Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau, menghadapi tantangan perubahan iklim yang sangat kompleks dan multidimensional. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami peningkatan suhu sebesar 0,45 hingga 0,75 derajat Celsius, dengan proyeksi kenaikan permukaan air laut mencapai 0,8 hingga 12 sentimeter per tahun. Lebih mengkhawatirkan lagi, 65% penduduk Indonesia yang berjumlah 275 juta jiwa tinggal di wilayah pesisir, menjadikan negara kita sangat rentan terhadap dampak kenaikan muka air laut. Fakta ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-14 dalam Global Climate Risk Index, menandakan tingkat kerentanan yang signifikan terhadap dampak perubahan iklim.
Demikian disampaikan oleh Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D selaku Kepala Pustral UGM dalam webinar bertema “Sustainable Infrastructure Development: Meeting the Climate Challenge”. Webinar diselenggarakan Selasa 27 Mei 2025, pukul 08.45 WIB – selesai menghadirkan pembicara Bapak John Robertho selaku Direktur Perencanaan Strategis dan Pengelolaan Sarana PT Kereta Api (Persero), Ibu Moekti Handajani Soejachmoen, Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), dan Profesor Ir. Mohammed Ali Berawi, M.Eng.Sc, Ph.D, Guru Besar Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia. Webinar juga menghadirkan Prof. Danang Parikesit, Tim Ahli Pustral UGM dan Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM yang memberikan pengantar diskusi dan Yuli Isnadi, Ph.D, Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM, sebagai moderator.
Webinar ini hadir di tengah momentum penting ketika dunia sedang menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak, di mana suhu global telah mencapai 1,51°C di atas level pra-industri pada April 2025, menandakan urgensi yang tidak dapat diabaikan lagi. Kehadiran para ahli, praktisi, pembuat kebijakan, akademisi, dan seluruh pemangku kepentingan hari ini menjadi bukti nyata komitmen bersama dalam menghadapi krisis iklim melalui pembangunan infrastruktur berkelanjutan.
Bapak John Robertho dari PT Kereta Api Indonesia selaku pembicara pertama membagikan best practices penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam menciptakan ekosistem transportasi berkelanjutan. KAl terus memperkuat komitmennya dalam praktik bisnis berkelanjutan, terbukti dari pencapaian skor ESG sebesar 41 dari S&P Global pada 18 Desember 2024. Prestasi ini menjadikan PT KAI dalam 20% teratas dalam sektor Transportasi dan Infrastruktur Transportasi, mengukuhkan komitmennya terhadap keberlanjutan dan praktik bisnis yang bertanggungjawab di tingkat internasional.
Dalam Indonesia Sustainable Awards 2025, PT KAI memperoleh penghargaan bintang empat untuk kategori The Best Company for Comprehensive ESG Implementation Practices dan The Best Company for The Community Empowerment Programme. Beberapa komponen utama dalam strategi dekarbonisasi PT KAI adalah 1) pengukuran emisi dalam laporan berkelanjutan KAI dan carbon footprint KA Angkutan Penumpang dan Barang, 2) pengembangan sumber energi terbarukan: implementasi 64 PLTS sampai dengan tahun 2024 dan penggunaan biodiesel B40, 3) efisiensi energi: gedung kantor LRT Jabodetabek sudah memperoleh sertifikasi green building, 4) transportasi berkelanjutan: kereta ramah lingkungan menggunakan tenaga listrik, 5) inovasi teknologi: inisiatif green train (KRDE Hibrid), dan 6) tata kelola sustainability: kebijakan keberlanjutan dan roadmap ESG.
Ibu Moekti Handajani Soejachmoen dari Indonesia Research Institute for Decarbonization memaparkan strategi dekarbonisasi sektor energi untuk mencapai net zero emissions (NZE). Beliau menyampaikan target dekarbonisasi sesuai Persetujuan Paris untuk mencapai NZE 2050. Beberapa prinsip yang perlu dipahami terkait dekarbonisasi adalah: 1) Dekarbonisasi sektor energi tidak bertentangan dengan peningkatan kesejahteraan & pertumbuhan ekonomi, 2) Dekarbonisasi energi tidak mengakibatkan krisis energi, kelangkaan energi dan permasalahan energi lainnya, 3) Transisi karena dekarbonisasi harus berkeadilan (just transition), dan 4) Dekarbonisasi energi bukan hanya berdampak terhadap emisi tetapi juga terhadap investasi (carbon footprint produk).
Selanjutnya disampaikan bahwa strategi dekarbonisasi perlu mempertimbangkan berbagai faktor, diantaranya 1) Sumber daya – SDA (termasuk kondisi lingkungan dan iklim) dan SDM (termasuk kondisi sosial-ekonomi masyarakat), 2) Kerangka regulasi dan kelembagaan, 3) Pendanaan dan keuangan nasional, 4) Potensi kerjasama, baik internasional maupun antar pihak di dalam negeri, dan 5) Sektor lain, termasuk riset & pengembangan teknologi, pendidikan, investasi, perdagangan, keamanan, dan lain-lain.
Sementara Prof. Mohammed Ali Berawi menguraikan penerapan ketahanan iklim dalam desain dan konstruksi infrastruktur sipil. Keragaman perspektif dari praktisi industri, lembaga penelitian, dan akademisi ini akan memberikan gambaran komprehensif tentang tantangan dan solusi dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Beliau menyampaikan perlunya menciptakan proyek infrastruktur bernilai tambah, diantaranya dengan 1) Meningkatkan efisiensi dan kelayakan proyek, 2) Menciptakan inovasi dan alih teknologi, 3) Meningkatkan kerjasama multisektor, 4) Mengembangkan infrastruktur yang terintegrasi dan multifungsi, dan 5) Mengoptimalkan manfaat bagi semua pemangku kepentingan.
Value Creation pada Pembangunan Berkelanjutan menjadikan industri mendorong peningkatan nilai tambah dan peningkatan penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi; untuk memenuhi tujuan pembangunan yang lebih luas, inklusif, dan berkelanjutan (UN, 2018). Nature 5.0, Industry 4.0, Society 5.0 adalah enabler yang meningkatkan Penciptaan Nilai melalui Industri, Inovasi, Infrastruktur (Berawi, 2019). Beberapa karakteristik dari era tersebut adalah 1) Meregenerasi alam yang memungkinkan penemuan teknologi untuk menjaga kelestarian bumi melalui pertumbuhan industri dan ekonomi, 2) Teknologi digital inovatif yang menciptakan penciptaan nilai dan memberikan solusi untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan, dan 3) Masyarakat yang berpusat pada manusia yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan munculnya teknologi industri 4.0. Berawi juga menyampaikan visi Kota Hijau, Berketahanan, dan Berkelanjutan yang diterapan pada Ibu Kota Nusantara.
Webinar diikuti oleh sekitar 1400 peserta yang berasal dari pemerintah, swasta, akademisi dan organisasi baik yang bergabung melalui zoom maupun youtube Pustral UGM. (DAK/HLT/SDD)