Masukkan kata kunci
Table of Contents

Pustral UGM dan Purpose Climate Lab menyelenggarakan Webinar “Permasalahan Polusi Udara di Perkotaan”

Pengelolaan kualitas udara memerlukan kerjasama yang solid antar instansi. Hal ini disampaikan oleh Drs. Dasrul Chaniago, M.M., M.E., M.H., Direktur Pengendalian Pencemaran Udara, Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam dalam Webinar bertema Permasalahan Pencemaran Udara di Perkotaan, Selasa, 29 September 2020. Acara tersebut diselenggarakan oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM bekerjasama dengan Purpose Climate Lab, sebuah lembaga advokasi internasional yang berpusat di New York. Dasrul menyatakan bahwa Dinas Lingkungan Hidup di daerah memegang peranan utama dalam beberapa program, diantaranya kebijakan terkait pengendalian pencemaran udara, inventarisasi emisi, pemantauan dan pengelolaan kualitas udara ambien (infrastruktur penunjang dan RTH) dan penaatan baku mutu emisi. Dinas Kesehatan memegang peranan utama dalam program kesehatan lingkungan akibat sektor transportasi dan industri didukung oleh Dinas Perhubungan dan DLH. Dinas Perhubungan memegang peranan utama dalam program perencanaan transportasi publik dan Transport Demand Management (TDM), sementara Dinas Pendidikan berperan utama dalam program peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Pemerintah pusat memegang peranan utama dalam pengaturan kualitas dan baku mutu bahan bakar, serta mendukung berbagai program yang dijalankan oleh dinas di daerah.

Sebelumnya, Prof Agus Taufik Mulyono, Kepala Pustral UGM dalam paparan pembukaannya menyatakan bahwa perkembangan spasial aglomerasi perkotaan yang cepat,
berpengaruh terhadap gaya hidup. Kajian Bappenas tahun 2018 memperkirakan pada tahun 2045 sebanyak 70% penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Pada tahun tersebut, wilayah perkotaan masih menjadi pilihan tempat hidup dan berkehidupan yang memberikan jaminan kepastian pendapatan, walaupun belum tentu memberikan lingkungan yang humanis. Untuk itu, pemaduan sistem transportasi aglomerasi wilayah perkotaan menjadi prioritas ke depan untuk mengelola beban angkutan dan kapasitas/daya dukung perkotaan.

Very Tri Jatmiko, S.Si, MM, selaku Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas dan Pengawasan Lingkungan Hidup DLH Kota Yogyakarta menyatakan bahwa terdapat kencenderungan perbaikan kualitas udara perkotaan selama pandemi dibandingkan sebelum pandemi yang disebabkan oleh berkurangnya aktivitas warga masyarakat menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya. Lebih jauh, Very menyampaikan beberapa program penanggulangan polusi di perkotaan telah dilakukan, diantaranya adalah mempertahankan dan menambah luasan lahan penghijauan perkotaan (RTH privat maupun RTH public), gerakan mencintai dan menanam pohon dan pengawasan pengelolaan lingkungan perusahaan. Selain itu, pada pengguna kendaraan bermotor dilakukan kampanye penggunaan bahan bakar yang ramah bebas timbal dan kampanye service berkala kendaraan.

Pencemaran udara berdampak signifikan pada kelompok rentan, diantarnya orang tua, anak-anak, dan orang-orang dengan penyakit bawaan seperti diabetes, jantung, paru, serta asma. Demikian disampaikan oleh dr. Yanri Wijayanti Subronto, Ph.D., Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM pada sesi paparan selanjutnya. Dampak jangka pendek dapat berupa ketidaknyamanan (badan tidak enak); iritasi mata, hidung, kulit, kerongkongan; sesak nafas (mengi) serta batuk, pernafasan pendek dan kesulitan bernafas. Pada jangka panjang, dampak tersebut dapat berupa Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), asma atau asthmatic bronchiale, paru-paru basah atau pneumonia, bronchopneumonia, serta penyakit kardiovaskuler (seperti arteriosklerosis dari pembuluh koroner, hipertensi – infark miokardial dan insuficiensi jantung, serta hipertrofi ventrikel yang dilaporkan terjadi pada orang terpapar NO2 secara lama). Dampak tersebut dapat dicegah dengan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) diantaranya melakukan aktivitas fisik, konsumsi sayur dan buah, serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Joewono Soemardjito, M.Si, peneliti Pustral, pada paparan selanjutnya menyampaikan materi mengenai sumber dan dampak dari polusi udara sektor transportasi. Sebanyak 13% dari total global Green House Gas (GHG) berasal dari sektor transportasi dengan 75% berasal dari transportasi jalan. Data 2016 menunjukkan bahwa emisi CO2 sektor transportasi nasional mencapai 137,94 juta ton. Pada 2050, global CO2 dari kendaraan bermotor diprediksi akan meningkat tiga kali lipat dari 2010. Estimasi kerugian lingkungan (global warming damaged/GWD) adalah sebesar Rp20 Trilyun, dengan asumsi 1 ton CO2 setara dengan 10 USD. Terdapat tiga opsi kebijakan yang dapat dilakukan yaitu mengurangi jumlah dan jarak perjalanan, berpindah ke moda transportasi ramah lingkungan/lebih efisien, serta inovasi teknologi kendaraan yang lebih efisien dalam konsumsi bahan bakar. Ketiga kebijakan tersebut telah diformulasi oleh Bappenas tahun 2010 dalam program mitigasi perubahan iklim sektor transportasi dalam rangka pemenuhan target komitmen pengurangan Gas Rumah Kaca (GRK) sektor transportasi.

Sebagai pemateri terakhir, Susilo Nugroho ‘Den Baguse Ngarso’ selaku pemerhati lingkungan di Yogyakarta menyampaikan bahwa diperlukan pendekatan budaya dalam mengelola lingkungan hidup. Apabila terdapat nilai-nilai sejarah dan budaya, masyarakat dapat lebih mudah digerakkan, misalnya dalam penanaman pohon asam dan gayam yang memiliki filosofi yang dalam. Selain itu perlu mengikuti trend untuk mengelola lingkungan, misalnya trend bersepeda, kesukaan bertanam dan pemakaian masker untuk mengurangi polusi udara. Pencegahan pencemaran juga perlu dilakukan sebelum kondisi menjadi parah. Jangan dilupakan juga soal sosialisasi ke masyarakat dengan cara yang tepat, oleh pihak yang tepat. Perlu disadari bahwa perubahan perilaku masyarakat untuk mendukung pengelolaan lingkungan memerlukan waktu. Kuncinya adalah rendah hati dan telaten.

Sesi selanjutnya adalah tanya jawab yang dipandu oleh Dr. Haryo ‘Koko’ Dillon, Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) selaku moderator.