Pos oleh :

Admin

Kumpulan Artikel Pemenang Critical Review Seri Buku Kapita Selekta Pelabuhan Kategori Umum dan Profesional

JUARA I: Critical Review Modernisasi Pelabuhan dalam Konteks Dekarbonisasi 

dan Ekonomi Sirkular

Oleh: Arrida Hamzah

 Tulisan ini berfokus pada analisis terhadap edisi buku “Perspektif Kebijakan Pengembangan Pelabuhan di Indonesia”. Catatan terhadap buku ini di antaranya mengenai upaya keberlanjutan, ESG compliance, dan green financing. Catatan terkait hal ini setidaknya dibahas dalam salah satu chapter buku ini, yakni chapter 7 (dekarbonisasi dan ekonomi sirkular). Chapter ini mengupas dua isu sentral: dekarbonisasi, yaitu upaya pengurangan jejak karbon melalui teknologi dan pemanfaatan energi terbarukan atau ekonomi sirkular yang berfokus pada pengelolaan limbah dan optimalisasi penggunaan kembali sumber daya.

Dalam bab ini, penulis menunjukkan bahwa inovasi teknis harus bersamaan dengan perubahan paradigma pengelolaan. Hal ini setidaknya ditunjukkan pada tiga poin utama, yakni: pertama, pendekatan sirkular, di mana dipaparkan sebagai peluang bagi operator pelabuhan untuk meminimalkan limbah sehingga berdampak positif pada efisiensi biaya, misalnya dengan memanfaatkan kembali scrap metal atau sisa bahan bakar kapal. Terdapat pula solusi teknis seperti cold ironing, yakni penyediaan listrik darat untuk kapal guna mengurangi emisi. Kedua, pentingnya skema pembiayaan hijau, penulis menekankan  peran instrumen pembiayaan seperti green bonds dan skema KPBU sebagai mekanisme pendanaan strategis untuk mendukung investasi teknologi rendah karbon. Hal ini semakin relevan mengingat perkembangan Green Sukuk Indonesia yang telah berhasil mengumpulkan dana signifikan (OJK, 2023). Ketiga, kesesuaian dengan kebijakan, di mana policy framework yang diusulkan relevan dengan target nasional Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 29% pada tahun 2030 (NDC Indonesia, 2022).

Bab ini juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut: pertama, chapter ini kurang menyertakan analisis biaya-manfaat (cost- benefit analysis) yang mendalam. Hal ini menyulitkan investor dan pembuat kebijakan untuk menilai kelayakan serta dampak ekonomis dari penerapan teknologi tersebut. Kedua, beberapa tantangan utama belum diuraikan secara mendalam. Chapter ini menyoroti skema KPBU dan green bonds sebagai instrumen pendanaan, namun peluang dan tantangannya belum dianalisis secara komprehensif. Semisal Green Sukuk Indonesia telah mengumpulkan USD 6,9 miliar selama 2018-2023, namun hanya 15% dialokasikan untuk sektor transportasi (OJK, 2023). Terdapat pula regulasi yang tumpang tindih, seperti Perpres No. 109/2023 tentang proyek strategis nasional yang belum mengikat target dekarbonisasi pelabuhan secara spesifik. Ketiga, chapter ini juga belum menyediakan peta jalan komprehensif untuk mewujudkan kolaborasi lintas sektor yang diperlukan untuk mengoptimalkan potensi pengelolaan limbah dan penggunaan kembali sumber daya secara efektif.

Literatur yang membahas terkait kepelabuhanan dari aspek kebijakan masih begitu minim. Jika dibandingkan dengan beberapa literatur internasional, seperti buku Port Economics, Management, and Policy atau artikel di Maritime Policy & Management dan Port of Rotterdam, chapter ini kurang menyertakan studi kasus empiris yang komprehensif. Misalnya, pelabuhan-pelabuhan di Rotterdam dan Singapura telah menunjukkan implementasi nyata konsep green port dan ekonomi sirkular melalui fasilitas pengolahan limbah dan integrasi digital.

Buku ini membuka wacana dekarbonisasi pelabuhan yang masih minim di Indonesia serta memberikan kontribusi signifikan dalam menyusun visi pelabuhan berkelanjutan melalui dekarbonisasi dan ekonomi sirkular. Namun, untuk menjadikan usulan ini lebih aplikatif, diperlukan penambahan studi kasus lokal, cost-benefit analysis yang mendalam, dan peta jalan kolaboratif lintas sektor. Upaya ini diperlukan untuk mewujudkan pelabuhan Indonesia dengan visi berkelanjutan yang sejati.

 

Referensi

 International Maritime Organization. (2021). Maritime environment: Greenhouse gas emissions from ships. International Maritime Organization

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (2023). Laporan Dekarbonisasi Sektor Transportasi. Jakarta: Kemenhub.

NDC Indonesia. (2022). Nationally Determined Contributions to the Paris Agreement. Jakarta: Government of Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan. (2023). Statistik Green Sukuk Indonesia. Jakarta: OJK.

Port of Rotterdam. (2023). Sustainability in Port Operations: Cold Ironing and Emissions Reduction. Rotterdam: Port of Rotterdam Authority.

 

JUARA II: CRITICAL REVIEW Buku Perspektif Kebijakan Pengembangan Pelabuhan di Indonesia Penulis : Raja O.S Gurning, dkk. Penerbit : Buku Kompas Tahun Terbit 2024;Jumlah Halaman : xxxiii + 264 halaman ISBN : 978-623-523-368-0

Oleh: Donnie Trisfian

 

Bagaimana masa depan pelabuhan Indonesia di era digital dan keberlanjutan? Buku Perspektif Kebijakan Pengembangan Pelabuhan di Indonesia bagian dari seri Kapita Selekta Pengembangan Pelabuhan di Indonesia mengupas tuntas strategi dan kebijakan yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan tersebut. Buku ini membahas berbagai aspek strategis, termasuk rantai pasok global, kinerja pelabuhan, dampak ekonomi regional, tata kelola, serta kebijakan pendanaan yang selaras dengan RPJPN dan RPJMN. Dua isu utama yang diangkat adalah transformasi digital dan keberlanjutan, termasuk smart port, big data, blockchain, dan green logistics. Buku ini juga menyoroti strategi pembiayaan seperti skema KPBU untuk percepatan pembangunan infrastruktur maritim.

Buku ini memiliki cakupan luas dan relevan dengan tantangan global serta nasional. Pembahasannya mencakup ketahanan rantai pasok, deregulasi investasi, dan daya saing pelabuhan Indonesia dalam persaingan internasional. Kajian berbasis data dan studi kasus memperkuat analisis kebijakan, termasuk indeks kinerja pelabuhan yang mengacu pada standar global. Analisis peran pelabuhan pengumpan dalam pertumbuhan ekonomi daerah juga menjadi nilai tambah, karena menunjukkan bagaimana infrastruktur maritim dapat mendorong pembangunan yang lebih merata.

Namun, buku ini memiliki beberapa kekurangan. Pembahasan mengenai implementasi teknologi baru, seperti digitalisasi, smart port, dan blockchain, kurang mendalam, terutama dalam hal tantangan serta solusi penerapannya di Indonesia. Evaluasi terhadap efektivitas kebijakan yang telah berjalan juga belum tergambar jelas, sehingga dampak nyata dari regulasi sebelumnya sulit diukur. Perspektif pemangku kepentingan lokal, seperti operator pelabuhan dan pengguna jasa, masih minim karena pendekatannya lebih bersifat makro. Isu keamanan siber dalam digitalisasi pelabuhan hanya disinggung secara terbatas. Selain itu, beberapa gambar dan tabel kurang jelas, mengurangi efektivitas penyampaian data dan informasi.

Buku ini memiliki cakupan nasional yang lebih spesifik dibandingkan dengan buku Port Economics, Management and Policy yang membahas pengelolaan pelabuhan dari perspektif global. Buku tersebut menggunakan pendekatan multidisipliner dengan membahas ekonomi, geografi, manajemen, dan teknik pelabuhan secara luas. Sementara itu, buku Pengembangan Pelabuhan Berkelanjutan: Investasi Swasta dan Peningkatan Daya Saing lebih fokus pada investasi dan keterlibatan sektor swasta dalam pengelolaan pelabuhan di Indonesia, dengan penekanan pada model kerja sama pemerintah-swasta (PPP/KPBU). Dibandingkan dengan kedua buku ini, Perspektif Kebijakan Pengembangan Pelabuhan di Indonesia lebih menitikberatkan pada strategi kebijakan nasional dalam konteks modernisasi dan keberlanjutan.

Buku ini memberikan wawasan komprehensif mengenai pengembangan pelabuhan dalam konteks kebijakan nasional. Pembahasannya yang luas dan berbasis data menjadikannya sumber rujukan penting bagi akademisi dan praktisi di bidang maritim. Namun, agar lebih aplikatif bagi berbagai kalangan, buku ini dapat diperkaya dengan memperdalam mengenai implementasi teknologi baru dan evaluasi kebijakan yang telah berjalan. Selain itu, penambahan kajian mengenai pelabuhan kecil dan daerah terpencil akan meningkatkan relevansi buku ini dalam konteks pembangunan maritim yang inklusif. Dengan demikian, buku ini dapat menjadi referensi yang lebih lengkap dan relevan bagi pengembangan pelabuhan di Indonesia.

 

Referensi:

 

Notteboom, T. dkk (2022). Port Economics, Management and Policy. London: Routledge. https://doi.org/10.4324/9780429318184

Hariyadi, dkk. (2020). Pengembangan Pelabuhan Berkelanjutan: Investasi Swasta dan Peningkatan Daya Saing. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

 

JUARA III: Critical review terhadap bab buku “Telaah Sistem dan Tata Kelola Kepelabuhan di Indonesia Serta Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan Pelabuhan Komersial” yang ditulis oleh Wihana Kirana Jaya & Hengki Purwoto

Oleh: Chairul Fajar

Pendahuluan

 Melalui Bab buku ini, penulis berupaya mengurai sistem dan tata kelola kepelabuhanan di Indonesia dengan menyoroti keragaman karakteristik pelabuhan di Indonesia, dari pelabuhan besar dengan fasilitas lengkap hingga pelabuhan kecil dengan keterbatasan sumber daya. Penulis juga berupaya melakukan analisis terkait peran pemangku kepentingan dalam pengelolaan pelabuhan di Indonesia.

Secara keseluruhan, tulisan ini adalah upaya penulis untuk memberikan pembaca gambaran terkait bagaimana tata kelola pelabuhan di Indonesia saat ini serta bagaimana pengelolaannya berlangsung. Penulis juga memberikan rekomendasi untuk mencapai pengelolaan yang optimal. Dengan membaca bab ini, kita sebagai pembaca akan memiliki gambaran tentang bagaimana seharusnya sebuah pelabuhan dikelola dan bagaimana seharusnya pemangku kepentingan berperan dalam pengelolaannya.

Kelebihan dan Kekurangan

 Kelebihan utama bab ini menurut saya adalah kemampuan penulis menyajikan informasi yang kompleks dengan bahasa yang relatif mudah dipahami. Saya sebagai awam yang tidak bersinggungan langsung dengan topik kepelabuhan merasa dapat memahami teks dengan mudah. Selain itu, penulis juga berhasil mengaitkan konsep-konsep teoritis seperti New Institutional Economics dengan kondisi riil kepelabuhanan di Indonesia.

Namun, bab ini menurut saya juga memiliki beberapa kekurangan. Meskipun penulis menyebutkan tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pelabuhan, pembahasan mengenai solusi atau rekomendasi yang lebih konkret masih terbatas. Misalnya, tantangan terkait ketimpangan aksesibilitas dan efisiensi logistik antar wilayah kurang dieksplorasi lebih jauh. Selain itu, meskipun konsep ekosistem pelabuhan diperkenalkan, interaksi antar aktor dalam ekosistem tersebut dapat diuraikan lebih detail untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif. Terkait paparan pengelolaan pelabuhan oleh pemangku kepentingan yang tumpang tindih, menurut saya pemaparannya terlalu singkat dan kurang menggambarkan kondisi dengan begitu jelas.

Komparasi dengan Artikel Sejenis

Jika dibandingkan dengan jurnal transportasi laut oleh Sujarwanto. S yang berjudul “Peningkatan Sistim Manajemen Kepelabuhan di Indonesia”, bab buku ini memberikan konteks yang lebih luas dan pemahaman konseptual, sementara jurnal memberikan analisis yang lebih mendalam dan rekomendasi kebijakan yang lebih spesifik. Jurnal tersebut cenderung menyajikan analisis masalah dan solusi yang lebih mendalam, didukung oleh metodologi penelitian yang lebih terstruktur, sementara bab buku memberikan tinjauan yang lebih luas namun dengan kedalaman analisis yang mungkin tidak sedalam jurnal. Terakhir, bab buku ini sepertinya bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada pembaca umum, sementara jurnal tersebut bertujuan untuk memberikan kontribusi akademik dan rekomendasi kebijakan yang lebih spesifik.

Kesimpulan dan Saran

 Secara keseluruhan, bab ini telah memberikan kontribusi dalam memahami sistem dan tata kelola kepelabuhanan di Indonesia. Penulis berhasil menyajikan gambaran yang komprehensif tentang tantangan dan peluang dalam pengembangan pelabuhan. Bab ini sangat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan di sektor kepelabuhanan, akademisi, dan masyarakat umum yang tertarik dengan isu logistik dan transportasi. Sebagai masukan, penulis dapat menambahkan pembahasan yang lebih mendalam mengenai solusi konkret untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi. Misalnya, pembahasan mengenai pemanfaatan teknologi digital dalam meningkatkan efisiensi pelabuhan atau strategi untuk meningkatkan konektivitas antar pelabuhan di wilayah yang berbeda. Dengan demikian, bab ini akan menjadi sumber informasi yang lebih lengkap dan relevan dalam pengembangan kepelabuhanan di Indonesia.

Referensi

 Sujarwanto, S. 2020. Peningkatan Sistim Manajemen Kepelabuhan di Indonesia. Jurnal Penelitian Transportasi Laut,. Jakarta. Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan Badan Litbang Perhubungan. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/339910599_Peningkatan_Sistim_Manajemen_Kepe labuhanan_di_Indonesia/fulltext/5e6b8027a6fdccf321d993b1/Peningkatan-Sistim-Manajeme n-Kepelabuhanan-di-Indonesia.pdf

Jaya, W. H. & Purwoto, H. 2024. “Telaah Sistem dan Tata Kelola Kepelabuhan di Indonesia Serta Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan Pelabuhan Komersial”, dalam S., Gurning R. O. S., & Parikesit, D. (Eds.). Seri Buku Kapita Selekta Pengembangan Pelabuhan di Indonesia: Perspektif Kebijakan Pengembangan Pelabuhan di Indonesia (hlm. 67-103). Jakarta: PEnerbit Buku Kompas.

Critical Review ini dibuat oleh Donnie Trisfian untuk diikutkan sebagai entri dalam lomba Critical Review Buku Seri Kapita Selekta Pengembangan Pelabuhan di Indonesia  yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM dan PT Pelabuhan Indonesia (Persero).

Kumpulan Artikel Pemenang Critical Review Seri Buku Kapita Selekta Pelabuhan Kategori Pelajar dan Mahasiswa

JUARA I: Critical Review: Transformasi Korporasi dan Ekosistem Bisnis Pengelolaan Pelabuhan di
Indonesia

Oleh: Chaerunnisa

Universitas Negeri Yogyakarta

 

Bab dalam buku Pengelolaan Pelabuhan Berkelanjutan yang disunting oleh Prof. Sari Wahyuni menghadirkan analisis mendalam mengenai transformasi korporasi dan pembentukan ekosistem bisnis dalam konteks pengelolaan pelabuhan di Indonesia. Bab ini menyajikan sebuah kerangka teoretis yang mengintegrasikan konsep ambidexterity, yaitu kemampuan organisasi untuk secara simultan mengoptimalkan efisiensi operasional dan mengeksplorasi inovasi transformatif guna merespons dinamika global dan tantangan digitalisasi. Penekanan pada penerapan teknologi digital—seperti smart port, kecerdasan buatan (AI), dan keamanan siber—serta pentingnya kemitraan strategis antara pemerintah, operator, dan penyedia teknologi menjadi inti pemikiran.

Secara konseptual, bab ini memiliki sejumlah kelebihan yang patut diapresiasi. Pertama, integrasi konsep ambidexterity memberikan landasan yang kokoh untuk memahami bagaimana pelabuhan dapat mengelola dualisme antara inovasi efisiensi dan inovasi transformatif. Pendekatan ini sejalan dengan temuan Zhechen, Zhang et al. (2024) yang menggarisbawahi peran digitalisasi dalam meningkatkan daya saing pelabuhan di era global. Selain itu, penekanan pada kolaborasi lintas sektor—melalui kemitraan strategis—menunjukkan kesadaran penulis terhadap pentingnya sinergi antara berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi hambatan seperti birokrasi dan disparitas infrastruktur (Kearney, Harrington, & Kelliher, 2018). Namun demikian, terdapat beberapa keterbatasan yang mendasar. Meskipun kerangka teoretis yang dikemukakan cukup komprehensif, bab ini kurang dilengkapi dengan data empiris yang konkret dan studi kasus yang mendukung. Ketidakcukupan data kuantitatif dan analisis lapangan mengaburkan sejauh mana strategi transformasi yang diusulkan telah atau dapat diimplementasikan secara efektif. Data yang diungkap oleh Maritime Shipping Challenge (2024) menunjukkan bahwa pelabuhan-pelabuhan di Indonesia masih menghadapi kendala serius, seperti keterbatasan infrastruktur,kekurangan sumber daya manusia yang terlatih, serta hambatan regulasi yang signifikan. Kecenderungan idealisme dalam menyajikan transformasi digital—di mana kesiapan teknologi dan adaptasi budaya organisasi diasumsikan tanpa uji coba lapangan yang memadai—menjadi titik lemah tersendiri dalam argumen yang disampaikan. Dengan demikian, meskipun pendekatan konseptual menawarkan potensi inovasi, kurangnya validasi empiris membuat penerapannya di lapangan masih diragukan.

Jika dibandingkan dengan literatur lain, misalnya literatur oleh Henríquez, Martínez de Osés, & Martínez Marín (2022) yang mengupas secara mendalam mengenai pengaruh teknologi terhadap inovasi model bisnis pelabuhan, bab ini menawarkan pendekatan yang lebih holistik dengan menekankan aspek strategis dan kolaboratif. Sementara buku lain cenderung mengedepankan data empiris dan studi kasus untuk memperkuat argumen, bab ini lebih banyak mengandalkan kerangka teoretis yang bersifat idealis. Dengan demikian, meskipun keunggulan konseptualnya cukup inovatif, integrasi data lapangan yang lebih menyeluruh akan meningkatkan kredibilitas dan aplikabilitas strategi yang diusulkan.

Bab mengenai transformasi korporasi dan ekosistem bisnis ini memberikan kontribusi penting dalam menggagas paradigma baru pengelolaan pelabuhan yang adaptif di era digital. Kerangka ambidexterity dan penekanan pada kemitraan strategis merupakan nilai tambah yang signifikan. Namun, untuk meningkatkan relevansi praktis dan validitas argumen, disarankan agar penulis menambahkan data empiris serta studi kasus lokal yang mendalam. kasus  lokal  yang  mendalam. Upaya  pengukuran  kinerja  dan  evaluasi  dampak implementasi strategi digital di lapangan akan memperkaya analisis dan memberikan gambaran yang lebih realistis terhadap tantangan serta peluang di sektor pelabuhan Indonesia. Integrasi antara teori dan praktik seperti ini tidak hanya akan memperkuat kontribusi akademis, tetapi juga memberikan pedoman yang aplikatif bagi para pemangku kepentingan dalam menghadapi dinamika global dan regional.

Referensi

 Henríquez, Martínez de Osés, & Martínez Marín (2022). Technological Drivers of Seaports’ Business Model Innovation.

Kearney, Harrington, & Kelliher (2018). Executive Capability for Innovation: The Irish Seaports Sector.

Maritime Shipping Challenge (2024). Data Tantangan Operasional Pelabuhan Global.

Zhechen, Zhang et al. (2024). Digitalization and Innovation in Green Ports: A Review of Current Issues.

 

 

CRITICAL REVIEW BOOK BAGIAN

PENGELOLAAN PELABUHAN BERKELANJUTAN

BAB 4 Tata Kelola Risiko dan Kepatuhan dalam Pengelolaan SDM di Industri Kepelabuhanan: Strategi Pembelajaran dan Pengembangan Berkelanjutan serta Manajemen Talenta

Oleh :

Trisnowati Rahayu, Politeknik Pelayaran Surabaya

Wisnu Handoko, Sekretariat Badan Pengembangan SDM Perhubungan Kementrian Perhubungan Faris Novandi, Politeknik Pelayaran Surabaya

 

Penulis Critical Review Book Bagian :

Zellinia Ristanti

Magister Geografi Universitas Gadjah Mada zelliniaristanti@gmail.com / 085832772042

 

Buku ini mengangkat topik penting dalam industri kepelabuhanan, yaitu pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang efektif melalui penerapan tata kelola risiko, kepatuhan, dan pengembangan berkelanjutan. Fokus utama buku ini adalah penggunaan model pembelajaran 70-20-10 yang menggabungkan pengalaman kerja, interaksi sosial, dan pendidikan formal dalam pengembangan SDM. Konteks industri kepelabuhanan yang terus berkembang membuat topik ini sangat relevan karena berkaitan langsung dengan efisiensi operasional pelabuhan.

Salah satu kelebihan buku ini adalah pendekatan komprehensif yang menghubungkan teori manajemen talenta dengan praktik pengembangan SDM di pelabuhan. Penulis mengaplikasikan model pembelajaran 70-20-10 dalam konteks industri kepelabuhanan, memberikan gambaran praktis tentang bagaimana pengembangan berkelanjutan dapat dijalankan. Selain itu, buku ini menggunakan contoh konkret dari Terminal Teluk Lamong, yang memperkaya pembahasan dan memberikan insight aplikatif. Namun, meskipun teori yang disajikan cukup jelas, buku ini kurang membahas tantangan praktis dalam mengimplementasikan strategi-strategi tersebut di lapangan. Akan lebih baik jika lebih banyak contoh konkret tentang hambatan yang dihadapi dalam penerapan model ini, terutama dalam sektor yang sangat teknis dan kompleks seperti kepelabuhanan bagi pembaca. Buku ini juga kurang membahas kondisi spesifik yang dihadapi industri kepelabuhanan yang sangat bergantung pada regulasi.

Jika dibandingkan dengan buku “The Talent Management Handbook” karya Lyle M. Spencer, buku ini lebih terfokus pada pengelolaan SDM di sektor kepelabuhanan, sementara buku Spencer menawarkan wawasan yang lebih luas mengenai manajemen talenta di berbagai jenis organisasi. Buku Spencer lebih umum, memberikan gambaran tentang teori manajemen talenta yang dapat diterapkan di banyak industri. Sementara itu, buku ini lebih praktis dan relevan bagi industri pelabuhan yang menghadapi tantangan operasional yang spesifik (Spencer et al., 2008). Berkaitan dengan SDM, jika dibandingkan dengan buku Manajemen Sumber Daya Manusia Era Digital oleh Dr. Didit Darmawan dan kolega membahas transformasi manajemen SDM dalam menghadapi tantangan era digital yang semakin berkembang yang mencakup berbagai aspek yang relevan dalam pengelolaan SDM, dari pemanfaatan teknologi dalam rekrutmen hingga pengembangan kompetensi yang berbasis digital dan juga relevan di tengah perubahan cepat dunia kerja yang mengharuskan adaptasi terhadap teknologi baru (Darmawan et al., 2023).

Selain itu, jika dibandingkan dengan “Talent Management: A Focus on Organizational and Individual Development” karya Perkins dan White, buku ini lebih terfokus pada pengembangan SDM dalam konteks operasional yang cepat berubah. Buku Perkins dan White menawarkan pendekatan yang lebih teoritis dan mengintegrasikan pengembangan individu dengan strategi organisasi secara keseluruhan. Meskipun demikian, untuk industri seperti kepelabuhanan, buku ini menawarkan pendekatan yang lebih aplikatif dan langsung berorientasi pada kebutuhan operasional (Perkins et al., 2011).

Kesimpulanya, pada chapter 4 buku ini memberikan wawasan yang penting mengenai pengelolaan SDM di industri kepelabuhanan, dengan menyoroti pentingnya pembelajaran berkelanjutan melalui model 70-20-10. Penerapan model ini dapat meningkatkan keterampilan dan kinerja pegawai dengan menggabungkan pengalaman kerja, interaksi sosial, dan pendidikan formal. Namun, untuk meningkatkan nilai praktis buku ini, disarankan untuk menambahkan lebih banyak studi kasus dan data yang menunjukkan hasil konkret dari penerapan strategi ini di pelabuhan lain. Secara keseluruhan, buku ini sangat bermanfaat bagi mereka yang bekerja di sektor kepelabuhanan, namun perlu ada pembahasan lebih lanjut mengenai tantangan praktis dalam implementasi strategi ini.

Referensi

Darmawan, D., Anitha, M. M., Tinambunan, P., Si, M., Choliq, A., Sriharyati, S., Sos, S., Hamid, H., Estiana, R., Pt, S., Zulkifli, M. M., Mohammad, I., Sono, G., Ramli, A., Pd, M., Sondeng, S., Sigit Mareta, M. M., Ak, M., Marjani, S. P., … Utami, R. T. (2023). Manajemen Sumber Daya Manusia Era Digital. www.sonpedia.com

Spencer, L. M. (2008). The Talent Management Handbook: Creating a Sustainable Competitive Advantage by Selecting, Developing, and Promoting the Best People. McGraw-Hill Education.

Perkins, S. J., & White, G. (2011). Talent Management: A Focus on Organizational and Individual Development. Routledge.

 

JUARA III: Critical Review

“Judul 2 Buku : 1. Pengelolaan Pelabuhan Berkelanjutan 2. Aspek Teknis dalam Pengembangan Pelabuhan ”

Oleh: Fajar Dysna Kurniawan – Finance – Magister Sains Manajemen FEB UGM

 

Kelebihan dan Kekurangan Buku

Kelebihan utama dari kedua buku ini terletak pada pendekatan multidisiplin yang digunakan dalam menganalisis pengelolaan pelabuhan. Kedua buku ini tidak hanya membahas aspek bisnis, tetapi juga tata kelola, digitalisasi, manajemen risiko serta pengembangan sumber daya manusia, yang semuanya krusial bagi keberlanjutan pelabuhan di Indonesia. Pemaparan mengenai merger PT Pelindo menjadi satu entitas juga memberikan wawasan strategis mengenai daya saing pelabuhan nasional dalam skala global. Namun, buku ini memiliki beberapa kekurangan. Salah satu yang perku ditinjau adalah kurangnya analisis mendalam mengenai tantangan dan peluang implementasi konsep smart port (pelabuhan pintar) di masa mendatang. Penambahan bab khusus mengenai implementasi teknologi pelabuhan pintar, tantangan adopsinya, serta dampaknya terhadap efisiensi dan keberlanjutan akan semakin memperkaya perspektif yang ditawarkan dalam buku ini. Pelabuhan pintar mengintegrasikan teknologi seperti Internet of Things (IoT), blockchain, dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi  operasional dan daya saing global (Molavi dkk., 2020; Russo dan Musolino, 2023; Yau dkk., 2020). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pelabuhan pintar dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya operasional, serta memperkuat dampak ekonomi melalui efek keterkaitan dengan industri lain (Jun dkk., 2018; Zhou dan Suh, 2024). Sayangnya, aspek ini belum digarap secara komprehensif dalam buku ini.

Dampak ekonomi dari pelabuhan pintar juga belum dibahas secara detail, padahal sektor ini memiliki efek keterkaitan ke depan yang substansial dalam industri lain (Jun dkk., 2018). Selain itu, pelabuhan pintar berperan penting dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals /SDGs), seperti SDG 8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi) serta SDG 9 (industri, inovasi, dan infrastruktur) (Basulo-Ribeiro dkk., 2024; Caldero dkk., 2023). Studi kasus pelabuhan di negara lain seperti Ulsan dan Busan di Korea menunjukkan bahwa digitalisasi pelabuhan meningkatkan efisiensi operasional secara signifikan (Zhou dan Suh, 2024) dan rancangan konsep smart port dinegara Thailand (Makkawan dan Muangpan, 2021). Sayangnya, buku ini belum memberikan analisis tentang kesiapan Indonesia dalam menerapkan model serupa.

Dari sisi manfaat finansial, buku ini juga tidak menyoroti efisiensi biaya yang dapat dihasilkan dari otomatisasi di pelabuhan pintar. Teknologi seperti gantry cranes otomatis dan sistem transportasi cerdas dapat mengurangi biaya tenaga kerja dan meningkatkan kinerja keseluruhan, gantry crane canggih di pelabuhan pintar biasanya menggabungkan teknologi otomatisasi, konektivitas 5G, dan kapasitas angkat yang besar untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasional (Al-Fatlawi dan Jassim Motlak, 2023). Selain itu, pelabuhan pintar memiliki potensi besar dalam menarik investasi global dengan meningkatkan daya saing dan efisiensi operasional (Cuong dkk., 2024). Hal ini menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan pelabuhan di Indonesia, tetapi kurang dibahas dalam buku ini. Misalnya, sebagai rujukan dan contoh penerapan teknologi canggih di terminal otomatis di Qingdao, Provinsi Shandong, China .

Meskipun dalam sesi bedah buku (24/2/2025) bertempat di MM UGM disampaikan bahwa Indonesia masih membutuhkan waktu panjang serta persiapan yang matang untuk mengimplementasikan konsep smart port, namun tidak ada salahnya jika PT Pelindo turut membahasnya dalam buku ini. Dengan adanya analisis mengenai tantangan dan strategi penerapan pelabuhan pintar, buku ini dapat memberikan wawasan lebih luas mengenai masa depan pengelolaan pelabuhan di Indonesia. Lebih dari itu, sebagai negara strategis yang menjadi jalur perdagangan internasional, Indonesia harus mulai merancang strategi pengembangan smart port dari sekarang agar tidak tertinggal dalam persaingan global. Transformasi ini bukan hanya sekadar opsi, tetapi sebuah keharusan bagi daya saing ekonomi nasional di masa depan. Meskipun smart port masih merupakan rancangan ide, setidaknya pembaca harus memahami urgensi penerapannya, termasuk konsep, perencanaan, investasi, serta risiko yang menyertainya. Hal ini akan membantu pemangku kepentingan dalam mempersiapkan langkah strategis yang lebih matang untuk menghadapi perubahan industri kepelabuhanan global.

Komparasi dengan Buku Sejenis

Dibandingkan dengan buku Smart Port Management and Strategy oleh Park (2022), yang lebih berfokus pada strategi implementasi pelabuhan pintar secara global, Pengelolaan Pelabuhan Berkelanjutan masih terbatas dalam membahas aspek digitalisasi dan penerapan teknologi canggih di pelabuhan Indonesia. Park menyoroti bagaimana smart port mengintegrasikan sistem digital untuk meningkatkan efisiensi operasional, keamanan, dan konektivitas global. Dalam buku Park, terdapat analisis mendalam mengenai tantangan regulasi, kesiapan infrastruktur, serta strategi kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam mengadopsi konsep smart port. Sayangnya, dalam buku (1) Pengelolaan Pelabuhan Berkelanjutan dan (2) Aspek Teknis dalam Pengembangan Pelabuhan belum mengakomodasi aspek-aspek tersebut secara memadai. Di bandingkan dengan penelitian Zhou dan Suh (2024) yang membahas efisiensi operasional terminal peti kemas dalam konteks smart port, buku ini masih kurang membahas indikator kinerja dan model optimalisasi teknologi pelabuhan berbasis digital (Makkawan dan Muangpan, 2021). Oleh karena itu, buku ini masih memiliki ruang untuk eksplorasi lebih lanjut dalam aspek tersebut.

Kesimpulan dan Saran

Meskipun buku ini memberikan wawasan mengenai pengelolaan pelabuhan berkelanjutan di Indonesia, terdapat kekurangan signifikan dalam membahas tantangan implementasi smart port. Dalam edisi mendatang, buku ini sebaiknya lebih mendalam dalam mengeksplorasi kesiapan Indonesia dalam menerapkan smart port, termasuk aspek regulasi, teknologi, dan investasi.

Referensi dari literatur global seperti buku Park (2022) dapat menjadi rujukan dalam memperkaya analisis terkait teknologi pelabuhan pintar dan strategi implementasinya. Selain itu, eksplorasi lebih lanjut mengenai strategi pelabuhan pintar yang telah sukses diterapkan di negara lain akan memberikan nilai tambah bagi pembaca. Mengingat posisi strategis Indonesia sebagai negara kepulauan dan jalur perdagangan dunia, kesiapan dalam merancang smart port harus menjadi prioritas , dan buku ini dapat menjadi media untuk memulai diskusi lebih dalam mengenai hal tersebut.

Daftar Pustaka

 Al-Fatlawi, H. A., & Jassim Motlak, H. (2023). Smart ports: towards a high performance, increased productivity, and a better environment. International Journal of Electrical and Computer Engineering (IJECE), 13(2), 1472. https://doi.org/10.11591/ijece.v13i2.pp1472-1482

Basulo-Ribeiro, J., Pimentel, C., & Teixeira, L. (2024). What is known about smart ports around the world? A benchmarking study. Procedia Computer Science, 232, 1748–1758. https://doi.org/10.1016/j.procs.2024.01.173

Calderon Fernandez, L. Z., Gala Shinzato, L. H., Quispe Fernandez, P. A., Sanchez Gomez, J. E., Torres Veliz, L. A., Urteaga Condori, G., & Vasquez Holgado, E. M. (2023). A systematic review of the impact of smart ports in relation to SDG 9 in the period 2015 – 2023. Proceedings of the 3rd LACCEI International Multiconference on Entrepreneurship, Innovation and Regional Development (LEIRD 2023): “Igniting the Spark of Innovation: Emerging Trends, Disruptive Technologies, and Innovative Models for Business Success.” https://doi.org/10.18687/LEIRD2023.1.1.369

Cuong, T. N., Kim, H.-S., Long, L. N. B., & You, S.-S. (2024). Seaport profit analysis and efficient management strategies under stochastic disruptions. Maritime Economics & Logistics, 26(2), 212–240. https://doi.org/10.1057/s41278-023-00271-z

Jun, W. K., Lee, M.-K., & Choi, J. Y. (2018). Impact of the smart port industry on the Korean national economy using input-output analysis. Transportation Research Part A: Policy and Practice118, 480–493. https://doi.org/10.1016/j.tra.2018.10.004

Makkawan, K., & Muangpan, T. (2021). A Conceptual Model of Smart Port Performance and Smart Port Indicators in Thailand. Journal of International Logistics and Trade, 19(3), 133–146. https://doi.org/10.24006/jilt.2021.19.3.133

Molavi, A., Lim, G. J., & Race, B. (2020). A framework for building a smart port and smart port index. International Journal of Sustainable Transportation, 14(9), 686–700. https://doi.org/10.1080/15568318.2019.1610919

Park, N. Kyu. (2022). Smart Port Management and Strategy. Bentham Science Publishers.

Russo, F., & Musolino, G. (2023). Methodologies for Sustainable Development of TEN-T/RFC Corridors and Core Ports: Economic Impacts Generated in Port-Related Areas (pp. 515–526). https://doi.org/10.1007/978-3-031-37123-3_35

Yau, K.-L. A., Peng, S., Qadir, J., Low, Y.-C., & Ling, M. H. (2020). Towards Smart Port Infrastructures: Enhancing Port Activities Using Information and Communications Technology. IEEE Access, 8, 83387–83404. https://doi.org/10.1109/ACCESS.2020.2990961

Zhou, L., & Suh, W. (2024). A Comprehensive Study on Static and Dynamic Operational Efficiency in Major Korean Container Terminals Amid the Smart Port Development Context. Sustainability, 16(13), 5288. https://doi.org/10.3390/su16135288

Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha untuk Infrastruktur Transportasi: Tantangan bagi Pertumbuhan Ekonomi dan Penyediaan Layanan bagi Masyarakat

Sektor konstruksi menyumbang sekitar 9,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun 2023, menjadikannya sektor terbesar kelima dalam kontribusi ekonomi Indonesia (BPS, 2024). Namun, di balik kontribusi tersebut, kebutuhan investasi di sektor infrastruktur sangat besar dan tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh anggaran negara. Di sinilah peran Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) menjadi krusial dalam menjembatani kesenjangan pendanaan tersebut. Demikian disampaikan oleh Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D, Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM) pada webinar Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha untuk Infrastruktur Transportasi: Tantangan bagi Pertumbuhan Ekonomi dan Penyediaan Layanan bagi Masyarakat. Webinar diselenggarakan Rabu, 23 April 2025 pukul 08.45 – 11.30 WIB sebagai kerjasama PT Hutama Karya (Persero) dengan Pustral UGM.

Webinar menghadirkan Budi Harta, Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) sebagai keynote speaker, serta para pembicara Reynaldi Hermansjah, Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero); Andry Setiawan, Managing Director of Investment Indonesia Investment Authority (INA); Eka Setya Adrianto, Direktur Keuangan PT Hutama Karya (Persero). Webinar juga menghadirkan Prof. Dr. Danang Parikesit, Tim Ahli Pustral UGM, serta Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM selaku moderator.

Selanjutnya Ikaputra menyampaikan bahwa KPBU hadir sebagai solusi untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan sektor swasta. Dalam skema ini, pembagian tanggung jawab dalam pendanaan, desain, konstruksi, hingga pemeliharaan infrastruktur dapat dilakukan secara lebih efisien dan berkelanjutan. Tentu saja, implementasinya tidak luput dari tantangan seperti pembebasan lahan, alokasi risiko, dan peningkatan kapasitas kelembagaan. Oleh karena itu, diskusi hari ini sangat penting untuk mengeksplorasi model inovatif, kerangka hukum, hingga skema pembiayaan yang dapat menjawab berbagai tantangan tersebut.

Reynaldi Hermansjah menyampaikan peran strategis PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dalam pendanaan dan pengembangan infrastruktur transportasi di Indonesia. PT SMI sebagai BUMN, memiliki peran strategis dalam membiayai dan mengembangkan infrastruktur di Indonesia, khususnya sektor transportasi, dengan menyediakan skema pembiayaan komersial, publik, dan jasa konsultasi. Sejak 2011 hingga Maret 2025, PT SMI telah mendampingi 30 proyek KPBU, termasuk jalan tol Trans Sumatera dan Trans Jawa, serta proyek transportasi perkotaan seperti LRT Palembang dan Jabodebek, dengan total nilai proyek mencapai sekitar Rp 125 triliun. Meskipun menghadapi tantangan seperti biaya operasional tinggi dan jaringan transportasi massal yang terbatas, PT SMI mengatasi hal ini dengan model pembiayaan inovatif dan mendorong partisipasi swasta, menekankan pentingnya dokumen prastudi kelayakan yang kredibel, alokasi risiko optimal, dan komitmen pemangku kepentingan dalam keberhasilan KPBU.

Andry Setiawan membahas pengelolaan dana investasi untuk mendorong partisipasi pihak internasional dalam pendanaan infrastruktur transportasi. Hingga saat ini, INA bersama mitra investor telah menyalurkan lebih dari Rp45 triliun ke berbagai BUMN untuk mendukung capital recycling guna membiayai proyek-proyek baru. Investasi ini meliputi sektor energi terbarukan (Rp7,3 triliun), infrastruktur digital (Rp12,1 triliun), kesehatan (total Rp3,6 triliun), jalan tol (Rp21,8 triliun), dan pelabuhan (Rp1,5 triliun). Melalui skema seperti IPO, investasi langsung, dan platform infrastruktur, INA turut memperkuat kepercayaan investor asing, seperti Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), dan bertindak sebagai mitra terpercaya serta manajer investasi yang menciptakan nilai melalui pengelolaan aset dan strukturisasi transaksi. Peran ini menunjukkan posisi unik INA dalam ekosistem investasi Indonesia, dengan reputasi profesional, independen, serta berorientasi pada pembentukan kerja sama jangka panjang antara sektor publik dan swasta.

Kemudian, Eka Setya Adrianto menyampaikan strategi pengelolaan pendanaan dan kerja sama pengembangan pada proyek infrastruktur transportasi di PT Hutama Karya (Persero). Infrastruktur mempunyai peran sebagai katalis pertumbuhan ekonomi dan penyedia layanan masyarakat, sejalan dengan RPJMN 2025–2029 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% dan pengurangan kemiskinan secara signifikan. PT Hutama Karya, yang telah bertransformasi dari perusahaan jasa konstruksi menjadi pengembang infrastruktur nasional, menjadi aktor kunci dalam pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Dengan panjang ±2.854 km dan nilai investasi sekitar Rp624 triliun, hingga Maret 2025 telah terbangun 1.064 km tol, termasuk 879 km ruas yang telah beroperasi. Meskipun layak secara ekonomi, JTTS masih belum layak secara finansial, sehingga memerlukan skema pendanaan campuran seperti Penyertaan Modal Negara (PMN), asset recycling, obligasi/sukuk, dan Pinjaman Bank/Non-Bank, serta model pengembalian investasi berbasis layanan (PBBL). Keberhasilan proyek ini tidak hanya memperkuat konektivitas wilayah Sumatera, tetapi juga menjadi contoh penting bagaimana infrastruktur dapat dioptimalkan melalui sinergi antara BUMN, kebijakan negara, dan inovasi pendanaan.

Webinar dihadiri oleh sekitar 3000 peserta yang hadir melalui link zoom dan youtube Pustral UGM dan PT Hutama Karya. Webinar memberikan 3 buah buku seri Kajian Kritis Pengembangan Jalan Tol di Indonesia kepada 3 penanya terbaik. (DAK)

Distribusi Logistik Dibatasi saat Libur Lebaran demi Keselamatan Pemudik

Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada, Ir. Joewono Soemardjito, ST, M.Si., mengatakan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang ini memang bertujuan menjaga keselamatan pemudik selama melakukan perjalanan. Namun begitu menurutnya pemerintah perlu meneliti lebih cermat dalam penerapan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang terkait dengan dampaknya bagi para pelaku usaha.

Foto : Freepik

Beruta selengkapnya: www.ugm.ac.id

Menyiapkan Transportasi Lebaran

Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc

Sebentar lagi kita akan menghadapi hajatan besar, yaitu momen lebaran 2025. Seperti tahun-tahun sebelumnya, salah satu kebutuhan penting dalam lebaran adalah penyediaan fasilitas transportasi, baik darat, laut, maupun udara. Tahun ini, perjalanan lebaran diperkirakan sebesar 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia, turun 24 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik sesuai prediksi Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan. Puncak arus mudik diperkirakan tanggal 26-28 Maret dan arus balik diperkirakan tanggal 6-7 April 2025.

Berbagai program Pemerintah melalui kementerian terkait telah disiapkan untuk mengantisipasi momen lebaran, yang secara umum berupa penyiapan sarana, prasarana dan manajemen. Penyiapan sarana berupa penambahan armada angkutan umum baik moda jalan/bus, laut/kapal, udara/pesawat, maupun kereta api. Penyiapan prasarana berupa kondisi jalan, lintasan kereta, bandara, pelabuhan, termasuk penyiapan kantong-kantor parkir, rest area dan sebagainya. Manajemen transportasi diantaranya melalui penetapan diskon tarif angkutan umum untuk masyarakat, angkutan mudik gratis, pembatasan angkutan barang, maupun program work from anywhere (WFA) yang diinisiasi bersama kementerian lain untuk mengurangi penumpukan pergerakan.

Pertanyaannya, apakah program-program yang disiapkan tersebut akan mampu menjadikan momen lebaran tahun ini dapat berjalan dengan selamat, aman, dan lancar sebagaimana yang diharapkan Pemerintah dan masyarakat? Belajar dari lebaran tahun-tahun sebelumnya, meskipun setidaknya ada 2 isu penting yang harus diantisipasi oleh pemerintah dan jajaran terkait. Pertama adalah kecelakaan, terutama jalan raya. Data Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengungkapkan bahwa secara nasional kecelakaan lalu lintas pada musim lebaran tahun 2024 adalah 1.835 dengan jumlah korban jiwa 281 orang dan luka berat 317 orang. Angka kecelakaan tersebut sesungguhnya sudah mengalami penurunan sekitar 15% dibandingkan tahun 2023. Hal ini tentu menggembirakan, walaupun harus terus dilakukan upaya agar tingkat kecelakaan dapat ditekan hingga seminimal mungkin. Yang perlu diwaspadai adalah kecelakaan pada ruas jalan tol yang terindikasi memiliki tingkat fatalitas tinggi sebagaimana yang terjadi pada Jalan Tol Jakarta – Cikampek tahun lalu.

Kedua adalah kemacetan, terutama pada simpul-simpul transportasi seperti pelabuhan penyeberangan. Tahun lalu, di Pelabuhan Merak terjadi kemacetan panjang karena tingginya arus kendaraan yang akan melakukan perjalanan dari Jawa ke Sumatera. Penulis sebagai salah satu pelaku mudik mengalami kemacetan hingga sekitar 20 jam dihitung dari masuk tol hingga naik kapal penyeberangan. Sumber dari PT ASDP menyebutkan permasalahan yang terjadi cukup rumit karena besarnya jumlah kendaraan yang akan lewat, yaitu sekitar 20.000 pada waktu yang sama, hampir menyamai kapasitas harian yang dimiliki sebesar sekitar 25.000 kendaraan. Selain itu, cuaca buruk juga mempengaruhi frekuensi perjalanan ferry sehingga volume yang dapat diangkut menurun.

Kedua isu tersebut memang memerlukan penanganan yang serius, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang. Berbagai program yang disiapkan pemerintah dalam masa lebaran sesungguhnya adalah program jangka pendek yang disiapkan untuk mengatasi permasalahan sesaat yang mungkin tidak mampu mengatasi akar permasalahan yang terjadi. Dalam jangka menengah dan panjang diperlukan upaya perubahan perilaku pengemudi agar tingkat kecelakaan dapat menurun. Hal ini diperlukan karena faktor pengemudi adalah faktor utama penyebab kecelakaan, sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Perhubungan tahun 2022, yaitu sebesar 28 persen.

Kemudian terkait kemacetan di simpul, memang perlu melihat apakah kapasitas layanan sarana dan prasarana yang disediakan sudah optimal atau belum. Karena kapasitas dermaga memiliki keterbatasan dari sisi kemampuan menampung kapal yang akan bersandar. Penambahan kapasitas dari sisi infrastruktur memerlukan kajian matang dengan memperhatikan tingkat kelayakan berdasar demand di masa mendatang. Pengaturan operasional adalah hal yang paling memungkinkan dalam jangka pendek dan menengah, dikombinasikan dengan program WFA sehingga volume puncak penumpang dapat diturunkan.

Harapannya memang, pergerakan pada masa lebaran dapat diantisipasi dengan berbagai program yang telah disiapkan, dengan tidak lupa menyiapkan mitigasi pada jangka menengah maupun panjang.

 

Foto: JawaPos

Artikel ini telah dimuat dalam Opini Jawa Pos, edisi Selasa, 25 Maret 2025

Belajar dari MRT Jakarta dan dan Proyek Strategis Nasional: Webinar Pustral UGM Bahas Strategi Modern dalam Manajemen Proyek Infrastruktur Transportasi

Pembangunan infrastruktur transportasi merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pembangunan. Proyek-proyek seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara tidak hanya meningkatkan konektivitas antarwilayah, tetapi juga mengurangi biaya logistik serta mendorong sektor pariwisata. Kompleksitas proyek infrastruktur berskala besar menuntut pendekatan manajemen yang inovatif dan terintegrasi agar berjalan secara efektif dan efisien.

Hal tersebut disampaikan oleh Ir. Ikaputra, Ph.D., Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, dalam webinar bertajuk “Manajemen Proyek yang Modern dalam Pembangunan Infrastruktur Transportasi: Strategi untuk Keberhasilan Implementasi dan Keberlanjutan” pada Selasa, 25 Maret 2025.

Webinar yang berlangsung pukul 08.45–11.45 WIB ini menghadirkan para ahli di bidangnya, yaitu Weni Maulina (Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta), Ir. Wahyu Utomo, M.S., Ph.D. (Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Percepatan Infrastruktur dan Investasi), serta Dr. Adi Prasetyo, M.Eng. (PM), MPU, PMP, PRINCE2 (Presiden Prince2 Project Management Association Indonesia). Acara ini dipandu oleh Prof. Dr.-Techn. Ir. Danang Parikesit, M.Sc. (Eng.), IPU., APEC. Eng., QRGP, Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM sekaligus Tim Ahli Pustral UGM.

Dalam pemaparannya, Weni Maulina menjelaskan bahwa PT MRT Jakarta memiliki tiga mandat utama, yaitu pengembangan infrastruktur, operasi dan pemeliharaan, serta pengembangan bisnis dan Transit Oriented Development (TOD). MRT Jakarta hadir sebagai solusi atas permasalahan kemacetan, polusi udara, dan kerugian ekonomi akibat ketidakefisienan transportasi di ibu kota.

Pembangunan MRT Jakarta menghadapi berbagai tantangan, mulai dari perencanaan ruang bawah tanah yang kompleks, kondisi tanah lunak, perlindungan bangunan bersejarah, hingga manajemen lalu lintas selama konstruksi. Untuk mengatasi risiko tersebut, PT MRT Jakarta menerapkan pendekatan manajemen risiko yang terstruktur, mencakup identifikasi, analisis, respons, dan pemantauan risiko secara berkala. Selain itu, berbagai strategi mitigasi risiko juga diterapkan, seperti akuisisi lahan sejak dini, investigasi tanah yang mendalam, serta sistem kontrak berbasis paket kerja untuk memastikan proyek berjalan sesuai target. Di luar tantangan tersebut, MRT Jakarta memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan, termasuk peningkatan nilai properti, pengembangan hunian terjangkau, serta penciptaan lapangan kerja dalam skema TOD.

Sementara itu, Wahyu Utomo, Ph.D. membahas pengelolaan risiko dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di bidang infrastruktur. Ia menyoroti pendekatan PMI Risk Management, yang mencakup empat tahap utama: identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi risiko, serta kontrol dan pemantauan risiko. Risiko utama yang sering dihadapi dalam PSN meliputi pengadaan lahan, aspek finansial, regulasi, dampak lingkungan dan sosial, serta tantangan operasional dan konstruksi.

Untuk mengatasi risiko tersebut, pemerintah mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta memanfaatkan peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia dalam meningkatkan kelayakan kredit proyek. Wahyu juga menyoroti beberapa proyek PSN yang berhasil mengatasi tantangan risiko, seperti SPAM Umbulan, Tol Serang–Panimbang, dan Tol Balikpapan–Samarinda. Keberhasilan proyek-proyek ini dicapai melalui koordinasi lintas instansi, penerapan early warning system, serta penjaminan pendapatan minimum. Evaluasi keberhasilan proyek dilakukan secara berkala dengan mempertimbangkan ketepatan waktu, efisiensi anggaran, kualitas infrastruktur, serta dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat.

Sebagai pembicara ketiga, Dr. Adi Prasetyo membahas tantangan utama dalam manajemen proyek infrastruktur skala besar. Ia menyoroti konsep “The Iron Law of Megaprojects“, yang menjelaskan bahwa proyek-proyek besar cenderung mengalami keterlambatan serta pembengkakan biaya.

Menurut Adi, proyek infrastruktur yang sukses tidak hanya diukur dari pencapaian output fisik, tetapi juga dari manfaat jangka panjang yang dihasilkan. Dalam perencanaannya, pendekatan berbasis data dan analisis risiko mendalam menjadi kunci untuk menghindari bias perencanaan yang sering kali menyebabkan proyek gagal mencapai target.

Penelitian dari Prof. Bent Flyvbjerg mengidentifikasi sepuluh bias dalam perencanaan dan manajemen proyek, di antaranya bias optimisme (cenderung meremehkan risiko), bias representasi strategis (manipulasi informasi proyek), dan bias eskalasi komitmen (tetap melanjutkan proyek meskipun tidak menguntungkan). Oleh karena itu, webinar ini menekankan pentingnya penerapan strategi berbasis data, peningkatan transparansi, serta evaluasi menyeluruh untuk menjamin keberhasilan proyek infrastruktur transportasi.

Webinar ini dihadiri oleh 1.335 peserta yang bergabung melalui Zoom Meeting serta kanal YouTube Pustral UGM. Sebagai bentuk apresiasi, doorprize diberikan kepada tiga penanya terbaik, berupa buku “Kapita Selekta Pengembangan Pelabuhan di Indonesia”.

Melalui diskusi yang mendalam, webinar ini menegaskan bahwa manajemen proyek infrastruktur transportasi membutuhkan pendekatan yang terintegrasi, berbasis data, dan berorientasi pada keberlanjutan. Pengalaman dari MRT Jakarta dan Proyek Strategis Nasional menjadi pelajaran berharga dalam membangun infrastruktur transportasi yang lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan di masa depan. (Udin Ns)

Antisipasi Kemacetan dan Kecelakan, Pemudik Diminta Tertib Berlalu Lintas

Pakar Transportasi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr.Dewanti memandang perlu persiapan dan antisipasi persoalan lalu lintas yang akan terjadi selama periode mudik lebaran.

Dalam pandangan Dewanti, jalan tol masih menjadi andalan bagi pemudik yang menggunakan mobil pribadi maupun bis antar kota antar provinsi (AKAP). Berbagai evaluasi rekayasa lalu lintas yang sudah diterapkan pemerintah selama ini dalam mengatur arus mudik tentunya menjadi pertimbangan dalam mengelola arus lalulintas mudik di jalan tol tahun 2025 ini. “Pemberlakuan jalan satu arah atau one way maupun contra flow hendaknya diberlakukan pada ruas jalan tol yang tidak terlalu panjang untuk mengurangi potensi kecelakaan yang timbul di jalan tol serta meminimalkan dampak kemacetan yang ditimbulkan di jalan non tol.”

Foto: Antara

Berita selengkapnya: www.ugm.ac.id

Karut Marut di Lempuyangan

Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc[1]

[1] Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM

Kereta api merupakan jenis sarana transportasi yang sedang naik daun. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penumpang kereta api di beberapa stasiun di DIY (Wates, Yogyakarta, Lempuyangan, Maguwo dan Yogyakarta International Airport) pada tahun 2023 secara total adalah sebesar 9.880.950 orang, yang terdiri dari 3.325.510 penumpang KRL/KRD dan 6.555.440 orang non KRL/KRD atau penumpang KA Jarak Jauh termasuk KA Bandara. Jumlah tersebut meningkat tajam dari penumpang tahun 2022 sebesar 6.805.370 orang atau terjadi peningkatan sekitar 45,2%.

Terlepas dari kondisi pasar yang sedang recovery setelah pandemi, profil tersebut menunjukkan bahwa moda KA telah menjadi salah satu pilihan utama dalam perjalanan baik dalam kota maupun antar kota di Jawa. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa para pelaku perjalanan cukup puas dengan layanan yang telah diberikan oleh moda kereta api.

Namun demikian, masih terdapat pekerjaan rumah yang cukup penting untuk diperhatikan, salah satunya pengaturan di stasiun, khususnya Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Stasiun ini adalah stasiun kedua terbesar setelah Stasiun Yogyakarta (lebih dikenal dengan Stasiun Tugu), dengan volume penumpang pada tahun 2023 sebesar 2.136.690 yang terdiri dari 800.600 penumpang KRL/KRD dan 1.336.090 penumpang non KRL/KRD.

Peruntukan stasiun ini sebagian besar adalah untuk stasiun penumpang kelas ekonomi, KRL/KRD dan angkutan barang. Hal ini menunjukkan bahwa Stasiun Lempuyangan adalah stasiun yang sangat penting untuk mendukung pergerakan penumpang dan barang di Yogyakarta dan sekitarnya. Meskipun demikian, pengalaman menggunakan kereta api dari Stasiun Lempuyangan memunculkan kesan adanya karut marut yang memerlukan penanganan serius.

Kebutuhan pengaturan di stasiun ini paling tidak mencakup 3 hal. Pertama, akses menuju stasiun. Saat ini akses menuju stasiun hanya ada satu baik untuk keberangkatan maupun kedatangan yang berada pada satu garis lurus. Hal ini menjadikan ruas tersebut rawan mengalami kemacetan pada saat-saat keberangkatan dan kedatangan kereta yang berdekatan. Hal ini diperparah dengan adanya perlintasan kereta api sebidang yang berada di salah satu pintu masuk dari arah barat/utara. Bagi para calon penumpang naik, hal ini tentu menjadi permasalahan ketika waktu keberangkatan sudah dekat sehingga berpotensi ketinggalan kereta.

Kedua, parkir yang kurang tertata. Ruas jalan yang tidak terlalu lebar di depan stasiun masih ditambah beban dengan parkir kendaraan roda 4 di sisi utara dan roda 2 di sisi selatan. Hal ini menambah kemacetan untuk menuju pintu masuk maupun pintu keluar yang mengurangi kenyamanan baik bagi para pelaku perjalanan, pengantar, maupun penjemput. Sisi pintu masuk keberangkatan yang berada pada posisi ujung ruas jalan juga menjadi permasalahan tersendiri bagi para penumpang yang akan berangkat terutama ketika waktu keberangkatan sudah hampir tiba.

Ketiga, banyaknya pelanggaran oleh pengendara roda dua yang melawan arah. Ruas jalan depan stasiun adalah jalan searah dari barat ke timur, namun seringkali ditemui banyak pengendara roda 2 yang melawan arus. Hal ini kerapkali dilakukan secara bersama-sama, sehingga menjadikan pihak yang benar seringkali sungkan atau takut untuk menegur.

Permasalahan-permasalahaan tersebut memperlihatkan adanya kompleksitas pengaturan yang memerlukan kerjasama dengan berbagai pihak. Hal ini dikarenakan sebagian masalah tersebut sesungguhnya tidak berada pada wilayah stasiun, namun pada kawasan sekitar stasiun yang bukan merupakan kewenangan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) sebagai pengelola. Pengaturan jalan akses dan parkir badan jalan menjadi kewenangan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, sementara penegakan hukum bagi para pelanggar lalulintas merupakan kewenangan Polri.

Tentu para pihak terkait bukan tidak mengetahui mengenai permasalahan tersebut, hanya saja tingkat kompleksitas masalah memang cukup rumit sehingga belum memberikan hasil yang optimal. Terobosan mungkin dapat dilakukan oleh PT KAI melalui manajemen aset yang dimiliki, misalnya perluasan lahan parkir maupun pemindahan angkutan barang ke stasiun di luar daerah. Selain mengoptimalkan angkutan penumpang, hal ini dapat memberi peluang penambahan akses menuju stasiun apabila dimungkinkan. Tentu semua terpulang kepada para stakeholders yang terkait untuk memberikan layanan yang terbaik bagi pengguna.

Artikel ini telah tayang di Opini Kedaulatan Rakyat, 23 Desember 2024

Sumber gambar: radarjogja

Pita Penggaduh di Jalan Raya: Berkah atau Musibah?

Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc[1]

[1] Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM

Beberapa waktu yang lalu di media sosial beredar video dua motor yang bertabrakan pada dini hari. Keterangan video tersebut menyebutkan bahwa terdapat korban yang meninggal dunia pada kecelakaan tersebut. Beberapa waktu kemudian juga beredar video seseorang yang tengah tergeletak di jalan, sepertinya kejadian pada sore hari ketika lalulintas tengah ramai. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai korban pada kejadian tersebut.

Yang menarik perhatian adalah, kedua kejadian tersebut terjadi pada lokasi yang sama, yaitu Jalan Kaliurang, tepatnya samping Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada. Penyebab kecelakaan diperkirakan juga sama, yaitu menghindari polisi tidur kecil-kecil yang berjejer selang-seling pada separuh badan jalan di sepanjang ruas jalan tersebut. Kejadian tersebut wajar menimbulkan pertanyaan, sudah tepatkan pemasangan alat pengatur lalulintas semacam itu?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu harus didefinisikan apa jenis alat pengatur lalulintas yang dimaksud. Apabila mencermati Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan yang diperbaharui melalui PM 14/2021, alat pengatur tersebut adalah pita penggaduh yang bernama rumble strip yang merupakan bagian dari alat pengaman pengguna jalan.

Pita penggaduh sebagaimana disebutkan pada Pasal 33 PM 82/2018 memiliki beberapa fungsi, yaitu mengurangi kecepatan kendaraan, mengingatkan pengemudi tentang objek di depan yang harus diwaspadai, melindungi penyeberang jalan, dan mengingatkan pengemudi akan lokasi rawan kecelakaan. Memperhatikan fungsi tersebut, tentu keseluruhannya bertujuan untuk meningkatkan keselamatan baik pengendara maupun para pengguna jalan lainnya. Lalu mengapa fungsi yang ideal tersebut justru menimbulkan ekses negatif yang tidak diharapkan?

Beberapa hal dapat diperkirakan sebagai penyebab. Pertama, desain dari pita penggaduh tidak sesuai dengan ketentuan. Dalam peraturan menteri telah diatur dengan jelas bagaimana desain untuk pemasangan pita penggaduh, baik dari bahan, dimensi dan sebagainya. Aturan tersebut tentu sudah didasarkan pada kajian, sehingga dapat berfungsi dengan baik tanpa harus menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan.

Dalam penerapannya, desain tersebut tidak selamanya diikuti, misalnya dalam bentuk ketinggian, panjang, maupun bahan yang digunakan. Penyimpangan tersebut dapat berimplikasi pada terjadinya dampak yang tidak diinginkan, misalnya kecelakaan maupun kerusakan pada kendaraan. Pada beberapa kasus, desain yang tidak sesuai standar juga dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan pengemudi, misalnya terjadinya kerusahan syaraf tulang belakang karena goncangan.

Penyebab kedua, perilaku pengemudi yang tidak sesuai dengan ketentuan. Tujuan pemasangan pita penggaduh salah satunya adalah untuk menurunkan kecepatan pengemudi. Masalahnya, tidak semua pengemudi memahami atau memahami namun tidak mau melaksanakan tujuan tersebut. Akibatnya, pengemudi tetap menjalankan kendaraan pada kecepatan normal dengan cara menghindari pita penggaduh apabila dimungkinkan.

Pada kasus yang disebutkan pada awal tulisan, terjadinya kecelakaan disebabkan oleh kombinasi kedua hal tersebut. Desain pita penggaduh dibuat hanya pada separuh badan jalan secara berselang-seling, sehingga menyebabkan pengendara cenderung untuk bermanuver menghindar pada sisi jalan lainnya. Hal ini seringkali tidak hanya dilakukan oleh kendaraan roda dua, namun juga kendaraan roda empat, walaupun hanya sebagian roda yang dapat menikmati kondisi tanpa goncangan. Dapat dibayangkan apabila hal tersebut dilakukan bersamaan oleh kendaraan yang datang dari kedua arah, terjadinya kecelakaan hampir pasti akan terjadi, apalagi apabila kendaraan tersebut melaju dengan kecepatan tinggi.

Apa yang harus dilakukan agar kejadian tersebut tidak berulang kembali, tentu kembali ke penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Pada jangka pendek, harus dilakukan pemeriksaan desain pita penggaduh agar sesuai dengan standar, misalnya yang dipasang pada Jalan Kaliurang juga Jalan Ngampilan yang terindikasi kurang memenuhi standar. Yang kedua, yang memerlukan penanganan jangka panjang adalah perubahan perilaku pengemudi. Perlu dicamkan bahwa pita penggaduh tujuannya untuk alat pengaman dan meningkatkan keselamatan pelaku perjalanan, bukan untuk dihindari dan diakali keberadaannya.

Artikel ini telah tayang di Opini Kedaulatan Rakyat, 17 Maret 2025

Sumber gambar: rri.co.id

Biaya Logistik Nasional Masih Tinggi, Pemerintah Diminta Perbaiki Infrastruktur Pelabuhan dan Maksimalkan Muatan Kapal

Joewono Soemardjito, peneliti dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, menyatakan bahwa tingginya biaya logistik di Indonesia merupakan konsekuensi dari kondisi geografis negara yang terdiri dari lebih dari 17.500 pulau, sehingga distribusi barang dan komoditas harus mengandalkan transportasi antarpulau. Untuk menekan biaya logistik dari aspek transportasi, beberapa langkah dapat dilakukan, seperti mengkonsolidasikan muatan di daerah produksi guna meningkatkan volume pengiriman sehingga tarif angkutan barang bisa ditekan. Selain itu, peningkatan infrastruktur pelabuhan dengan menambah fasilitas tertentu juga dapat mempercepat proses bongkar muat barang, baik dari maupun ke kapal.

Foto: pelindo.co.id

Berita selengkapnya: www.ugm.ac.id