Karut Marut di Lempuyangan

Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc[1]

[1] Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM

Kereta api merupakan jenis sarana transportasi yang sedang naik daun. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penumpang kereta api di beberapa stasiun di DIY (Wates, Yogyakarta, Lempuyangan, Maguwo dan Yogyakarta International Airport) pada tahun 2023 secara total adalah sebesar 9.880.950 orang, yang terdiri dari 3.325.510 penumpang KRL/KRD dan 6.555.440 orang non KRL/KRD atau penumpang KA Jarak Jauh termasuk KA Bandara. Jumlah tersebut meningkat tajam dari penumpang tahun 2022 sebesar 6.805.370 orang atau terjadi peningkatan sekitar 45,2%.

Terlepas dari kondisi pasar yang sedang recovery setelah pandemi, profil tersebut menunjukkan bahwa moda KA telah menjadi salah satu pilihan utama dalam perjalanan baik dalam kota maupun antar kota di Jawa. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa para pelaku perjalanan cukup puas dengan layanan yang telah diberikan oleh moda kereta api.

Namun demikian, masih terdapat pekerjaan rumah yang cukup penting untuk diperhatikan, salah satunya pengaturan di stasiun, khususnya Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Stasiun ini adalah stasiun kedua terbesar setelah Stasiun Yogyakarta (lebih dikenal dengan Stasiun Tugu), dengan volume penumpang pada tahun 2023 sebesar 2.136.690 yang terdiri dari 800.600 penumpang KRL/KRD dan 1.336.090 penumpang non KRL/KRD.

Peruntukan stasiun ini sebagian besar adalah untuk stasiun penumpang kelas ekonomi, KRL/KRD dan angkutan barang. Hal ini menunjukkan bahwa Stasiun Lempuyangan adalah stasiun yang sangat penting untuk mendukung pergerakan penumpang dan barang di Yogyakarta dan sekitarnya. Meskipun demikian, pengalaman menggunakan kereta api dari Stasiun Lempuyangan memunculkan kesan adanya karut marut yang memerlukan penanganan serius.

Kebutuhan pengaturan di stasiun ini paling tidak mencakup 3 hal. Pertama, akses menuju stasiun. Saat ini akses menuju stasiun hanya ada satu baik untuk keberangkatan maupun kedatangan yang berada pada satu garis lurus. Hal ini menjadikan ruas tersebut rawan mengalami kemacetan pada saat-saat keberangkatan dan kedatangan kereta yang berdekatan. Hal ini diperparah dengan adanya perlintasan kereta api sebidang yang berada di salah satu pintu masuk dari arah barat/utara. Bagi para calon penumpang naik, hal ini tentu menjadi permasalahan ketika waktu keberangkatan sudah dekat sehingga berpotensi ketinggalan kereta.

Kedua, parkir yang kurang tertata. Ruas jalan yang tidak terlalu lebar di depan stasiun masih ditambah beban dengan parkir kendaraan roda 4 di sisi utara dan roda 2 di sisi selatan. Hal ini menambah kemacetan untuk menuju pintu masuk maupun pintu keluar yang mengurangi kenyamanan baik bagi para pelaku perjalanan, pengantar, maupun penjemput. Sisi pintu masuk keberangkatan yang berada pada posisi ujung ruas jalan juga menjadi permasalahan tersendiri bagi para penumpang yang akan berangkat terutama ketika waktu keberangkatan sudah hampir tiba.

Ketiga, banyaknya pelanggaran oleh pengendara roda dua yang melawan arah. Ruas jalan depan stasiun adalah jalan searah dari barat ke timur, namun seringkali ditemui banyak pengendara roda 2 yang melawan arus. Hal ini kerapkali dilakukan secara bersama-sama, sehingga menjadikan pihak yang benar seringkali sungkan atau takut untuk menegur.

Permasalahan-permasalahaan tersebut memperlihatkan adanya kompleksitas pengaturan yang memerlukan kerjasama dengan berbagai pihak. Hal ini dikarenakan sebagian masalah tersebut sesungguhnya tidak berada pada wilayah stasiun, namun pada kawasan sekitar stasiun yang bukan merupakan kewenangan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) sebagai pengelola. Pengaturan jalan akses dan parkir badan jalan menjadi kewenangan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, sementara penegakan hukum bagi para pelanggar lalulintas merupakan kewenangan Polri.

Tentu para pihak terkait bukan tidak mengetahui mengenai permasalahan tersebut, hanya saja tingkat kompleksitas masalah memang cukup rumit sehingga belum memberikan hasil yang optimal. Terobosan mungkin dapat dilakukan oleh PT KAI melalui manajemen aset yang dimiliki, misalnya perluasan lahan parkir maupun pemindahan angkutan barang ke stasiun di luar daerah. Selain mengoptimalkan angkutan penumpang, hal ini dapat memberi peluang penambahan akses menuju stasiun apabila dimungkinkan. Tentu semua terpulang kepada para stakeholders yang terkait untuk memberikan layanan yang terbaik bagi pengguna.

Artikel ini telah tayang di Opini Kedaulatan Rakyat, 23 Desember 2024

Sumber gambar: radarjogja

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*