Pos oleh :

Admin

Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha untuk Infrastruktur Transportasi: Tantangan bagi Pertumbuhan Ekonomi dan Penyediaan Layanan bagi Masyarakat

Sektor konstruksi menyumbang sekitar 9,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun 2023, menjadikannya sektor terbesar kelima dalam kontribusi ekonomi Indonesia (BPS, 2024). Namun, di balik kontribusi tersebut, kebutuhan investasi di sektor infrastruktur sangat besar dan tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh anggaran negara. Di sinilah peran Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) menjadi krusial dalam menjembatani kesenjangan pendanaan tersebut. Demikian disampaikan oleh Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D, Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM) pada webinar Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha untuk Infrastruktur Transportasi: Tantangan bagi Pertumbuhan Ekonomi dan Penyediaan Layanan bagi Masyarakat. Webinar diselenggarakan Rabu, 23 April 2025 pukul 08.45 – 11.30 WIB sebagai kerjasama PT Hutama Karya (Persero) dengan Pustral UGM.

Webinar menghadirkan Budi Harta, Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) sebagai keynote speaker, serta para pembicara Reynaldi Hermansjah, Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero); Andry Setiawan, Managing Director of Investment Indonesia Investment Authority (INA); Eka Setya Adrianto, Direktur Keuangan PT Hutama Karya (Persero). Webinar juga menghadirkan Prof. Dr. Danang Parikesit, Tim Ahli Pustral UGM, serta Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM selaku moderator.

Selanjutnya Ikaputra menyampaikan bahwa KPBU hadir sebagai solusi untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan sektor swasta. Dalam skema ini, pembagian tanggung jawab dalam pendanaan, desain, konstruksi, hingga pemeliharaan infrastruktur dapat dilakukan secara lebih efisien dan berkelanjutan. Tentu saja, implementasinya tidak luput dari tantangan seperti pembebasan lahan, alokasi risiko, dan peningkatan kapasitas kelembagaan. Oleh karena itu, diskusi hari ini sangat penting untuk mengeksplorasi model inovatif, kerangka hukum, hingga skema pembiayaan yang dapat menjawab berbagai tantangan tersebut.

Reynaldi Hermansjah menyampaikan peran strategis PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dalam pendanaan dan pengembangan infrastruktur transportasi di Indonesia. PT SMI sebagai BUMN, memiliki peran strategis dalam membiayai dan mengembangkan infrastruktur di Indonesia, khususnya sektor transportasi, dengan menyediakan skema pembiayaan komersial, publik, dan jasa konsultasi. Sejak 2011 hingga Maret 2025, PT SMI telah mendampingi 30 proyek KPBU, termasuk jalan tol Trans Sumatera dan Trans Jawa, serta proyek transportasi perkotaan seperti LRT Palembang dan Jabodebek, dengan total nilai proyek mencapai sekitar Rp 125 triliun. Meskipun menghadapi tantangan seperti biaya operasional tinggi dan jaringan transportasi massal yang terbatas, PT SMI mengatasi hal ini dengan model pembiayaan inovatif dan mendorong partisipasi swasta, menekankan pentingnya dokumen prastudi kelayakan yang kredibel, alokasi risiko optimal, dan komitmen pemangku kepentingan dalam keberhasilan KPBU.

Andry Setiawan membahas pengelolaan dana investasi untuk mendorong partisipasi pihak internasional dalam pendanaan infrastruktur transportasi. Hingga saat ini, INA bersama mitra investor telah menyalurkan lebih dari Rp45 triliun ke berbagai BUMN untuk mendukung capital recycling guna membiayai proyek-proyek baru. Investasi ini meliputi sektor energi terbarukan (Rp7,3 triliun), infrastruktur digital (Rp12,1 triliun), kesehatan (total Rp3,6 triliun), jalan tol (Rp21,8 triliun), dan pelabuhan (Rp1,5 triliun). Melalui skema seperti IPO, investasi langsung, dan platform infrastruktur, INA turut memperkuat kepercayaan investor asing, seperti Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), dan bertindak sebagai mitra terpercaya serta manajer investasi yang menciptakan nilai melalui pengelolaan aset dan strukturisasi transaksi. Peran ini menunjukkan posisi unik INA dalam ekosistem investasi Indonesia, dengan reputasi profesional, independen, serta berorientasi pada pembentukan kerja sama jangka panjang antara sektor publik dan swasta.

Kemudian, Eka Setya Adrianto menyampaikan strategi pengelolaan pendanaan dan kerja sama pengembangan pada proyek infrastruktur transportasi di PT Hutama Karya (Persero). Infrastruktur mempunyai peran sebagai katalis pertumbuhan ekonomi dan penyedia layanan masyarakat, sejalan dengan RPJMN 2025–2029 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% dan pengurangan kemiskinan secara signifikan. PT Hutama Karya, yang telah bertransformasi dari perusahaan jasa konstruksi menjadi pengembang infrastruktur nasional, menjadi aktor kunci dalam pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Dengan panjang ±2.854 km dan nilai investasi sekitar Rp624 triliun, hingga Maret 2025 telah terbangun 1.064 km tol, termasuk 879 km ruas yang telah beroperasi. Meskipun layak secara ekonomi, JTTS masih belum layak secara finansial, sehingga memerlukan skema pendanaan campuran seperti Penyertaan Modal Negara (PMN), asset recycling, obligasi/sukuk, dan Pinjaman Bank/Non-Bank, serta model pengembalian investasi berbasis layanan (PBBL). Keberhasilan proyek ini tidak hanya memperkuat konektivitas wilayah Sumatera, tetapi juga menjadi contoh penting bagaimana infrastruktur dapat dioptimalkan melalui sinergi antara BUMN, kebijakan negara, dan inovasi pendanaan.

Webinar dihadiri oleh sekitar 3000 peserta yang hadir melalui link zoom dan youtube Pustral UGM dan PT Hutama Karya. Webinar memberikan 3 buah buku seri Kajian Kritis Pengembangan Jalan Tol di Indonesia kepada 3 penanya terbaik. (DAK)

Distribusi Logistik Dibatasi saat Libur Lebaran demi Keselamatan Pemudik

Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada, Ir. Joewono Soemardjito, ST, M.Si., mengatakan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang ini memang bertujuan menjaga keselamatan pemudik selama melakukan perjalanan. Namun begitu menurutnya pemerintah perlu meneliti lebih cermat dalam penerapan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang terkait dengan dampaknya bagi para pelaku usaha.

Foto : Freepik

Beruta selengkapnya: www.ugm.ac.id

Menyiapkan Transportasi Lebaran

Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc

Sebentar lagi kita akan menghadapi hajatan besar, yaitu momen lebaran 2025. Seperti tahun-tahun sebelumnya, salah satu kebutuhan penting dalam lebaran adalah penyediaan fasilitas transportasi, baik darat, laut, maupun udara. Tahun ini, perjalanan lebaran diperkirakan sebesar 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia, turun 24 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik sesuai prediksi Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan. Puncak arus mudik diperkirakan tanggal 26-28 Maret dan arus balik diperkirakan tanggal 6-7 April 2025.

Berbagai program Pemerintah melalui kementerian terkait telah disiapkan untuk mengantisipasi momen lebaran, yang secara umum berupa penyiapan sarana, prasarana dan manajemen. Penyiapan sarana berupa penambahan armada angkutan umum baik moda jalan/bus, laut/kapal, udara/pesawat, maupun kereta api. Penyiapan prasarana berupa kondisi jalan, lintasan kereta, bandara, pelabuhan, termasuk penyiapan kantong-kantor parkir, rest area dan sebagainya. Manajemen transportasi diantaranya melalui penetapan diskon tarif angkutan umum untuk masyarakat, angkutan mudik gratis, pembatasan angkutan barang, maupun program work from anywhere (WFA) yang diinisiasi bersama kementerian lain untuk mengurangi penumpukan pergerakan.

Pertanyaannya, apakah program-program yang disiapkan tersebut akan mampu menjadikan momen lebaran tahun ini dapat berjalan dengan selamat, aman, dan lancar sebagaimana yang diharapkan Pemerintah dan masyarakat? Belajar dari lebaran tahun-tahun sebelumnya, meskipun setidaknya ada 2 isu penting yang harus diantisipasi oleh pemerintah dan jajaran terkait. Pertama adalah kecelakaan, terutama jalan raya. Data Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengungkapkan bahwa secara nasional kecelakaan lalu lintas pada musim lebaran tahun 2024 adalah 1.835 dengan jumlah korban jiwa 281 orang dan luka berat 317 orang. Angka kecelakaan tersebut sesungguhnya sudah mengalami penurunan sekitar 15% dibandingkan tahun 2023. Hal ini tentu menggembirakan, walaupun harus terus dilakukan upaya agar tingkat kecelakaan dapat ditekan hingga seminimal mungkin. Yang perlu diwaspadai adalah kecelakaan pada ruas jalan tol yang terindikasi memiliki tingkat fatalitas tinggi sebagaimana yang terjadi pada Jalan Tol Jakarta – Cikampek tahun lalu.

Kedua adalah kemacetan, terutama pada simpul-simpul transportasi seperti pelabuhan penyeberangan. Tahun lalu, di Pelabuhan Merak terjadi kemacetan panjang karena tingginya arus kendaraan yang akan melakukan perjalanan dari Jawa ke Sumatera. Penulis sebagai salah satu pelaku mudik mengalami kemacetan hingga sekitar 20 jam dihitung dari masuk tol hingga naik kapal penyeberangan. Sumber dari PT ASDP menyebutkan permasalahan yang terjadi cukup rumit karena besarnya jumlah kendaraan yang akan lewat, yaitu sekitar 20.000 pada waktu yang sama, hampir menyamai kapasitas harian yang dimiliki sebesar sekitar 25.000 kendaraan. Selain itu, cuaca buruk juga mempengaruhi frekuensi perjalanan ferry sehingga volume yang dapat diangkut menurun.

Kedua isu tersebut memang memerlukan penanganan yang serius, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang. Berbagai program yang disiapkan pemerintah dalam masa lebaran sesungguhnya adalah program jangka pendek yang disiapkan untuk mengatasi permasalahan sesaat yang mungkin tidak mampu mengatasi akar permasalahan yang terjadi. Dalam jangka menengah dan panjang diperlukan upaya perubahan perilaku pengemudi agar tingkat kecelakaan dapat menurun. Hal ini diperlukan karena faktor pengemudi adalah faktor utama penyebab kecelakaan, sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Perhubungan tahun 2022, yaitu sebesar 28 persen.

Kemudian terkait kemacetan di simpul, memang perlu melihat apakah kapasitas layanan sarana dan prasarana yang disediakan sudah optimal atau belum. Karena kapasitas dermaga memiliki keterbatasan dari sisi kemampuan menampung kapal yang akan bersandar. Penambahan kapasitas dari sisi infrastruktur memerlukan kajian matang dengan memperhatikan tingkat kelayakan berdasar demand di masa mendatang. Pengaturan operasional adalah hal yang paling memungkinkan dalam jangka pendek dan menengah, dikombinasikan dengan program WFA sehingga volume puncak penumpang dapat diturunkan.

Harapannya memang, pergerakan pada masa lebaran dapat diantisipasi dengan berbagai program yang telah disiapkan, dengan tidak lupa menyiapkan mitigasi pada jangka menengah maupun panjang.

 

Foto: JawaPos

Artikel ini telah dimuat dalam Opini Jawa Pos, edisi Selasa, 25 Maret 2025

Belajar dari MRT Jakarta dan dan Proyek Strategis Nasional: Webinar Pustral UGM Bahas Strategi Modern dalam Manajemen Proyek Infrastruktur Transportasi

Pembangunan infrastruktur transportasi merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pembangunan. Proyek-proyek seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara tidak hanya meningkatkan konektivitas antarwilayah, tetapi juga mengurangi biaya logistik serta mendorong sektor pariwisata. Kompleksitas proyek infrastruktur berskala besar menuntut pendekatan manajemen yang inovatif dan terintegrasi agar berjalan secara efektif dan efisien.

Hal tersebut disampaikan oleh Ir. Ikaputra, Ph.D., Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, dalam webinar bertajuk “Manajemen Proyek yang Modern dalam Pembangunan Infrastruktur Transportasi: Strategi untuk Keberhasilan Implementasi dan Keberlanjutan” pada Selasa, 25 Maret 2025.

Webinar yang berlangsung pukul 08.45–11.45 WIB ini menghadirkan para ahli di bidangnya, yaitu Weni Maulina (Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta), Ir. Wahyu Utomo, M.S., Ph.D. (Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Percepatan Infrastruktur dan Investasi), serta Dr. Adi Prasetyo, M.Eng. (PM), MPU, PMP, PRINCE2 (Presiden Prince2 Project Management Association Indonesia). Acara ini dipandu oleh Prof. Dr.-Techn. Ir. Danang Parikesit, M.Sc. (Eng.), IPU., APEC. Eng., QRGP, Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM sekaligus Tim Ahli Pustral UGM.

Dalam pemaparannya, Weni Maulina menjelaskan bahwa PT MRT Jakarta memiliki tiga mandat utama, yaitu pengembangan infrastruktur, operasi dan pemeliharaan, serta pengembangan bisnis dan Transit Oriented Development (TOD). MRT Jakarta hadir sebagai solusi atas permasalahan kemacetan, polusi udara, dan kerugian ekonomi akibat ketidakefisienan transportasi di ibu kota.

Pembangunan MRT Jakarta menghadapi berbagai tantangan, mulai dari perencanaan ruang bawah tanah yang kompleks, kondisi tanah lunak, perlindungan bangunan bersejarah, hingga manajemen lalu lintas selama konstruksi. Untuk mengatasi risiko tersebut, PT MRT Jakarta menerapkan pendekatan manajemen risiko yang terstruktur, mencakup identifikasi, analisis, respons, dan pemantauan risiko secara berkala. Selain itu, berbagai strategi mitigasi risiko juga diterapkan, seperti akuisisi lahan sejak dini, investigasi tanah yang mendalam, serta sistem kontrak berbasis paket kerja untuk memastikan proyek berjalan sesuai target. Di luar tantangan tersebut, MRT Jakarta memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan, termasuk peningkatan nilai properti, pengembangan hunian terjangkau, serta penciptaan lapangan kerja dalam skema TOD.

Sementara itu, Wahyu Utomo, Ph.D. membahas pengelolaan risiko dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di bidang infrastruktur. Ia menyoroti pendekatan PMI Risk Management, yang mencakup empat tahap utama: identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi risiko, serta kontrol dan pemantauan risiko. Risiko utama yang sering dihadapi dalam PSN meliputi pengadaan lahan, aspek finansial, regulasi, dampak lingkungan dan sosial, serta tantangan operasional dan konstruksi.

Untuk mengatasi risiko tersebut, pemerintah mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta memanfaatkan peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia dalam meningkatkan kelayakan kredit proyek. Wahyu juga menyoroti beberapa proyek PSN yang berhasil mengatasi tantangan risiko, seperti SPAM Umbulan, Tol Serang–Panimbang, dan Tol Balikpapan–Samarinda. Keberhasilan proyek-proyek ini dicapai melalui koordinasi lintas instansi, penerapan early warning system, serta penjaminan pendapatan minimum. Evaluasi keberhasilan proyek dilakukan secara berkala dengan mempertimbangkan ketepatan waktu, efisiensi anggaran, kualitas infrastruktur, serta dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat.

Sebagai pembicara ketiga, Dr. Adi Prasetyo membahas tantangan utama dalam manajemen proyek infrastruktur skala besar. Ia menyoroti konsep “The Iron Law of Megaprojects“, yang menjelaskan bahwa proyek-proyek besar cenderung mengalami keterlambatan serta pembengkakan biaya.

Menurut Adi, proyek infrastruktur yang sukses tidak hanya diukur dari pencapaian output fisik, tetapi juga dari manfaat jangka panjang yang dihasilkan. Dalam perencanaannya, pendekatan berbasis data dan analisis risiko mendalam menjadi kunci untuk menghindari bias perencanaan yang sering kali menyebabkan proyek gagal mencapai target.

Penelitian dari Prof. Bent Flyvbjerg mengidentifikasi sepuluh bias dalam perencanaan dan manajemen proyek, di antaranya bias optimisme (cenderung meremehkan risiko), bias representasi strategis (manipulasi informasi proyek), dan bias eskalasi komitmen (tetap melanjutkan proyek meskipun tidak menguntungkan). Oleh karena itu, webinar ini menekankan pentingnya penerapan strategi berbasis data, peningkatan transparansi, serta evaluasi menyeluruh untuk menjamin keberhasilan proyek infrastruktur transportasi.

Webinar ini dihadiri oleh 1.335 peserta yang bergabung melalui Zoom Meeting serta kanal YouTube Pustral UGM. Sebagai bentuk apresiasi, doorprize diberikan kepada tiga penanya terbaik, berupa buku “Kapita Selekta Pengembangan Pelabuhan di Indonesia”.

Melalui diskusi yang mendalam, webinar ini menegaskan bahwa manajemen proyek infrastruktur transportasi membutuhkan pendekatan yang terintegrasi, berbasis data, dan berorientasi pada keberlanjutan. Pengalaman dari MRT Jakarta dan Proyek Strategis Nasional menjadi pelajaran berharga dalam membangun infrastruktur transportasi yang lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan di masa depan. (Udin Ns)

Antisipasi Kemacetan dan Kecelakan, Pemudik Diminta Tertib Berlalu Lintas

Pakar Transportasi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr.Dewanti memandang perlu persiapan dan antisipasi persoalan lalu lintas yang akan terjadi selama periode mudik lebaran.

Dalam pandangan Dewanti, jalan tol masih menjadi andalan bagi pemudik yang menggunakan mobil pribadi maupun bis antar kota antar provinsi (AKAP). Berbagai evaluasi rekayasa lalu lintas yang sudah diterapkan pemerintah selama ini dalam mengatur arus mudik tentunya menjadi pertimbangan dalam mengelola arus lalulintas mudik di jalan tol tahun 2025 ini. “Pemberlakuan jalan satu arah atau one way maupun contra flow hendaknya diberlakukan pada ruas jalan tol yang tidak terlalu panjang untuk mengurangi potensi kecelakaan yang timbul di jalan tol serta meminimalkan dampak kemacetan yang ditimbulkan di jalan non tol.”

Foto: Antara

Berita selengkapnya: www.ugm.ac.id

Karut Marut di Lempuyangan

Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc[1]

[1] Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM

Kereta api merupakan jenis sarana transportasi yang sedang naik daun. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penumpang kereta api di beberapa stasiun di DIY (Wates, Yogyakarta, Lempuyangan, Maguwo dan Yogyakarta International Airport) pada tahun 2023 secara total adalah sebesar 9.880.950 orang, yang terdiri dari 3.325.510 penumpang KRL/KRD dan 6.555.440 orang non KRL/KRD atau penumpang KA Jarak Jauh termasuk KA Bandara. Jumlah tersebut meningkat tajam dari penumpang tahun 2022 sebesar 6.805.370 orang atau terjadi peningkatan sekitar 45,2%.

Terlepas dari kondisi pasar yang sedang recovery setelah pandemi, profil tersebut menunjukkan bahwa moda KA telah menjadi salah satu pilihan utama dalam perjalanan baik dalam kota maupun antar kota di Jawa. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa para pelaku perjalanan cukup puas dengan layanan yang telah diberikan oleh moda kereta api.

Namun demikian, masih terdapat pekerjaan rumah yang cukup penting untuk diperhatikan, salah satunya pengaturan di stasiun, khususnya Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Stasiun ini adalah stasiun kedua terbesar setelah Stasiun Yogyakarta (lebih dikenal dengan Stasiun Tugu), dengan volume penumpang pada tahun 2023 sebesar 2.136.690 yang terdiri dari 800.600 penumpang KRL/KRD dan 1.336.090 penumpang non KRL/KRD.

Peruntukan stasiun ini sebagian besar adalah untuk stasiun penumpang kelas ekonomi, KRL/KRD dan angkutan barang. Hal ini menunjukkan bahwa Stasiun Lempuyangan adalah stasiun yang sangat penting untuk mendukung pergerakan penumpang dan barang di Yogyakarta dan sekitarnya. Meskipun demikian, pengalaman menggunakan kereta api dari Stasiun Lempuyangan memunculkan kesan adanya karut marut yang memerlukan penanganan serius.

Kebutuhan pengaturan di stasiun ini paling tidak mencakup 3 hal. Pertama, akses menuju stasiun. Saat ini akses menuju stasiun hanya ada satu baik untuk keberangkatan maupun kedatangan yang berada pada satu garis lurus. Hal ini menjadikan ruas tersebut rawan mengalami kemacetan pada saat-saat keberangkatan dan kedatangan kereta yang berdekatan. Hal ini diperparah dengan adanya perlintasan kereta api sebidang yang berada di salah satu pintu masuk dari arah barat/utara. Bagi para calon penumpang naik, hal ini tentu menjadi permasalahan ketika waktu keberangkatan sudah dekat sehingga berpotensi ketinggalan kereta.

Kedua, parkir yang kurang tertata. Ruas jalan yang tidak terlalu lebar di depan stasiun masih ditambah beban dengan parkir kendaraan roda 4 di sisi utara dan roda 2 di sisi selatan. Hal ini menambah kemacetan untuk menuju pintu masuk maupun pintu keluar yang mengurangi kenyamanan baik bagi para pelaku perjalanan, pengantar, maupun penjemput. Sisi pintu masuk keberangkatan yang berada pada posisi ujung ruas jalan juga menjadi permasalahan tersendiri bagi para penumpang yang akan berangkat terutama ketika waktu keberangkatan sudah hampir tiba.

Ketiga, banyaknya pelanggaran oleh pengendara roda dua yang melawan arah. Ruas jalan depan stasiun adalah jalan searah dari barat ke timur, namun seringkali ditemui banyak pengendara roda 2 yang melawan arus. Hal ini kerapkali dilakukan secara bersama-sama, sehingga menjadikan pihak yang benar seringkali sungkan atau takut untuk menegur.

Permasalahan-permasalahaan tersebut memperlihatkan adanya kompleksitas pengaturan yang memerlukan kerjasama dengan berbagai pihak. Hal ini dikarenakan sebagian masalah tersebut sesungguhnya tidak berada pada wilayah stasiun, namun pada kawasan sekitar stasiun yang bukan merupakan kewenangan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) sebagai pengelola. Pengaturan jalan akses dan parkir badan jalan menjadi kewenangan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, sementara penegakan hukum bagi para pelanggar lalulintas merupakan kewenangan Polri.

Tentu para pihak terkait bukan tidak mengetahui mengenai permasalahan tersebut, hanya saja tingkat kompleksitas masalah memang cukup rumit sehingga belum memberikan hasil yang optimal. Terobosan mungkin dapat dilakukan oleh PT KAI melalui manajemen aset yang dimiliki, misalnya perluasan lahan parkir maupun pemindahan angkutan barang ke stasiun di luar daerah. Selain mengoptimalkan angkutan penumpang, hal ini dapat memberi peluang penambahan akses menuju stasiun apabila dimungkinkan. Tentu semua terpulang kepada para stakeholders yang terkait untuk memberikan layanan yang terbaik bagi pengguna.

Artikel ini telah tayang di Opini Kedaulatan Rakyat, 23 Desember 2024

Sumber gambar: radarjogja

Pita Penggaduh di Jalan Raya: Berkah atau Musibah?

Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc[1]

[1] Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM

Beberapa waktu yang lalu di media sosial beredar video dua motor yang bertabrakan pada dini hari. Keterangan video tersebut menyebutkan bahwa terdapat korban yang meninggal dunia pada kecelakaan tersebut. Beberapa waktu kemudian juga beredar video seseorang yang tengah tergeletak di jalan, sepertinya kejadian pada sore hari ketika lalulintas tengah ramai. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai korban pada kejadian tersebut.

Yang menarik perhatian adalah, kedua kejadian tersebut terjadi pada lokasi yang sama, yaitu Jalan Kaliurang, tepatnya samping Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada. Penyebab kecelakaan diperkirakan juga sama, yaitu menghindari polisi tidur kecil-kecil yang berjejer selang-seling pada separuh badan jalan di sepanjang ruas jalan tersebut. Kejadian tersebut wajar menimbulkan pertanyaan, sudah tepatkan pemasangan alat pengatur lalulintas semacam itu?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu harus didefinisikan apa jenis alat pengatur lalulintas yang dimaksud. Apabila mencermati Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan yang diperbaharui melalui PM 14/2021, alat pengatur tersebut adalah pita penggaduh yang bernama rumble strip yang merupakan bagian dari alat pengaman pengguna jalan.

Pita penggaduh sebagaimana disebutkan pada Pasal 33 PM 82/2018 memiliki beberapa fungsi, yaitu mengurangi kecepatan kendaraan, mengingatkan pengemudi tentang objek di depan yang harus diwaspadai, melindungi penyeberang jalan, dan mengingatkan pengemudi akan lokasi rawan kecelakaan. Memperhatikan fungsi tersebut, tentu keseluruhannya bertujuan untuk meningkatkan keselamatan baik pengendara maupun para pengguna jalan lainnya. Lalu mengapa fungsi yang ideal tersebut justru menimbulkan ekses negatif yang tidak diharapkan?

Beberapa hal dapat diperkirakan sebagai penyebab. Pertama, desain dari pita penggaduh tidak sesuai dengan ketentuan. Dalam peraturan menteri telah diatur dengan jelas bagaimana desain untuk pemasangan pita penggaduh, baik dari bahan, dimensi dan sebagainya. Aturan tersebut tentu sudah didasarkan pada kajian, sehingga dapat berfungsi dengan baik tanpa harus menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan.

Dalam penerapannya, desain tersebut tidak selamanya diikuti, misalnya dalam bentuk ketinggian, panjang, maupun bahan yang digunakan. Penyimpangan tersebut dapat berimplikasi pada terjadinya dampak yang tidak diinginkan, misalnya kecelakaan maupun kerusakan pada kendaraan. Pada beberapa kasus, desain yang tidak sesuai standar juga dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan pengemudi, misalnya terjadinya kerusahan syaraf tulang belakang karena goncangan.

Penyebab kedua, perilaku pengemudi yang tidak sesuai dengan ketentuan. Tujuan pemasangan pita penggaduh salah satunya adalah untuk menurunkan kecepatan pengemudi. Masalahnya, tidak semua pengemudi memahami atau memahami namun tidak mau melaksanakan tujuan tersebut. Akibatnya, pengemudi tetap menjalankan kendaraan pada kecepatan normal dengan cara menghindari pita penggaduh apabila dimungkinkan.

Pada kasus yang disebutkan pada awal tulisan, terjadinya kecelakaan disebabkan oleh kombinasi kedua hal tersebut. Desain pita penggaduh dibuat hanya pada separuh badan jalan secara berselang-seling, sehingga menyebabkan pengendara cenderung untuk bermanuver menghindar pada sisi jalan lainnya. Hal ini seringkali tidak hanya dilakukan oleh kendaraan roda dua, namun juga kendaraan roda empat, walaupun hanya sebagian roda yang dapat menikmati kondisi tanpa goncangan. Dapat dibayangkan apabila hal tersebut dilakukan bersamaan oleh kendaraan yang datang dari kedua arah, terjadinya kecelakaan hampir pasti akan terjadi, apalagi apabila kendaraan tersebut melaju dengan kecepatan tinggi.

Apa yang harus dilakukan agar kejadian tersebut tidak berulang kembali, tentu kembali ke penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Pada jangka pendek, harus dilakukan pemeriksaan desain pita penggaduh agar sesuai dengan standar, misalnya yang dipasang pada Jalan Kaliurang juga Jalan Ngampilan yang terindikasi kurang memenuhi standar. Yang kedua, yang memerlukan penanganan jangka panjang adalah perubahan perilaku pengemudi. Perlu dicamkan bahwa pita penggaduh tujuannya untuk alat pengaman dan meningkatkan keselamatan pelaku perjalanan, bukan untuk dihindari dan diakali keberadaannya.

Artikel ini telah tayang di Opini Kedaulatan Rakyat, 17 Maret 2025

Sumber gambar: rri.co.id

Biaya Logistik Nasional Masih Tinggi, Pemerintah Diminta Perbaiki Infrastruktur Pelabuhan dan Maksimalkan Muatan Kapal

Joewono Soemardjito, peneliti dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, menyatakan bahwa tingginya biaya logistik di Indonesia merupakan konsekuensi dari kondisi geografis negara yang terdiri dari lebih dari 17.500 pulau, sehingga distribusi barang dan komoditas harus mengandalkan transportasi antarpulau. Untuk menekan biaya logistik dari aspek transportasi, beberapa langkah dapat dilakukan, seperti mengkonsolidasikan muatan di daerah produksi guna meningkatkan volume pengiriman sehingga tarif angkutan barang bisa ditekan. Selain itu, peningkatan infrastruktur pelabuhan dengan menambah fasilitas tertentu juga dapat mempercepat proses bongkar muat barang, baik dari maupun ke kapal.

Foto: pelindo.co.id

Berita selengkapnya: www.ugm.ac.id 

Pustral UGM Sambut Baik Diskon Tiket Pesawat dan Tarif Tol saat Mudik Lebaran

Lonjakan kenaikan arus mudik merupakan masalah yang tak bisa dihindari setiap memasuki musim libur panjang dan hari raya. Terlebih saat menjelang lebaran, kepadatan yang merayap di jalanan menjadi pemandangan yang lazim bagi para pemudik. Pemerintah kembali melanjutkan Paket Ekonomi Stimulus untuk Ramadhan-Lebaran 2025, yang sebelumnya sudah berjalan pada Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 lalu.

Dr. Ir. Dewanti, M.S. dari Pustral UGM mendukung kebijakan stimulus ekonomi pemerintah karena dapat meringankan beban masyarakat. Ia menilai kebijakan ini mampu meningkatkan mobilitas dengan membuat transportasi lebih terjangkau, yang berdampak positif pada ekonomi dan sektor terkait. Ia juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, operator transportasi, dan masyarakat agar manfaatnya optimal.

Foto: ayosemarang.com

Berita selengkapnya: www.ugm.ac.id 

Seminar dan Bedah Buku “Membangun Pelabuhan untuk Menuju Indonesia Emas 2045”

Salah satu tema dan sasaran pembangunan wilayah dan sarana prasarana pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2024-2029 adalah penguatan sarana prasarana dan konektivitas antar wilayah. Transportasi laut dan pelabuhan memiliki peranan yang sangat krusial dalam perekonomian global dan nasional. Dengan lebih dari 80% perdagangan dunia dilakukan melalui jalur laut, sektor ini menjadi tulang punggung bagi banyak negara, terutama bagi negara maritim seperti Indonesia.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi untuk menjadi Poros Maritim Dunia. Hal ini menjadikan industri maritim sebagai backbone logistik domestik sehingga integrated connectivity ecosystem menjadi hal yang sangat penting baik dari sisi konektivitas laut, darat, maupun udara. Ekosistem maritim bukan hanya sekadar kumpulan perusahaan yang beroperasi di laut dan pelabuhan, tetapi juga merupakan jaringan yang dinamis dari berbagai pelaku usaha—mulai dari operator pelabuhan, perusahaan logistik, hingga industri perkapalan. Setiap elemen di dalam ekosistem ini saling terkait dan berperan penting dalam menciptakan sinergi yang mendorong pertumbuhan ekonomi maritim yang berkelanjutan.

Knowledge sharing menjadi salah satu key enabler penting dalam meningkatkan efisiensi, mendorong inovasi, serta kolaborasi lintas pelaku usaha. Melalui pertukaran pengalaman, inovasi teknologi, dan best practice, setiap pelaku usaha dapat meningkatkan daya saingnya, sekaligus memperkokoh fondasi ekosistem maritim secara keseluruhan. Penyusunan buku merupakan salah satu bentuk knowledge sharing untuk meningkatkan ekosistem kemaritiman. Dalam konteks tersebut, penyusunan Buku Seri Kapita Selekta Pengembangan Pelabuhan di Indonesia yag diinisasi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo dengan Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM mencerminkan keseriusan BUMN untuk mengembangan sumber daya kepelabuhanan bukan hanya bagi pelaku, namun juga regulator, akademisi maupun masyarakat secara luas.

Untuk memperluas gaung knowledge sharing tersebut, Pelindo bekerjasama dengan Pustral UGM mengadakan seminar dengan tema besar “Membangun Pelabuhan Menuju Indonesia Emas 2045”. Topik seminar mencakup 3 aspek besar, sebagaimana isi dari buku seri Kapita Selekta Pengembangan Pelabuhan di Indonesia, yaitu Perspektif kebijakan pengembangan Pelabuhan di Indonesia (Indonesia port development policy perspectives), Pengelolaan pelabuhan berkelanjutan (Sustainable port management), dan Aspek teknis dalam pengembangan pelabuhan (Technical aspects of port development).

Seminar dilaksanakan Senin 24 Februari 2025 bertempat di Gedung Magister Manajemen (MM) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dibuka oleh Prof. Supriyadi, M.Sc., Ph.D., CMA., CA., Ak selaku Wakil Rektor UGM Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan. Seminar menghadirkan Bapak Arif Suhartono Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) sebagai keynote spaker dengan tema Transformasi Pelindo Pasca Penggabungan. Penggabungan 4 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Layanan Pelabuhan pada 1 Oktober 2021, menghasilkan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) sebagai satu-satunya BUMN di Indonesia untuk bisnis layanan pelabuhan. Wilayah layanan Pelindo mencakup seluruh negeri, dari wilayah timur hingga barat Indonesia.

“Pelabuhan memiliki peran kritikal dalam konektivitas maritim karena 90% nilai ekspor impor indonesia melalui transportasi laut. Terkait dengan upaya penurunan biaya logistik, penurunan port stay dapat memberikan kontribusi signifikan pada penurunan biaya logistik”, demikian disampaikan Arif. Agar dapat meningkatkan kualitas layanan hingga setara dengan standar global, Pelindo melakukan transformasi layanan guna mengurangi waktu port stay. Transformasi pelabuhan memberikan dampak yang signifikan bagi Pelindi sendiri berupa efisiensi biaya operasional, potensi penambahan trafik dan peningkatan kompetensi & knowledge. Bagi pelanggan, manfaat yang diperoleh adalah pengurangan port stay & cargo stay, optimalisasi berthing window dan penghematan ship rental cost. Secara luas bagi ekosistem maritim, akan dapat dicapai manfaat berupa kontribusi pada penurunan biaya logistik dan mendukung konektivitas maritim.

Pelindo juga terus melakukan upaya digitalisasi dan standarisasi sistem layanan operasional dalam rangka mendukung Program Ekosistem Logistik Nasional. Pelindo berperan aktif dalam ekosistem logistik nasional dengan memfasilitasi platform terminal operator yang mengkonsolidasikan sistem dan transaksi terminal di bawah koordinasi Pelindo untuk dapat berkolaborasi secara aktif dengan entitas NLE lainnya baik dari sektor Pemerintah maupun swasta.

Transformasi pada berbagai aspek menghasilkan value creation pasca-merger diantaranya dalam aspek Standarisasi Layanan Operasional, Digitalisasi Layanan Kepelabuhanan, Integrasi Layanan Pelindo Group, Transformasi Model Bisnis, Transformasi Komersial, dan Transformasi Keuangan. “Total realisasi value creation pasca-merger sebesar Rp 5,44 Triliun dari total target Rp 6,08 Triliun atau tercapai 90%,” demikian disampaikan oleh Arif.

Selanjutnya disampaikan pemaparan oleh Prof. Dr. Techn. Ir. Danang Parikesit, M.Sc., IPU., APEC.Eng. dari Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada dan Prof. Sari Wahyuni, SIP., M.Sc., Ph.D. dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia dengan tema Kebijakan dan Implementasi Pembiayaan Pelabuhan dan Lesson Learnt Pelabuhan Terbaik Dunia.

Danang menyampaikan berbagai tema penting dalam buku yang memiliki keterkaitan dengan isu-isu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2025 – 2029 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2025 – 2045. Beberapa tema tersebut adalah Masa Depan Kepelabuhanan di Indonesia, Rantai Pasok Global dan Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan, Peran Pelabuhan dalam Sistem Logistik Nasional, Indeks Pengukuran Kinerja Pelabuhan dan Logistik Maritim, Digitalisasi dan Smart Port, Tata Kelola dan Regulasi Kepelabuhanan, Pengembangan Pelabuhan Berkelanjutan, serta Skema Pembiayaan Infrastruktur Pelabuhan.

Danang juga menyampaikan beberapa kebijakan pelabuhan di Indonesia dan global policy trend perlu menjadi perhatian. Digitalisasi dan smart logistics mengintegrasikan pelabuhan dalam jaringan global serta pelabuhan global menerapkan KPI berbasis big data dan AI untuk memantau kinerja operasional. Tren global menunjukkan peningkatan skema KPBU (Public-Private Partnership) termasuk melalui Green Financing, dan penerapan green carbon credit. Isu lain adalah regulasi pelabuhan hijau (Green Port Regulations) semakin diperketat di Eropa dan Amerika Utara dan pelabuhan maju mengadopsi renewable energy seperti tenaga surya dan angin, cold ironing dan elektrifikasi terminal menjadi standar global. Perlu juga diperhatikan bahwa smart port global memanfaatkan blockchain untuk transparansi rantai pasok dan keamanan siber menjadi isu utama bagi pelabuhan digital. Pelabuhan dengan supply chain visibility platforms dan autonomous trucking mulai diuji coba di beberapa pelabuhan maju, serta digital twin merupakan praktik yang mulai digunakan secara luas.

Sementara Sari menyampaikan beberapa strategi pelabuhan yang berkelanjutan, yang mencakup aspek ekonomi, aspek sosial, aspek lingkungan, aspek partnership (kemitraan), aspek peace (perdamaian). Aspek ekonomi berupa peningkatan daya saing dan profitabilitas pelabuhan secara berkelanjutan tanpa menguras sumber daya alam. Aspek sosial berkaitan dengan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat sekitar pelabuhan, hubungan yang harmonis dan saling bersinergi dengan pemangku kepentingan,  keselamatan dan keamanan pekerja dan masyarakat. Aspek lingkungan, dengan strategi reduksi sampah dan limbah, pelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati, praktik ramah lingkungan dalam operasional pelabuhan, seperti penggunaan energi terbarukan dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Selain itu, aspek  partnership (kemitraan), dengan mempertimbangkan pemangku kepentingan (pemerintah, operator pelabuhan, pelayaran, dan komunitas local misalkan untuk mengurangi dampak lingkungan. Terakhir aspek peace (perdamaian), stabilitas politik di Indonesia sangat penting untuk memastikan kelancaran operasi pelabuhan dan kelancaran rantai pasokan.

Hadir sebagai penanggap adalah Ihsanuddin Usman (Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT Pelabuhan Indonesia), Dr Gugus Wijonarko, MM. (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi dan Manajemen Kepelabuhan Barunawati /Stiamak) dan Harry Sutanto, Wakil Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bidang Maritim dan Pelabuhan. Diskusi dipandu oleh moderator, Prof. Raja Oloan Saut Gurning, S.T., M.Sc., Ph.D.CmarTech dari Fakultas Teknologi Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Dalam rangkaian acara juga dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding antara PT Pelabuhan Indonesia (Persero) dengan Universitas Gadjah Mada mengenai kerjasama penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka; pemagangan; dan bidang lain yang disepakati. Termasuk juga disepakati bahwa royalty buku nantinya disampaikan ke UGM untuk penelitian bidang kepelabuhanan.

Seminar dihadiri oleh sekitar 393 peserta yang hadir secara offline dan 1124 peserta yang hadir secara online melalui zoom dan YouTube. Acara dimeriahkan dengan tari Bara Mustaka dan game Kahoot dengan hadiah berupa gadget. (DAK/SDD/HLT)