 menyampaikan bahwa tantangan utama saat ini adalah governance (tatakelola) khususnya lintas provinsi yang juga mencakup perencanaan, kelembagaan, dan pembiayaan. Tantangan dan model pembiayaan terutama untuk di luar Jakarta akibat dari keterbatasan fiskal. Fokus RPJMN kedepan melanjutkan pengembangan tata kelola yang sudah ada saat ini dengan penajaman pada aspek regulasi dan skema pembiayaan supaya bisa dilakukan upscaling. Model ITF dapat digunakan secara langsung untuk policy exercise agar realistis untuk diterapkan.
Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan diwakili oleh Bapak Iman Sukandar menyampaikan bahwa Kemenhub memiliki program stimulan buy-the-service layanan angkutan umum untuk bisa diambil alih oleh pemda seperti di Banjarmasin. Modal utama dalam pengembangan transportasi publik kota-kota di Indonesia sudah ada namun kendala utama adalah kelembagaan dan kemampuan fiskal. WB telah mendanai MASTRAN Project utamanya pada kesiapan infrastruktur pendukung sehingga memenuhi kriteria peraturan dan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
Pembicara selanjutnya adalah Kepala Pusat Kebijakan Lalu Lintas, Angkutan dan Transportasi Perkotaan diwakilkan Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Transportasi Ibu Nunuj Nurdjanah. Beliau menyampaikan bahwa permasalahan utama dalam penyelenggaraan transportasi perkotaan adalah terkait dengan demand, leadership, pembiayaan, kelembagaan. Demand yang ada kecil sehingga tidak sebanding dengan emisi yang dihasilkan oleh modal angkutan massal. Shifting dari private ke public transport masih rendah kecuali yang berpenghasilan lebih tinggi dengan MRT. Misi utama adalah menarik demand dari pengguna transportasi pribadi ke transportasi massal. Beban fiscal tinggi perlu creative financing dan inovasi pelayanan oleh operator. Di daerah yang masih sangat menjadi tantangan terkait opex, apabila capex bisa melalui pinjaman dan sebagainya. Pembiyaan untuk lahan, aksesibilitas, konektivitas, dan integrasi antar moda membutuhkan kerjasama dan kolaborasi.
Asisten Deputi Infrastruktur Konektivitas Kemenkomarves diwakili oleh Bapak Hafil Gusni Santana Aji menyampaikan bahwa Kemenkomarves masih berfokus pada Jabodetabek untuk isu sustainability. Isu utama saat ini terkait polusi udara. Kemampuan investasi daerah perlu ditingkatkan. Upaya menekan polusi sektor transportasi, termasuk mempengaruhi perilaku masyarakat dengan memperluas jaringan layanan. Upaya kemenkomarves akan berfokus pada pengembangan network di Jabodetabek dan transport fleet. Pengalihan biaya subsidi untuk sustainable transport diperlukan untuk percepatan E-NDC.
Bappenas/Kemenhub/Marinvest dalam tanggapannya menyampaikan bahwa pembiayaan adalah isu yang sensitif, kewenangan harus sesuai dengan skema yang ditawarkan, termasuk/khususnya di daerah. Penerimaan pajak (PKB), 10% untuk transportasi, mestinya tidak hanya/didominasi untuk infrastruktur, tapi juga layanan publik transport. Perlu intervensi dari Kemendagri. Perlu penyamaan persepsi dan edukasi pemerintah daerah, untuk fokus berdasarkan dokumen perencanaan. Penyediaan data yang akurat oleh pemerintah daerah sangat penting sebagai modal dalam perencanaan untuk merepresentasikan hasil yang sebenarnya.
Senior Transport Specialist Bank Dunia, Ibu Nupur menyampaikan bahwa WB sudah lama berkomitmen, transportasi publik masih perlu didorong setelah Jabodetabek. Personal mode, share 21%, transit harus didorong dengan kombinasi non-motorized transportation dan walking melalui opsi menarik bagi masyarakat. Kombinasi upaya public transport, dan setiap cara sustainable transport, termasuk TDM selalu mendapat support dari WB. Carrot and stick diperlukan untuk pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan membutuhkan tiga kali lipat kebutuhan finansial pada tiap tahapan menuju pencapaian jangka panjang. Untuk itu, training untuk adopsi tools formulasi kebijakan dan meningkatkan ownership dan implementasi untuk pengambilan keputusan, data perlu di maintenance dan merupakan bagian dari proses buy-in dari tools.
Pada sesi 3, Bapak Arif Wismadi selaku team leader dari Pustral UGM menyampaikan bahwa permasalahan keterbatasan kapasitas lembaga dan kemampuan fiskal dalam penyelenggaraan transportasi perkotaan perlu menjadi fokus dalam melaksanakan implementasi perencanaan maupun kebijakan. Model strategis yang dikembangkan oleh ITF dapat menjadi alat untuk mengukur impact dari kebijakan yang diambil pemerintah (membantu mengukur intervensi stakeholders) untuk mencapai target nasional. World Bank sudah lama berkomitmen dan berkontribusi dalam pengembangan transportasi publik di Indonesia terutama concern terhadap dekarbonisasi dan mode share. Investasi di sektor transportasi sangat diperlukan terutama mengarah pada pencapaian jangka Panjang.
Sebagai penutup Bapak Ikhwan Hakim selaku Direktur Transportasi Bappenas menyampaikan bahwa dalam formulasi kebijakan sektor transportasi perkotaan banyak sekali aspek yang perlu menjadi fokus ke depannya terkait dengan infrastruktur, kelembagaan, pembiayaan, dan lain sebagainya. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, perlu upaya sistematis dalam mendeliver kebijakan di tingkat pusat ke tingkat daerah sehingga terbentuk integrasi dan pondasi yang kuat dalam pengembangan transportasi perkotaan. (DAK/SDD/HLT)