Pos oleh :

Admin

Pustral UGM Menyelenggarakan Pelatihan Spasial dan Network Analysis (SNA) Angkatan Ke-2

Peran GIS dalam berbagai bidang semakin penting, didukung oleh teknologi yang semakin berkembang di masa mendatang. Data dalam GIS merupakan bahan baku yang diproses oleh sistem sehingga dihasilkan informasi yang menggambarkan kenampakan permukaan bumi (real world). Jenis data geografi dalam GIS terdiri dari: data spasial, yaitu data grafis yang berkaitan dengan lokasi, posisi dan area pada koordinat tertentu. Data non spasial (atribut), menguraikan karakteristik objek-objek geografi dari spasialnya seperti warna, tekstur dan keterangan lainnya. Hubungan antara data spasial, non spasial dan waktu. Peran penting GIS memerlukan kompetensi yang memadai dari penggunanya. Di sisi lain, penguasaan mengenai GIS masih terbatas dan memerlukan peningkatan. Untuk itu, Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM berinisiatif menyelenggarakan pelatihan GIS dasar sebagai upaya menjembatani kesenjangan tersebut.

ArcGIS mengelompokkan jaringan dalam dua kategori: Geometric Network dan Network Datasets. Geometric Network seperti jaringan listrik, gas dan selokan hanya memungkinkan perjalanan dalam satu arah. Sebagai contoh, minyak yang mengalir dalam pipa minyak tidak dapat memilih arah sendiri, melainkan dipengaruhi oleh gaya eksternal seperti gravitasi, elektromagnet, tekanan air dan lain-lain. Seorang teknisi mengontrol arah aliran dengan mengontrol gaya eksternal yang bekerja pada benda yang mengalir tersebut. Sedangkan network datasets atau jaringan transportasi seperti jalan, rel kereta api dan jalur pejalan kaki memungkinkan untuk berjalan dua arah. Agen dari jaringan, seperti seorang supir, secara umum bebas untuk memutuskan arah serta tujuan perjalanan. Sehingga yang diharapkan dari pelatihan ini adalah para peserta dapat mempunyai kemampuan untuk menentukan analisis jaringan jalan seperti penentuan rute terbaik, lokasi terbaik pelabuhan, terminal barang, dan lain sebagainya.

Metode pelaksanaan pelatihan dilakukan secara tatap muka pada tanggal 19 – 23 Desember 2022 di Pustral UGM. Peserta pelatihan periode ini sebanyak 6 orang yang berasal dari Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur. Pelatihan dilaksanakan dengan tetap mengikuti anjuran yang telah tertuang pada surat edaran Rektor UGM untuk dengan mengutamakan aspek-aspek kesehatan untuk mengantisipasi penyebaran Covid – 19. Seluruh peserta diklat juga diwajibkan untuk mengikuti protokol kesehatan selama pelatihan berlangsung.

Pelatihan dibuka oleh Ir. Ikaputra, M. Eng., Ph.D selaku Kepala Pustral UGM. Pengajar pada diklat ini pada hari pertama diawali oleh Dr. Ir. Harintaka, S.T., M.T., IPM, ASEAN Eng., dari Departemen Teknik Geodesi UGM yang menyampaikan materi terkait Aerial Survey, kemudian dilanjutkan pemateri dari Fakultas Geografi UGM yaitu Barandi Sapta Widartono, S.Si., M.Si., M.Sc. yang menyampaikan materi terkait dengan Pengantar Unmanned Aircraft System (UAS). Pada hari kedua dilanjutkan oleh disampaikan materi penggunaan drone baik secara manual maupun dengan metode mapping yang disampaikan oleh Wahyu Hidayat, S.Si dari praktisi. Selanjutnya materi terkait Global Navigation Satellite System (GNSS) yang disampaikan oleh Dr. Eng. Ir. Purnama Budi Santosa, ST., M.App.Sc., IPM dan Sa’duddin, S.Si., M.B.A., M.Sc seorang peneliti Pustral UGM.

Pada hari ke-3 dibuka sesi pertama dengan materi Pengantar Sistem Informasi Geografis (SIG) disampaikan oleh Dr. Eng. Ir. Purnama Budi Santosa, ST., M.App.Sc., IPM., selanjutnya materi terkait analisis data vektor disampaikan hingga sore hari oleh Sa’duddin, S.Si., M.B.A., M.Sc., selanjutnya pada hari ke-4 dimulai dengan penyampaian materi oleh Dr. Taufik Hery Purwanto, S.Si., M.Si. dan Totok Wahyu Wibowo, S.Si., M.Sc. dari Departemen Sains dan Informasi Geografis, Fakultas Geografi UGM terkait dengan analisis spasial dengan data raster. Selanjutnya materi terkait analisis jaringan oleh Barandi Sapta Widartono, S.Si., M.Si., M.Sc. kemudian pelatihan ditutup oleh Agus Kuntarto, S.Si dengan materi berupa analisis jaringan menggunakan Aplikasi ArcGIS Network Analysis dan bagaimana melayout data ke dalam sebuah peta dengan kaidah kartografis.

Pelatihan Spatial dan Network Analysis (SNA) Dasar Angkatan ke-2 ditutup oleh Dr. Dewanti., MS selaku Sekretaris Pustral UGM. Beliau menyampaikan terima kasih atas kepercayaan seluruh peserta untuk mengikuti pelatihan di Pustral UGM. Peserta pelatihan juga diharapkan dapat mengaplikasikan apa yang didapat dalam pelatihan ini sesuai dengan perannya masing-masing dalam lingkup pekerjaannya.(HLT/SDD)

Pustral UGM Menyelenggarakan Webinar: Guncangan Ekonomi Makro terhadap Sektor Transportasi dan Logistik di Indonesia

Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi juga pada perekonomian negara. Selain itu, kondisi geopolitik juga berpengaruh terhadap perekonomian negara, misalnya terjadinya perang Rusia – Ukraina yang berdampak pada pasokan minyak mentah dunia. Sektor transportasi dan logistik merupakan salah satu sektor yang terdampak signifikan oleh kondisi tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya jumlah penumpang maupun barang yang diangkut selama masa pandemi. Kenaikan avtur juga berpengaruh signifikan terhadap kenaikan tiket pesawat. Di sisi lain, sektor transportasi dan logistik memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan pemulihan ekonomi melalui perdagangan domestik dan internasional.

Kondisi makro tersebut akan berpengaruh pada kinerja perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi dan logistik. Hasil penelitian pada 18 perusahaan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2019-2021 menunjukkan bahwa beberapa perusahaan transportasi sempat berada pada zona kebangkrutan selama terjadinya pandemi Covid-19 di tahun 2020, walaupun mulai bangkit kembali di tahun 2021 (Gunawan & Maimunah, 2022).

Isu penting tersebut perlu dibahas lebih lanjut untuk mendapatkan pandangan mengenai kondisi saat ini dan kecenderungan di masa mendatang. Untuk itu Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM menginisiasi webinar nasional dengan topik “Guncangan Ekonomi Makro terhadap Sektor Transportasi dan Logistik”. Webinar ini diharapkan dapat menjadi media diskusi berbagai stakeholder untuk menghasilkan masukan terkait berbagai isu dalam pengaruh guncangan ekonomi makro terhadap sektor transportasi dan logistik serta peran sektor transportasi dalam mendukung pertumbuhan dan pemulihan ekonomi.

Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D.  selaku Kepala Pustral UGM dalam pembukaan menyampaikan bahwa, Pustral mengadakan kegiatan webinar secara rutin dengan topik-topik yang menarik untuk diikuti sesuai lingkup kegiatan Pustral. Harapannya webinar ini dapat menjadi media diskusi berbagai stakeholder untuk menghasilkan masukan terkait berbagai isu dalam pengaruh guncangan ekonomi makro terhadap sektor transportasi dan logistik serta peran sektor transportasi dalam mendukung pertumbuhan dan pemulihan ekonomi.

Edi Junarsin, SE., MBA., Ph.D., CFP, salah satu Tenaga Ahli Pustral UGM selaku narasumber menyampaikan data Bank Indonesia tahun 2022 menyebutkan bahwa kinerja dan prospek ekonomi global diperkirakan akan memburuk dengan risiko resesi dan inflasi tinggi, serta ketidakpastian tinggi karena volatilitas keuangan global, kebijakan ekonomi makro domestik yang lebih ketat, dan guncangan berkelanjutan yang berasal dari ketegangan geopolitik. Hal itu tidak terkecuali akan dialami baik oleh negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.

Data dari Consensus Economics yang dikutip oleh Bank Indonesia (2022) menunjukkan bahwa inflasi dunia diperkirakan akan naik menjadi 9,2% pada tahun 2022 dan kemudian turun ke 5,2% pada 2023 dan 3,8% pada 2024. Selain itu, pada triwulan III 2022 inflasi global diprediksi mencapai 10,0%. Setelah itu, pada triwulan IV 2023 inflasi akan turun menjadi 5,2%. Kemudian kondisi perkonomian secara makro di Indonesia menunujukan bahwa pasca menurun yang diakibatkan oleh Covid-19, PDB riil Indonesia terus bertumbuh selama enam kuartal berturut-turut, dengan laju yang lebih kuat pada Q3 2022 sebesar 5,7% yoy, naik dari 5,45% yoy di Q2 dan 5% yoy di Q1. Sektor transportasi dan pergudangan merupakan sektor dengan pertumbuhan PDB tertinggi pada Triwulan III, yaitu 25,81 persen (y-o-y) dan 20,97 persen (c-t-c). Angka tersebut setara dengan 5,01% dari PDB Indonesia.

Kontribusi sektor transportasi bagi perekonomian nasional memiliki peranan penting. Hal tersebut ditunjukkan dengan tren yang meningkat dalam Gross Domestic Product sejak tahun 2010. Namun di sisi lain, Real Gross Value Added (GVA) dari Wholesale Retail Trade Accommodation Food Services, Transportation and Storage mengalami penurunan. Dari sisi layanan, data dari  Indonesia Transportation Sector 2022/2023: EMIS Insight Industry Report menunjukkan bahwa efisiensi layanan transportasi kereta api Indonesia cukup baik. Pada 2019, Indonesia menduduki peringkat ke-19 secara global dan ketiga di Asia Tenggara, di bawah Singapura dan Malaysia. Dalam hal kualitas jalan secara keseluruhan, Indonesia menempati peringkat ke-60, yang meningkat signifikan dari peringkat ke-75 pada tahun 2018. Selain itu, Indonesia menempati peringkat 56 secara global untuk konektivitas bandara. Namun menurut data dari Logistics Performance Index (LPI), World Bank 2018 dalam Bappenas (2022), Indonesia masih berada di bawah negara-negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia. Hal tersebut menunjukkan perlunya evaluasi untuk meningkatkan kinerja sektor transportasi dan logistik nasional.

Selanjutnya Edi yang juga merupakan pengajar pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM menyampaikan bahwa pada masa pademi COVID-19, transportasi merupakan salah satu sektor yang paling terdampak krisis ekonomi akibat pembatasan sosial dan lockdown. Masyarakat Indonesia membatasi pengeluaran untuk sebagian besar layanan non-esensial seperti perjalanan dan pariwisata, yang membuat sektor transportasi mengalami tekanan yang signifikan. Selain itu, pandemi Covid-19 juga menyebabkan beberapa kegiatan industri sempat terhenti, misalnya industri manufaktur, tekstil dan sejenisnya karena terhentinya pasokan bahan baku impor dan terganggunya penjualan ekspor ke beberapa negara. Hal ini berimbas pada kegiatan logistik untuk mendukung industri yang terpaksa berhenti. Data juga menunjukkan bahwa jalan raya merupakan segmen transportasi yang paling tidak terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Sebaliknya, sektor yang paling terpukul adalah penerbangan bila dibandingkan dengan sektor transportasi lainnya.

Sektor logistik terkait erat dengan upaya menciptakan sistem rantai pasok yang handal. Edi menyampaikan berbagai kondisi yang dapat menganggu kinerja atau sistem rantai pasok yaitu: rantai pasokan tidak memiliki ketahanan global, rantai pasokan dan operasi menjadi lebih mahal dan seringkali merupakan biaya tertinggi perusahaan, kurangnya fleksibilitas menghambat kemampuan untuk mengatasi permintaan pelanggan untuk personalisasi, serta sistem teknologi informasi cukup mahal, tidak fleksibel, dan seringkali terlalu bergantung pada teknologi lama.

Di akhir paparan Edi menyampaikan bahwa dalam terdapat peran sektor logistik dalam meminimalkan dampak resesi yaitu: sektor transportasi dapat membantu pemulihan ekonomi global dengan meningkatkan efisiensinya, terdapat banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membantu sektor transportasi mengoptimalkan kontribusinya terhadap ekonomi dan masyarakat, mengingat tingkat saling ketergantungan di tingkat global, kerja sama internasional yang lebih baik akan sangat penting, sistem transportasi harus handal dan berkelanjutan untuk mendukung pemulihan ekonomi. Untuk itu, transportasi harus memastikan efisiensi, mengurangi kerusakan lingkungan, dan meningkatkan keselamatan.

Webinar disambut dengan antusias oleh peserta yang meliputi pemerintah pusat dan daerah, BUMN, praktisi, akademisi, dan masyarakat umum. Para peserta terlibat aktif dalam diskusi yang dipandu moderator Juhri Iwan Agriawan, ST., M.Sc dari Pustral UGM. Acara diselenggarakan secara daring melalui aplikasi zoom dan kanal Youtube streaming Pustral UGM pada hari Rabu, 14 Desember 2022 pukul 09.00 – 11.15 WIB diikuti oleh sekitar 120 peserta. (HLT/DAK)

Pustral UGM Menyelenggarakan Dialog dan Pameran Teknologi Implementasi Multi-Lane Free Flow (MLFF) untuk Peningkatan Pelayanan Jalan Tol

Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM bekerja sama dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR dan PT Roatex Indonesia Toll System menyelenggarakan kegiatan Dialog Teknologi:  Implementasi Multi-Lane Free Flow (MLFF) untuk Peningkatan Pelayanan Jalan Tol. Acara diselenggarakan secara luring pada hari Sabtu, 17 Desember 2022 pukul 08.00 – 12.00 WIB bertempat di Auditorium Sukadji Ranuwihardjo, lantai 2 Gedung Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Jl. Teknika Utara, Yogyakarta.

Acara diawali sambutan oleh Bapak Najib Faizal, S.T, M.Sc selaku Kepala Pusdatin dan Ketua Tim Pengendali MLFF dari Kementerian PUPR yang menyampaikan bahwa CANTAS sebagai teknologi MLFF menyediakan data penting seperti Origin – Destination, data pengguna dan perilaku pengguna. BPJT juga terbuka bagi para mahasiswa untuk skripsi dan teiss mengenai MLFF, siap menyediakan data dan pembimbing.

Selanjutnya Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Ir. Ikaputra Ph.D mewakili Rektor UGM membuka acara. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa sebagai sebuah sistem yang baru, layanan ini membutuhkan perubahan pola penggunaan jalan tol yang perlu diketahui baik oleh masyarakat maupun kalangan akademisi sebelum implementasi ini dijalankan secara luas. Untuk itu, diperlukan adanya sosialisasi kepada stakeholders terkait untuk memastikan sistem dapat berjalan dengan baik. Acara ini merupakan wujud dari sosialisasi tersebut, dengan menghadirkan para pihak, yaitu pemegang kebijakan, pelaksana operasional MLFF, akademisi, kelompok profesi, serta masyarakat sebagai pengguna.

Selanjutnya, Prof. Danang Parikesit, M.Sc sebagai keynote speaker menyampaikan bahwa saat ini pengguna jalan tol di Indonesia setiap hari mencapai 4 juta pengguna. Artinya angka tersebut tidak dapat dilayani secara manual dan perlu beralih ke piranti yang lebih cerdas. MLFF ini merupakan inovasi tekonologi yang dikembangkan dengan mudah menggunakan gadget masing-masing.

Acara dilanjutkan dengan diskusi bersama para narasumber yang terdiri dari: Galuh Permana Waluyo, S.T., M.Eng., MURP selaku Kepala Sub Bidang Operasi dan Pemeliharaan I, BPJT Kementerian PUPR; Emil Iskandar, selaku Manager PT Roatex Indonesia Toll System; Dr. Ir. Resdiansyah., S.T., MT., IPM, selaku Vice President ITS (Intelligent Transport System) Indonesia; Tory Darmantoro, S.T., MPPM., M.Sc, selaku Ketua Umum MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia); dan Dr. Sumbo Tinarbuko, M.Sn, selaku Pengajar pada Institut Seni Indonesia (ISI) mewakili Masyarakat/Budayawan. Diskusi dipandu moderator Kadarosi Defa Widia, salah satu penyiar TVRI.

Galuh Permana Waluyo, S.T., M.Eng., MURP dari BPJT menyampaikan terkait dengan Kebijakan Pemerintah dalam Implementasi MLFF di Jalan Tol. Beliau menyampaikan data dari Worldbank bahwa Indonesia mengalami kerugian sebesar USD4 Milliar atau Rp56 Triliun akibat terjadinya kemacetan. Sedangkan kerugian antrian di gerbang tol tercatat mencapai USD300 juta atau Rp4,4 Triliyun per tahun. Sehingga untuk mengurangi potensi kerugian di atas dilakukan pengembangan atau inovasi teknologi dalam hal peningkatan layanan salah satunya adalah MLFF. Di akhir paparan, beliau menyampaikan bahwa diperlukan stakeholders engagement  untuk dapat menyosialisasikan penerapan MLFF kepada masyarakat.

Bapak Emil Iskandar menyampaikan bahwa MLFF merupakan suatu proses pembayaran tol tanpa berhenti, menggunakan teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS). MLFF dapat dipergunakan melalui aplikasi khusus jalan tol menggunakan smartphone. Beliau juga menyampaikan bagaimana cara kerja MLFF. Teknologi tersebut sudah banyak diterapkan di berbagai negara di Eropa bahkan di Asia Tenggara seperti Singapura.

Dr. Ir. Resdiansyah menyampaikan materi terkait dengan Implikasi Penggunaan Teknologi MLFF bagi Pengguna/Masyarakat. Beliau menyampaikan bahwa sistem Jalan Berbayar menggunakan MLFF berbasis Teknologi GNSS normalnya diimplementasikan untuk “distance based charging” khususnya bagi kendaraan berat (truk di atas 3,5 ton) dan telah diimplementasikan di negara Jerman, Slovakia, Hungaria, Belgia, Russia, Czech Republic dan Bulgaria. Beberapa negara di Asia juga telah melakukan pengembangan inovasi layanan jalan tol dengan teknologi GNSS dengan Electronic Road Pricing seperti India dan Singapura. Di akhir paparan beliau menyampaikan bahwa proses sosialisasi kepada masyarakat perlu dilakukan dengan metode adaptasi teknologi melalui smart society dan sosialisasi. Diperlukan keterlibatan banyak stakeholders seperti media, akademisi, dan masyarakat IT, dan juga Lembaga Perlindungan Konsumen sehingga proses adaptasi akan dapat berjalan dengan cepat.

Tory Darmantoro, S.T., MPPM., M.Sc menyampaikan materi tentang bagaimana peran kontribusi MLFF dalam meningkatkan kinerja jalan tol. Beliau menyampaikan bahwa terdapat beberapa aspek yang merupakan standar pelayanan jalan tol yang harus dipenuhi seperti: kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan, unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan, lingkungan, tempat istirahat, serta tempat istirahat dan pelayanan. Kontribusi MLFF nanti telah dapat diadopsi oleh masyarakat pengguna jalan tol adalah hilangnya tundaan dan kemacetan yang berkontribusi pada penghematan energi dan pengurangan polusi udara; penurunan pemborosan energi dan polusi udara berkontribusi pada peran tol dalam menciptakan pembangunan keberlanjutan; hilangnya tundaan dan kemacetan berkontribusi pada kelancaran arus orang dan barang; kelancaran pergerakan orang dan barang berkontrubusi pada peningkatan kegiatan ekonomi; dan kelancaran arus lalu lintas dari jalan tol berkontribusi pada peningkatan volume lalu lintas di jalan arteri akses tol. Pada akhir paparan beliau menyampaikan bahwa MLFF yang seolah membuka sekat antara jalan tol dan jalan non tol, maka akan membawa konsekwensi kebutuhan pola baru pengelolaan jalan yang lebih terintegrasi diantara keduanya.

Selanjutnya Dr. Sumbo Tinarbuko, M.Sn menyampaikan bagaimana upaya menciptakan peradaban baru bagi pengguna jalan tol. Pertanyaan yang harus dijawab bersama terkait dengan MLFF ini adalah bagaimana kesiapan masyarakat menerima sistem baru teknologi MLFF dalam pemanfaatan jalan tol? Beliau menyampaikan bahwa kesiapan masyarakat nanti akan dipengaruhi oleh bagaimana cara mengkomunikasi-visualkan sistem baru teknologi MLFF – Cantas. Pertanyaan selanjutnya adalah di awal disebutkan bahwa sistem transaksi nontunai berbasis MLFF ini menjadi salah satu inovasi baru melalui sistem pembayaran nirsentuh dengan menciptakan suatu efisiensi, efektivitas. Bagaimana efisiensi, efektif, dan aman yang dijanjikan pasca penerapan MLFF. Hal ini nanti akan menjadi tantangan kita bersama baik itu sebagai pemerintah dan juga masyarakat sebagai pengguna layanan. Di akhir paparan beliau menyampaikan kunci penting dalam melakukan pengenalan teknologi MLFF kepada masyarakat yaitu dalam konteks komunikasi visual harus dirancang secara sederhana, menarik, unik dan komunikatif. Hasilnya dikumandangkan di ruang publik guna menyampaikan informasi keberadaan MLFF – Cantas bagi pengguna jalan tol.

Acara dipandu oleh pembawa acara dari UGM yaitu Retno Widowati, S.Pd dan dilaksanakan secara hybrid secara luring maupun daring melalui zoom, serta juga disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube  Pustral UGM. Tercatat jumlah peserta yang hadir baik secara daring, luring maupun Youtube sekitar250 peserta dari berbagai latar belakang. (HLT/DAK)

Link materi: download

Menyoal Pemeliharaan Rutin Jalan

Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, ST., M. Sc.

Pengantar

Infrastruktur jalan memiliki peran penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Agar tetap mampu berperan dengan baik, infrastruktur jalan harus dijaga kualitasnya melalui pemeliharaan baik rutin maupun berkala. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 13 /PRT/M/2011 tentang Tata Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan, pemeliharaan rutin jalan adalah kegiatan merawat serta memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi pada ruas-ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap. Jalan dengan kondisi pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan kondisi baik atau sedang sesuai umur rencana yang diperhitungkan serta mengikuti suatu standar tertentu. Selain pemeliharaan rutin, diperlukan juga pemeliharaan berkala untuk pencegahan terjadinya kerusakan yang lebih luas agar penurunan kondisi jalan dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana. Pada kondisi yang lebih parah, diperlukan penanganan berupa rehabilitasi untuk menangani kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain.

Tulisan ini akan terfokus pada kebutuhan pemeliharaan rutin infrastruktur jalan pada wilayah perkotaan yang relatif memiliki infrastruktur jalan dalam kondisi mantap. Hal ini penting untuk dibahas, karena secara visual dapat dengan mudah ditemui berbagai indikasi bahwa program pemeliharaan rutin tidak berjalan dengan baik.

Contoh Permasalahan

Contoh tidak berjalannya pemeliharaan rutin misalnya dapat dilihat dari tingginya rumput di berbagai ruas jalan, baik di tepi maupun devider jalan. Kondisi ini merata baik pada jalan nasional, provinsi maupun kabupaten/kota yang cukup mengganggu secara visual. Di Jembatan Layang Jombor malahan dapat ditemukan semacam pohon perdu yang tumbuh di badan jembatan. Di underpass Kentungan, dapat ditemui pelat penutup dindingnya mengalami kerusakan pada beberapa titik. Kondisi ini cukup memprihatinkan karena menunjukkan rendahnya kualitas material yang digunakan, mengingat underpass tersebut belum terlalu lama digunakan. Kondisi dinding pada underpass tersebut juga memprihatinkan, karena banyak coretan akibat perilaku vandalisme. Semestinya coretan-coretan tersebut dapat dibersihkan sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan rutin.

Akibat dari tidak dilakukannya pemeliharaan rutin memang tidak berpengaruh secara signifikan pada sisi kekuatan maupun kualitas layanan infrastruktur jalan, namun berdampak pada kenyamanan maupun juga keselamatan berkendara. Kenyamanan berkendara dapat terganggu pada kondisi jalan yang terkesan kotor dan tidak rapi. Hal ini terlebih pada Kota Yogyakarta yang memiliki predikat sebagai kota pariwisata yang tentunya harus menjaga citra sebagai kota yang bersih dan estetik. Dampak terhadap keselamatan misalnya kondisi rumput yang tinggi di bahu jalan menyebabkan gangguan dalam berkendara sehingga dapat memicu kecelakaan.

Indikasi Penyebab

Menurut penulis terdapat beberapa indikasi penyebab tidak berjalannya pemeliharaan rutin dengan baik. Pertama, tidak adanya prioritas penanganan pemeliharaan rutin karena pengaruh terhadap kinerja infrastruktur jalan tidak signifikan. Penilaian kinerja jalan biasanya diukur dari volume lalulintas yang dilayani dibandingkan kapasitas yang dimiliki (VC ratio), kecepatan perjalanan yang dapat ditempuh, maupun kerataan permukaan jalan yang diukur dalam nilai IRI (International Roughness Index). Pemeliharaan rutin tidak memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja jalan sehingga program tersebut sangat berpotensi terabaikan. Kedua, kecilnya anggaran pemeliharaan jalan dibandingkan kebutuhan. Sebagai gambaran anggaran pemeliharaan rutin jalan di Provinsi DIY pada tahun 2021 sesuai Renja DPU-ESDM adalah Rp20,345 milyar. Dengan panjang jalan provinsi sebesar 760 km, maka anggaran pemeliharaan rutin per km adalah Rp26,77 juta. Besaran tersebut masih jauh dibandingkan standar biaya pemeliharaan jalan yang dikeluarkan oleh Kementerian PU untuk jalan diperkeras yang berdasarkan perhitungan penulis mencapai sekitar Rp66,67 juta per km. Pola penganggaran semacam sangat mungkin juga terjadi pada penanganan jalan nasional maupun kabupaten/kota.

Tindak lanjut

Agar permasalahan tersebut dapat diatasi, tentu perlu kepedulian semua pihak mengenai pentingnya pemeliharaan rutin jalan. Kebijakan penganggaran yang sesuai diperlukan, tentu dengan memperhatikan efektivitas dan efisiensi anggaran yang dimiliki. Indikator kenyamanan dan estetika mungkin juga perlu ditambahkan dalam penilaian kinerja jalan, sehingga pemeliharaan rutin mendapatkan perhatian yang serius dari pihak yang berwenang.

(Artikel ini telah dimuat di koran Kedaulatan Rakyat Sabtu, 28 Mei 2022).

Sumber gambar: https://www.krjogja.com

Mengamati Pola Perubahan Ruang di Yogyakarta

Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, ST., M. Sc.

Pengantar

Ada yang menarik mengamati perubahan pola usaha di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Fenomena paling jelas dapat dilihat pada beberapa ruas jalan utama, dengan berubahnya usaha dari skala mikro dan kecil menjadi usaha menengah dan besar. Hal ini dapat dilihat misalnya di sepanjang Jalan Kaliurang ‘bawah’, atau ruas yang berada di dalam ring road. Dahulu pada awal tahun 2000an, masih banyak dapat dijumpai warung-warung kecil maupun toko untuk menjual makanan dan barang kebutuhan sehari-hari lainnya. Selain itu juga tempat usaha seperti persewaan komputer, warnet, foto copy dan sebagainya. Keseluruhan ruang usaha tersebut memiliki karakteristik usaha dengan ruang dan kebutuhan modal yang relatif kecil.

Seiring berjalannya waktu, karakteristik usaha tersebut berubah. Saat ini, dengan mudah dijumpai tempat usaha besar, misalnya dalam bentuk hotel, apartemen, juga toko berjejaring. Kalaupun tempat tersebut berupa tempat makan, maka tampilannya sangat sophisticated, yang tentunya membutuhkan modal besar untuk pengadaannya. Memang di sela-sela tempat usaha semacam itu, masih ada pula warung makan lesehan yang biasanya ramai di pagi maupun malam hari. Namun jenis usaha ini biasanya tidak memiliki tempat yang menetap dan hanya menggunakan ruang yang sudah ada milik pihak lain. Walaupun ada pula yang dimiliki oleh rumah makan yang memiliki banyak franchise, namun sebagian besar dapat diprediksi merupakan usaha mikro dan kecil.

Fenomena ini terjadi bukan hanya di Jalan Kaliurang, namun juga dapat ditemui di ruas jalan lain, misalnya Jalan Palagan Tentara Pelajar, Jalan Magelang, serta banyak ruas jalan lainnya di Yogyakarta dan wilayah sekitarnya. Perubahan fungsi usaha tersebut sepertinya masih akan terus terjadi, dengan indikasi adanya pengempuran bangunan-bangunan lama dan berganti dengan lahan yang siap bangun. Nilai lahan tersebut dapat dipastikan telah meningkat beberapa kali lipat dibanding saat perolehan dahulu.

Sebenarnya fenomena apakah yang tengah terjadi, dan apa dampak dari fenomena tersebut?

Fenomena Apa?

Menurut hemat penulis, fenomena tersebut menunjukkan beberapa hal. Pertama, lokasi tersebut menarik sebagai pusat aktifitas bisnis, yang didukung oleh aksesibilitas jalan yang baik beserta fasilitas pendukungnya, terutama ruang parkir baik di dalam maupun luar ruang. Lokasi tersebut juga menarik karena kedekatan dengan berbagai fasilitas publik, seperti kampus, rumah sakit, apartemen, hotel serta mall/pusat perbelanjaan. Hal ini menyebabkan konsumen memiliki variasi pilihan aktifitas pada wilayah yang berdekatan, sehingga efisien secara biaya maupun waktu.

Kedua, wilayah tersebut memiliki tingkat permintaan yang tinggi, berdasar karakteristik penduduk yang tinggal pada wilayah tersebut. Wilayah sepanjang Jalan Kaliurang misalnya, merupakan wilayah elit yang ditandai dengan perumahan-perumahan mewah dengan penghuni berdayabeli tinggi. Hal ini tentu berpengaruh juga pada style dan gaya hidup termasuk selera, sehingga mendorong perubahan pola bisnis dari level bawah menjadi menengah atas.

Ketiga, secara makro terjadi pertumbuhan ekonomi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya yang mendorong peningkatan daya beli masyarakat pada konsumsi barang dan layanan dengan kualitas tinggi. Walaupun secara umum tingkat penghasilan pekerja di Yogyakarta termasuk terrendah di Indonesia, namun tetap ada ceruk pasar masyarakat berpenghasilan tinggi, apalagi banyak mahasiswa/pendatang dari luar yang memiliki daya beli yang lebih tinggi.

Dampak

Lalu dampak apa yang dapat muncul dengan fenomena tersebut, dan apa yang seharusnya dilakukan? Fenomena ini dapat berdampak positif maupun negatif. Kajian dari Persky and Wiewel (2000), menyatakan dampak positif dan negatif perubahan tata guna lahan dapat mencakup eksternalitas (kemacetan, biaya kecelakaan, polusi udara, berkurangnya ruang terbuka), biaya sektor publik yang dikeluarkan pemerintah (penganggaran fasilitas umum dan subdidi), serta dampak yang diterima oleh pribadi (penduduk, pemilih lahan dan pelaku bisnis).

Mitigasi dampak negatif perlu disiapkan, diantaranya dalam bentuk antisipasi peraturan yang secara jelas mengatur ketentuan mengenai peruntukan lahan, termasuk mengenai lahan parkir dan ijin usaha. Hal ini akan meminimalisir dampak negatif yang mungkin timbul dari berubahnya tata ruang tersebut. Tarik menarik kepentingan antar berbagai pihak pasti akan muncul dengan adanya pengaturan, namun hal tersebut merupakan keniscayaan yang tidak dapat ditinggalkan.

(Artikel ini telah dimuat di koran Kedaulatan Rakyat, 5 Februari 2022).

Sumber gambar: http://bappeda.jogjaprov.go.id/produk/detail/Sistem-Informasi-Penataan-Ruang

LAMPU LALU-LINTAS YANG BIKIN WAS-WAS

Penulis: Sulistyo Arintono

Saya sudah enam bulan lebih tinggal (lagi) di Yogyakarta, kota kelahiran saya, setelah lebih dari 20 tahun belajar dan bekerja di negara lain (Thailand, Inggris, Malaysia, Arab Saudi). Selama ini saya terbiasa mengemudi mobil mengikuti aturan berlalu-lintas di negara yang bersangkutan. Tentu ada kelebihan dan kekurangan masing-masing, dibandingkan dengan kondisi berlalu-lintas di Indonesia, yang akan kita bahas dalam tulisan berikut ini.

Urutan Giliran Hijau di Persimpangan

Saya mengenal istilah APILL kali pertama di kota Yogya. Belum pernah mendengar istilah itu sebelumnya, bahkan juga di kota lain. Saya hanya bisa menebak, bahwa APILL merupakan kependekan dari Alat Pengatur Isyarat Lalu-Lintas, dalam Bahasa Inggris biasa disebut ‘traffic light’ atau istilah singkatnya dalam bahasa kita ‘lampu lalu-lintas’. Ada beberapa hal terkait APILL ini yang perlu dibenahi, tidak hanya di Yogya, tapi juga di kota-kota lain, untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan dan keselamatan berkendara.

Urutan giliran mendapatkan lampu hijau dapat diatur bervariasi, misalnya: searah dengan putaran jarum jam (Utara-Timur-Selatan-Barat), berlawanan arah dengan putaran jarum jam (Utara-Barat-Selatan-Timur), atau kombinasi keduanya (Utara-Selatan-Timur-Barat atau Utara-Selatan-Barat-Timur). Tidak ada aturan yang mengatakan bahwa pilihan yang satu lebih baik dari yang lain. Semua pilihan sama baiknya, asalkan diterapkan secara konsisten.

Yang saya perhatikan di kota ini, kebanyakan APILL diatur mengikuti arah putaran jarum jam (contohnya pada pertemuan antara Jalan Kaliurang dengan Ring Road Utara), beberapa diatur berlawanan dengan arah putaran jarum jam (pertemuan Jalan Palagan Tentara Pelajar dengan Ring Road Utara). Kedua persimpangan ini lokasinya hanya bersebelahan saja. Meskipun jarang ada juga yang diatur mengikuti pola kombinasi, Timur-Barat-Selatan-Utara (pertemuan Jalan Wates dengan Ring Road Barat). Karena perbedaan pola ini saya kadang ‘salah hitung’. Saya pikir giliran hijau untuk saya masih lama, sehingga isteri menyempatkan diri membeli ‘Tahu Sumedang’ misalnya, ternyata tiba-tiba sudah dapat giliran hijau, sementara urusan kembalian uang tahu sumedang tadi belum beres. Bisa dibayangkan suasana menjadi sedikit kacau dan bising dengan bunyi klakson, mungkin juga ada sumpah serapah dari mereka yang tidak sabar menunggu.

Pengemudi mobil dan motor kadang tidak berpedoman pada ‘jatah’ lampu hijau untuk posisinya, terutama mereka yang berada di bagian paling depan. Misalnya kendaraan yang datang dari arah Selatan untuk aturan ‘searah jarum jam’, saat kendaraan yang datang dari arah Timur mulai mengurangi kecepatan (giliran lampu merah untuk arah Timur), mereka sudah mulai berjalan. Padahal pada saat itu lampu untuk arah Selatan masih menyala merah, belum hijau. Kalau ada pengendara yang ‘salah hitung’ (urutan giliran lampu hijau ternyata diluar perkiraan) kemungkinan terjadi ‘crash’ (benturan antar kendaraan) cukup besar. Oleh karena itu urutan giliran lampu hijau harus diseragamkan untuk semua APILL (searah atau berlawanan arah dengan putaran jarum jam, pilih salah satu saja).

Penempatan lampu lalu-lintas (merah, kuning, hijau) juga perlu dibenahi untuk meningkatkan visibilitas (keterlihatan). Kebanyakan lampu lalu-lintas di Indonesia hanya dipasang di bagian kanan, kiri dan atas. Posisi ini cukup menyulitkan bagi pengendara yang ada di bagian depan antrian (harus menengok ke kiri, kanan atau mendongak). Itulah sebabnya pengendara di depan biasanya terlambat menyadari bahwa lampu sudah berubah dari merah manjadi hijau. Di negara lain yang sudah lebih maju dalam hal pengaturan lalu-lintas, selalu ada lampu tambahan di bagian depan (di seberang persimpangan), yang sangat membantu meningkatkan visibilitas secara keseluruhan. Dan terakhir, banyak lampu lalu-lintas yang sudah rusak sebagian (tidak dapat berfungsi penuh), sudah seharusnya mendapat prioritas untuk segera diperbaiki. (Artikel ini telah dimuat di koran Kedaulatan Rakyat, 23 April 2021).

Sumber gambar: http://www.dev.dishub.jogjaprov.go.id/

Regulasi dan Eksistensi Sepeda Sebagai Moda Transportasi

Penulis: Hafid Lastito

Pemerintah menerapkan berbagai kebijakan untuk meminimalisir kegiatan yang mengarah pada interaksi langsung dengan manusia dalam rangka mengurangi potensi penyebaran COVID-19. Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah penerapan kegiatan dari rumah, baik untuk bekerja maupun bersekolah. Kebijakan tersebut berimplikasi pada perubahan pola kebiasaan dan perilaku masyarakat salah satunya dalam berolahraga. Keterbatasan akses pada ruang tertutup seperti fitness centre dan alokasi waktu yang menyebabkan maraknya kegiatan berolahraga di ruang ruang. Masyarakat juga semakin menyadari pentingnya melakukan olah raga untuk menjaga kebugaran dan meningkatkan imunitas di masa pandemi COVID-19.

Salah satu olahraga favorit sebagian besar masyarakat saat ini adalah dengan bersepeda. Sebuah harian nasional edisi 6 Februari 2021 menyebutkan terjadinya peningkatan tren bersepeda selama pandemi. Strava, sebuah aplikasi untuk mengukur aktivitas fisik dan olahraga mencatat sepanjang 2020 terjadi aktivitas bersepeda di dunia sebesar 8,1 miliar mil, meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar 5,6 miliar mil. Dari sisi perdagangan, data Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mencatat bahwa jumlah ekspor sepeda Indonesia pada Januari sampai November 2020 mencapai 103,37 juta dollar AS, atau setara 1,4 triliun rupiah. Jumlah ini meningkat sekitar 27,52 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 81,06 juta US Dollar.

Aktifitas bersepeda belakangan semakin marak, bukan hanya untuk berolahraga, namun juga untuk mendukung aktifitas sehari-hari, seperti bekerja dan berbelanja. Semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan moda sepeda semestinya dijadikan momentum untuk mendukung pengembangan transportasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Di sisi lain, keberadaan pesepeda di jalan raya seringkali tidak terjamin keselamatannya karena belum adanya fasilitas bersepeda yang layak, misalnya banyaknya ruas jalan yang belum memiliki lajur sepeda.

Terkait hal tersebut, Pemerintah baru-baru ini menerbitkan regulasi yang sangat mengedepankan nilai keselamatan pesepeda dalam berlalulintas. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 59 Tahun 2020 Tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan, yang mulai diberlakukan bulan Agustus 2020. Peraturan tersebut sangat positif bagi inovasi kebijakan di sektor transportasi, karena belum banyak kebijakan atau peraturan yang spesifik mengatur tentang sepeda. Sebelumnya peraturan yang ada lebih banyak mengatur mengenai kendaraan bermotor (mobil, sepeda motor) dan sangat sedikit mengatur kendaraan tidak bermotor termasuk sepeda. Dalam regulasi tersebut diatur bagaimana mengupayakan ketertiban berlalu lintas dan keselamatan dalam penggunaan sepeda di jalan raya termasuk apa saja yang diwajibkan untuk dipenuhi dalam sebuah sepeda agar menunjang keselamatan pesepeda dan juga pengguna jalan yang lain. Peraturan ini mendefinisikan sepeda sebagai kendaraan tidak bermotor yang dilengkapi dengan stang kemudi, sadel, dan sepasang pedal yang digunakan untuk menggerakkan roda dengan tenaga pengendara secara mandiri. Artinya secara detil definisi sepeda dijelaskan dengan penegasan bagaimana bentuk dan semua bagian dalam rangkaian sepeda. Selanjutnya keselamatan menjadi tujuan utama dari pengaturan ini sebagai upaya penegasan penggunaan komponen persyaratan keselamatan bagi sepeda yang akan beroperasi di jalan. Kemudian terdapat pula pengaturan terkait dengan kewajiban dalam menyediakan fasilitas pendukung bagi para pesepeda.

Beberapa catatan positif terkait pemberlakuan regulasi ini adalah 1) adanya pemenuhan hak bagi pesepeda baik di jalan, simpul transportasi, maupun tempat-tempat fasilitas umum, 2) terdapat kewajiban pemerintah untuk menyediakan fasilitas pendukung bagi pesepeda yang beroperasi di jalan hingga tingkatan kelas jalan yang paling rendah sesuai dengan tingkat kewenangannya, 3) terdapat penegasan adanya kewajiban bagi penyelenggara fasilitas umum untuk menyediakan parkir khusus untuk sepeda.
Namun demikian, terdapat beberapa catatan yang dapat menjadi bahan pembahasan lebih lanjut yaitu 1) inovasi teknologi seperti keberadaan sepeda listrik perlu diatur secara eksplisit, 2) konektivitas lajur sepeda dengan angkutan umum perlu didefinisikan dengan lebih spesifik. Saat ini, keberadaan sepeda lipat (folding bike) berkembang cukup populer seharusnya dapat mendukung terwujudnya integrasi moda antara sepeda dan moda angkutan lainnya. Harapannya, keberadaan aturan terkait pesepeda ini dapat menjaga momentum bersepeda ini tetap terjaga.

Sumber gambar: https://dishub.jogjaprov.go.id

Anak Sekolah dan Pola berkegiatan Kita

Tanpa disadari, kondisi anak sekolah jaman sekarang berbeda jauh dengan beberapa dekade lalu. Tahun 80an, banyak anak-anak SD (termasuk penulis) yang sejak kelas satu sudah berangkat dan pulang sendiri, tanpa orang tua harus mengantar jemput setiap hari. Hal ini karena lokasi sekolah dekat, tidak sampai 500 meter dari rumah. Apalagi banyak teman yang searah, sehingga dapat berangkat dan pulang bersama-sama, baik dengan jalan kaki maupun bersepeda.

Saat ini, kondisi semacam itu terasa musykil dilakukan, terutama pada anak-anak yang bersekolah jauh dari tempat tinggalnya, sehingga harus diantar jemput setiap hari baik oleh orang tua, atau orang lain yang diberi tugas untuk itu. Pola semacam ini menimbulkan peningkatan arus lalu lintas menuju dan dari sekolah anak, terutama pada jam-jam berangkat dan pulang sekolah. Seringkali muncul dampak ikutan berikutnya, yaitu kemacetan pada ruas jalan akses ke sekolah tersebut. Kemacetan dapat semakin parah apabila sebagian besar pengantar menggunakan kendaraan roda empat. Kita dapat menyimaknya misalnya di sebuah sekolah dasar di seputar Seturan, Babarsari dan juga Sapen, sekitar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengapa?

Ada beberapa alasan yang menyebabkan perilaku anak bersekolah dan dampak ikutannya tersebut muncul, diantaranya adalah:

Pertama, keinginan untuk mendapatan sekolah yang terbaik. Banyak orang tua yang sadar bahwa persaingan di masa mendatang semakin berat, bukan hanya di dalam negeri, namun juga dalam lingkup Asean maupun global. Hal ini membuat orang tua menginginkan anaknya mendapatkan bekal yang terbaik, dengan memilihkan sekolah yang terbaik, walaupun mungkin jauh dari tempat tinggalnya. Belum lagi, anak juga dibekali dengan berbagai kursus dan les, yang juga akan meningkatkan jumlah perjalanan.

Kedua, besarnya komposisi anak usia pendidikan dasar yang dimungkinkan karena kurang bergaungnya program Keluarga Berencana beberapa tahun belakangan ini. Data dari Badan Pusat Statistik (2015) memperlihatkan porsi anak sekolah pendidikan dasar (kelompok umur 0 hingga 15 tahun yang diasumsikan memiliki ketergantungan mobilitas terhadap orang tua) di DIY adalah sekitar 22%. Hal ini menimbulkan besarnya bangkitan perjalanan yang muncul karena dukungan mobilitas orang tua untuk kegiatan kelompok umur tersebut.

Ketiga, sifat irrasional orangtua, yang seringkali memaksakan menggunakan mobil pribadi, meskipun mengerti bahwa hal itu akan menambah kemacetan. Sikap irrasional ini sesungguhnya merupakan gabungan dari sikap gengsi dan pamer, yang dipicu oleh ketidakpercayaan diri apabila melakukan perjalanan bukan dengan mobil pribadi.

Keempat, rasa khawatir dengan kondisi anak apabila menggunakan moda lain baik karena gangguan kesehatan maupun keamanan di jalan. Hal ini terjadi karena kondisi lingkungan saat ini jauh lebih kompleks dibandingkan beberapa dekade lalu, yang menimbulkan kekhawatiran orangtua untuk melepas bebas anak-anaknya ke sekolah. Ditambah lagi, kondisi cuaca yang tidak stabil dan berubah-ubah yang menyebabkan kebutuhan akan sarana transportasi yang terlindung meningkat.

Kelima, belum layaknya angkutan umum massal untuk melayani anak sekolah. Meskipun saat ini sudah ada angkutan khusus untuk antar jemput sekolah, baik yang disediakan oleh perusahaan yang bekerjasama dengan pihak sekolah, perusahaan luar maupun pribadi, namun seringkali kurang layak baik dari sisi kapasitas tempat duduk, rute, maupun kualitas pelayanan. Hal ini menyebabkan kurangnya daya tarik angkutan antar jemput tersebut bagi orang tua maupun anak-anaknya.

Lalu Bagaimana?

Solusi atas permasalahan yang muncul tentu tidaklah sederhana, karena mencakup area permasalahan yang cukup luas dan kompleks. Solusi paling sederhana adalah menengarai sebab-sebab dari permasalahan dan berusaha untuk melakukan mitigasi atas permasalahan tersebut. Mitigasi dilakukan untuk mengurangi dampak yang muncul, misalnya dengan ketetapan hati untuk menyekolahkan anak di fasilitas pendidikan yang terdekat, meskipun dengan berbagai risiko dan dampak lain yang muncul. Apabila mitigasi ternyata sulit dilakukan, maka perlu dilakukan tindakan adaptasi, dengan mengubah perilaku perjalanan misalnya dalam bentuk perubahan waktu, rute, dan moda yang digunakan. Tentu semua tidak semudah membalik telapak tangan untuk mengubah keadaan, tapi tentu semuanya perlu dimulai, dari sekarang. (Dwi Ardianta Kurniawan)

Adaptasi Terhadap Kemacetan

Pengantar

Adaptasi dalam literatur didefinisikan sebagai penyesuaian perilaku yang dapat meningkatkan kemampuannya untuk mengatasi tekanan eksternal (Brooks, 2003). Adaptasi seringkali dikaitkan dengan ketidakmampuan individu untuk mengurangi tekanan eksternal, sehingga memilih merubah perilaku agar tetap eksis dengan kondisi yang ada.

Kemacetan yang dialami oleh banyak kota besar di Indonesia, termasuk Yogyakarta merupakan tekanan eksternal yang sulit dihindari oleh penduduk kota. Dengan keterbatasan yang dimiliki, penduduk secara individu tidak akan mampu mengurangi tekanan tersebut. Alih-alih mengurangi, tambahan perjalanan yang dilakukan seorang individu mungkin justru menambah kemacetan di sebuah ruas yang dampaknya dapat meluas ke lingkup kawasan. Untuk berdamai dengan kondisi tersebut, penduduk kota akhirnya merubah perilaku dalam bentuk adaptasi.

Bentuk adaptasi

Apa yang dilakukan penduduk sebagai pelaku dan pihak terdampak dari kemacetan? Sejauh yang dapat diamati, salah satu bentuk adaptasi adalah mengatur waktu dan tujuan perjalanan, terutama pada kegiatan yang bukan merupakan kegiatan primer. Misalnya saat liburan, warga masyarakat biasanya justru memilih untuk berkegiatan di rumah atau memilih lokasi yang bukan merupakan wilayah rawan macet, seperti pusat kota dan lokasi wisata. Waktu perjalanan juga diatur bukan pada waktu jam-jam macet, walaupun kemacetan pada saat liburan relatif terjadi dalam rentang waktu yang lebih lama.

Strategi kedua yang dilakukan adalah memilih rute yang berbeda. Mereka yang sudah sekian lama berada di sebuah kota akhirnya hapal jalan-jalan yang relatif sepi dan cukup nyaman untuk dilewati. Lokasi yang memiliki banyak jalan alternatif akhirnya lebih menguntungkan dibandingkan lokasi yang memiliki alternatif akses yang terbatas. Strategi ini efektif berlaku ketika tidak banyak pelaku perjalanan lain yang mengikuti, tapi seringkali menjadi bumerang ketika rute alternatif itu menjadi rute utama sehingga memunculkan kemacetan baru. Apa yang terjadi pada Jalan Selokan Mataram terutama ruas Jalan Affandi (Gejayan) – Seturan dapat menjadi contoh yang bagus mengenai hal ini.

Strategi ketiga yang juga dapat dilakukan adalah mengganti moda, terutama mobil menjadi motor dan sepeda juga berjalan kaki pada lokasi yang relatif dekat. Penggantian moda ini cukup menguntungkan karena fleksibilitas sepeda dan sepeda motor yang membutuhkan ruang gerak yang lebih kecil dibandingkan mobil. Ditunjang harga dan fasilitas kredit yang relatif mudah, pertumbuhan moda ini tak heran menjadi cukup tinggi.

Sudah cukupkah?

Pertanyaan yang muncul adalah, cukupkah semua itu dilakukan? Apakah pelaku perjalanan diharuskan terus menerus menyesuaikan diri dengan kondisi macet yang terjadi? Apakah ini sudah merupakan sistem yang benar dan harus dilanjutkan?

Menurut hemat penulis jawabannya TIDAK. Adaptasi masyarakat terhadap kemacetan adalah solusi jangka pendek yang keberlanjutannya sangat rentan, karena sangat tergantung oleh baik buruknya kinerja sistem transportasi secara keseluruhan. Dalam adaptasi, pelaku perjalanan berupaya untuk tetap melakukan perjalanan dengan perbaikan sistem transportasi yang minimal. Disadari, perbaikan sistem memerlukan upaya menyeluruh, baik dari sisi supply maupun demand. Peran pemerintah seringkali hanya mampu menjangkau sisi supply, baik berupa penyediaan infrastruktur, sarana angkutan umum maupun regulasinya. Sementara sisi demand jauh lebih rumit, karena terkait dengan aspek lintas sektor, seperti tata guna lahan dan kebijakan mobil pribadi. Celakanya, sebagian besar penentu demand tersebut berada di luar kewenangan dinas yang mengurusi transportasi, sehingga tidak dapat melakukan intervensi secara optimal.

Demikianlah, dalam jangka pendek, strategi adaptasi dapatlah dijadikan salah satu solusi agar urusan harian penduduk kota dapat terpenuhi. Dalam jangka lebih panjang, campur tangan pemerintah secara lintas sektor diperlukan, sehingga sistem transportasi kota dapat tetap berjalan secara berkelanjutan. (Dwi Ardianta Kurniawan)