Seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di Indonesia, upaya untuk mengintegrasikan pengembangan infrastruktur dengan pembangunan berkelanjutan semakin banyak dibahas dan dijadikan sebagai dasar pertimbangan. Pengembangan infrastruktur berkelanjutan, termasuk di dalamnya adalah infrastruktur transportasi, tidak hanya difokuskan kepada bagaimana pergerakan orang dan barang dapat difasilitasi secara efisien, namun juga efek dari kegiatan pembangunan tersebut terhadap kawasan dan wilayah yang dilewati oleh infrastruktur tersebut, termasuk pada pergerakan satwa liar dengan membangun koridor satwa. Demikian disampaikan oleh Ir. Ikaputra, M.Eng, Ph.D selaku Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM pada pembukaan seminar terbatas “Pengembangan Infrastruktur Transportasi Berkelanjutan dalam Kawasan Habitat Satwa Liar yang Dilindungi” pada hari Kamis, 8 Agustus 2024 di Hotel Santika, Yogyakarta. Seminar terbatas berlangsung pukul 09.00 – 16.00 terbagi dalam 2 sesi.
Selanjutnya disampaikan bahwa Pemerintah Indonesia sudah menetapkan kebijakan tentang koridor satwa baik dalam bentuk Inpres, Permen mapun Peraturan Dirjen pada Kementerian KLHK. Salah satu pasal dalam peraturan tersebut menjelaskan tentang prinsip pembangunan hijau atau green infrastructure untuk mendukung kawasan yang mempunyai nilai keanekaragaman hayati tinggi di area lintasan habitat satwa liar. Pada level daerah, kebijakan tersebut juga sudah ditetapkan misalnya di Provinsi Kalimantan Tengah. Di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang RTRWP 2022-2042 Kalimantan Tengah telah diatur aspek ketersambungan habitat melalui ketentuan khusus terkait jalur migrasi satwa liar. Jalur migrasi satwa liar ini diperuntukkan dapat mengakomodasi ketersambungan untuk pergerakan satwa liar untuk menjamin keutuhan siklus hidup dari metapopulasi yang dalam gilirannya akan memfasilitasi pertukaran aliran genetika satwa liar secara alami. Peraturan tersebut telah diterapkan secara nyata di Indonesia, misalnya pada Terowongan perlintasan gajah pada ruas tol Pekanbaru – Dumai. Di negara tetangga Singapura, pembangunan infrastruktur serupa telah dibangun pada Ecolink@BKE di Bukit Timah – Singapura.
Sesi pertama seminar menampilkan Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D., beliau adalah Direktur Perencanaan & Pengembangan Proyek Infrastruktur Prioritas Nasional (P3IPN) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dengan tema paparan “Kebijakan pengembangan infrastruktur prioritas nasional”. Selanjutnya, Probo Wresni Adji, S. Hut., M.PA, selaku Kepala Sub Direktorat Penguatan Fungsi dan Pembangunan Strategis Kawasan Konservasi pada Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan paparan berjudul “Strategi tata kelola pembangunan di kawasan konservasi SDA & ekosistem”. Pemateri ketiga adalah Boby Ali Azhari, S.T., M.Sc, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wilayah I (BPIW), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menyampaikan paparan “Kebijakan pengembangan infrastruktur wilayah regional Kalimantan”.
Beberapa poin penting dari sesi pertama adalah 1) Pembangunan infrastruktur perlu memerhatikan keterkaitan antara aspek (pertumbuhan) ekonomi, keterlindungan lingkungan dan juga dimensi sosial, 2) Terdapat banyak praktik baik terkait pembangunan infrastruktur berkelanjutan yang mengakomodasi aspek lingkungan hidup (termasuk juga satwa liar di dalamnya), perlu dorongan untuk mengadopsi praktik baik ini yang disesuaikan dengan kondisi dan konteks wilayah, 3) Proses perencanaan infrastruktur yang berkelanjutan juga perlu mengubah paradigma terkait perencanaan dan penganggaran karena memasukkan aspek biaya lingkungan, 4) Perlu upaya bersama untuk merubah cara pandang, pandekatan dan panduan perencanaan dan penganggaran projek pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan (terutama yang melewati habitat satwa liar yang terfragmentasi), 5) Perlu mekanisme kuantifikasi atas pengaruh dari Pembangunan infrastruktur terhadap kondisi lingkungan agar proses perencanaan (dan penganggaran) berjalan sebagaimana yang diharapkan, dan 6) Ketegasan penegak hukum menjadi penting dan dibutuhkan untuk memastikan bahwa apa yang direncanakan dan dianggarkan memang sesuai dengan apa yang dibutuhkan
Pada sesi kedua dibuka oleh Dr. Ir. Agus Prabowo, M.Eng., Staf Khusus Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang Pengadaan Barang dan Jasa (PUPR), menyampaikan paparan “Strategi pengembangan infrastruktur transportasi berkelanjutan di kawasan habitat satwa liar (staf khusu Menteri PUPR)”. Selanjutnya Dr. Dyah Rahmawati Hizbaron, S.Si., M.T., M.Sc., Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni Fakultas Geografi UGM menyampaikan paparan “Nature-based Solution (NbS) sebagai strategi baru pengembangan wilayah”. Sebagai penutup, Dr. Dewanti., MS, selaku Sekretaris Pustral UGM dan pengajar pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM menyampaikan paparan “Pembangunan Infrastruktur Transportasi yang Berkelanjutan”.
Beberapa kesimpulan diskusi sesi kedua adalah 1) Pembangunan infrastruktur transportasi berkelanjutan harus mempertimbangkan prinsip Economically viable, Socially acceptable, Environmentally sound, Politically correct dan Aesthetically pleasing, 2) Pembangunan infrastruktur tidak saja mempertimbangkan prinsip rules/regulation driven tapi juga mission-driven agar apa yang dicita-citakan bisa terwujud, 3) Infrastruktur transportasi berkelanjutan agar bisa terwujud maka perlu ‘biaya ekstra’, aspek non-teknis seringkali lebih besar aspek teknis di dalam mewujudkan infrastruktur tersebut, 4) ‘Exert pressure’ perlu diintegrasikan ke dalam proses perencanaan dan tata kelola agar infrastruktur yang direncanakan (termasuk aspek tata kelola habitat satwa) bisa terwujud, 5) Perlu perubahan berpikir: dari anthropocentric (manusia adalah pusat kehidupan/kegiatan) ke ecocentric (manusia dan ciptaanNya yang lain hidup berdampingan) dan idealnya mengarah ke anthropocene (bahwa kehidupan manusia tidak lagi dipengaruhi oleh kondisi di mana dia berada, tapi justru manusia sudah menentukan nasib bumi/dunia), 6) Hal yang dapat dilakukan untuk mewujudkan infrastruktur transportasi berkelanjutan manakala anggaran yang tersedia (kapasitas fiscal terbatas) diantaranya adalah creative financing, creative funding, PPP, naming rights, crowdfunding, dan crowdsourcing.
Sesi diskusi dipandu oleh R. Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si., beliau adalah Tenaga Ahli Pustral UGM dan pengajar Departemen Sosiologi Fisipol UGM pada sesi 1 dan Doddy Aditya Iskandar, ST, MCP, Ph.D, Tenaga Ahli Pustral UGM dan pengajar pada Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik UGM pada sesi 2. Seminar dihadiri oleh para pemangku kepentingan yang meliputi 1) Perwakilan pemerintah daerah tingkat Provinsi di Kalimantan Tengah, Jawa Tengah dan DIY, yang terdiri dari badan perencanaan beserta litbang, unit kerja yang bertanggungjawab terhadap tata kelola pengembangan infrastruktur dan lingkungan hidup serta kehutanan, 2) Akademisi yang berasal dari Kalimantan Tengah, Jawa Tengah dan DIY, terutama yang memiliki latar belakang dan/atau ketertarikan terkait konservasi habitat satwa liar, lingkungan hidup dan/atau kehutanan, dan infrastruktur transportasi berkelanjutan dan pengembangan wilayah, 3) Perwakilan lembaga swadaya masyarakat dan pegiat konservasi yang memiliki kepedulian mengenai pengembangan infrastruktur transportasi berkelanjutan di kawasan habitat satwa liar yang dilindungi.
Pada pertemuan juga ditandatangani Dokumen Kesepahaman terkait pengembangan infrastruktur transportasi berkelanjutan sebagai bagian dari infrastruktur hijau dengan memerhatikan aspek-aspek terkait konektivitas lansekap dan upaya pengurangan fragmentasi habitat di daerah yang sensitif terhadap perubahan iklim dan memiliki peran strategis di dalam pembangunan ekonomi nasional. (DAK/HLT)