
Penulis: Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc
Sebentar lagi kita akan menghadapi hajatan besar, yaitu momen lebaran 2025. Seperti tahun-tahun sebelumnya, salah satu kebutuhan penting dalam lebaran adalah penyediaan fasilitas transportasi, baik darat, laut, maupun udara. Tahun ini, perjalanan lebaran diperkirakan sebesar 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia, turun 24 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik sesuai prediksi Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan. Puncak arus mudik diperkirakan tanggal 26-28 Maret dan arus balik diperkirakan tanggal 6-7 April 2025.
Berbagai program Pemerintah melalui kementerian terkait telah disiapkan untuk mengantisipasi momen lebaran, yang secara umum berupa penyiapan sarana, prasarana dan manajemen. Penyiapan sarana berupa penambahan armada angkutan umum baik moda jalan/bus, laut/kapal, udara/pesawat, maupun kereta api. Penyiapan prasarana berupa kondisi jalan, lintasan kereta, bandara, pelabuhan, termasuk penyiapan kantong-kantor parkir, rest area dan sebagainya. Manajemen transportasi diantaranya melalui penetapan diskon tarif angkutan umum untuk masyarakat, angkutan mudik gratis, pembatasan angkutan barang, maupun program work from anywhere (WFA) yang diinisiasi bersama kementerian lain untuk mengurangi penumpukan pergerakan.
Pertanyaannya, apakah program-program yang disiapkan tersebut akan mampu menjadikan momen lebaran tahun ini dapat berjalan dengan selamat, aman, dan lancar sebagaimana yang diharapkan Pemerintah dan masyarakat? Belajar dari lebaran tahun-tahun sebelumnya, meskipun setidaknya ada 2 isu penting yang harus diantisipasi oleh pemerintah dan jajaran terkait. Pertama adalah kecelakaan, terutama jalan raya. Data Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengungkapkan bahwa secara nasional kecelakaan lalu lintas pada musim lebaran tahun 2024 adalah 1.835 dengan jumlah korban jiwa 281 orang dan luka berat 317 orang. Angka kecelakaan tersebut sesungguhnya sudah mengalami penurunan sekitar 15% dibandingkan tahun 2023. Hal ini tentu menggembirakan, walaupun harus terus dilakukan upaya agar tingkat kecelakaan dapat ditekan hingga seminimal mungkin. Yang perlu diwaspadai adalah kecelakaan pada ruas jalan tol yang terindikasi memiliki tingkat fatalitas tinggi sebagaimana yang terjadi pada Jalan Tol Jakarta – Cikampek tahun lalu.
Kedua adalah kemacetan, terutama pada simpul-simpul transportasi seperti pelabuhan penyeberangan. Tahun lalu, di Pelabuhan Merak terjadi kemacetan panjang karena tingginya arus kendaraan yang akan melakukan perjalanan dari Jawa ke Sumatera. Penulis sebagai salah satu pelaku mudik mengalami kemacetan hingga sekitar 20 jam dihitung dari masuk tol hingga naik kapal penyeberangan. Sumber dari PT ASDP menyebutkan permasalahan yang terjadi cukup rumit karena besarnya jumlah kendaraan yang akan lewat, yaitu sekitar 20.000 pada waktu yang sama, hampir menyamai kapasitas harian yang dimiliki sebesar sekitar 25.000 kendaraan. Selain itu, cuaca buruk juga mempengaruhi frekuensi perjalanan ferry sehingga volume yang dapat diangkut menurun.
Kedua isu tersebut memang memerlukan penanganan yang serius, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang. Berbagai program yang disiapkan pemerintah dalam masa lebaran sesungguhnya adalah program jangka pendek yang disiapkan untuk mengatasi permasalahan sesaat yang mungkin tidak mampu mengatasi akar permasalahan yang terjadi. Dalam jangka menengah dan panjang diperlukan upaya perubahan perilaku pengemudi agar tingkat kecelakaan dapat menurun. Hal ini diperlukan karena faktor pengemudi adalah faktor utama penyebab kecelakaan, sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Perhubungan tahun 2022, yaitu sebesar 28 persen.
Kemudian terkait kemacetan di simpul, memang perlu melihat apakah kapasitas layanan sarana dan prasarana yang disediakan sudah optimal atau belum. Karena kapasitas dermaga memiliki keterbatasan dari sisi kemampuan menampung kapal yang akan bersandar. Penambahan kapasitas dari sisi infrastruktur memerlukan kajian matang dengan memperhatikan tingkat kelayakan berdasar demand di masa mendatang. Pengaturan operasional adalah hal yang paling memungkinkan dalam jangka pendek dan menengah, dikombinasikan dengan program WFA sehingga volume puncak penumpang dapat diturunkan.
Harapannya memang, pergerakan pada masa lebaran dapat diantisipasi dengan berbagai program yang telah disiapkan, dengan tidak lupa menyiapkan mitigasi pada jangka menengah maupun panjang.
Foto: JawaPos
Artikel ini telah dimuat dalam Opini Jawa Pos, edisi Selasa, 25 Maret 2025