Masukkan kata kunci
Table of Contents

Webinar Menuju Sewindu Tol Laut: Memacu Layanan Logistik Invertasi Daerah dan Tumbuhnya Muatan Balik di Wilayah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (3TP)

Pemerintah menjalankan program tol laut sejak tahun 2015 dengan tujuan utama memperlancar distribusi barang untuk mempercepat pembangunan di wilayah pedesaan di kawasan Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan (3TP). Program ini sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan. Pesan kebijakan program tersebut adalah membuka peluang dan kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat dalam merespon program pembangunan nasional.

Masih merujuk kebijakan di atas, diharapkan kapal-kapal program tol laut yang berlayar mendistribusikan barang ke seluruh wilayah 3TP dapat memacu investasi dan bisnis transportasi laut dan logistik di wilayah 3TP. Akan tetapi dalam praktiknya, program tol laut masih menyimpan masalah tentang respon daerah dan desa yang dianggap belum memaksimalkan potensinya untuk mendukung program nasional tersebut. Hal ini terbukti dengan belum optimalnya muatan balik yang dibawa oleh kapal-kapal program tol laut dari wilayah 3TP.

Gayung bersambut dengan program tol laut, hampir dua tahun terakhir Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), sejak terjadinya pandemi mendorong konsep ruralisasi, yakni pergeseran penduduk dari kota ke desa. Artinya, mendorong penguatan secara demografis berupa jumlah penduduk di pedesaan. Meningkatnya jumlah penduduk di wilayah desa membuat fundamental ekonomi di wilayah rural atau pinggiran juga menjadi kuat. Praktiknya, tidak hanya uang yang mengalir ke desa tapi juga gagasan dan ide usaha ikut berpindah dari kota ke desa. Saat ini, perdesaan (kawasan pedesaan) mulai mengkota sehingga perilaku dan gaya hidupnya berubah mewarnai kehidupan masyarakat desa yang semakin modern.

Di masa pandemi, ruralisasi semakin menguat baik secara substantif maupun teknis. Arah substantif terlihat bahwa migran desa-kota berbalik menuju kota-desa, alasannya bisa jadi ekonomi kota melambat dan tak lagi menarik bagi migran kota. Pertanyaannya, apakah benar ruralisasi menjadi peluang menguatkan atau justru menjadi beban desa, mengingat selama ini desa justru masyarakat berharap usia produktifnya berpindah ke kota untuk mengubah nasib? Kemudian apakah benar

 

ruralisasi akan memperkuat ekonomi pertanian yang selama ini menjadi andalan desa, atau kehadiran migran kota justru menyebarkan masalah baru bagi desa?

Merujuk uraian di atas, menjadi urgent untuk menyatukan program tol laut dengan ruralisasi. Mengingat program tol laut akan memacu cepat investasi melalui layanan logistik di wilayah perdesaan, dan ruralisasi akan memperkuat basis usaha masyarakat desa yang pulang kembali dari kota untuk memperkuat bisnis di desa maupun daerah. Merespon hal tersebut, Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menginisiasi sebuah forum diskusi dalam bentuk seminar online (webinar). Webinar ini penting untuk mempertemukan berbagai pihak pemangku kepentingan tol laut baik pada level nasional maupun lokal secara bersama-sama.

Webinar tersebut menampilkan pembicara Capt. Rudy Sugiharto., M.Pd (Plt. Kasi Angkutan Laut Khusus, Direktur Lalulintas dan Angkutan Laut, Dirjen Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan), Dr. Supriadi, M.Si (Direktur Pelayanan Investasi Desa, Kemendes PDTT), Dr. Kuncoro Harto Widodo, S.TP., M.Eng (Tenaga Ahli Pustral UGM, Dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM) dan R. Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si (Tenaga Ahli Pustral UGM, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM), dengan moderator Hengki Purwoto, SE, MA (Tenaga Ahli Pustral UGM, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM). Acara dibuka oleh Prof. Dr. Bambang Agus Kironoto selaku Caretaker Pustral UGM.

Dalam paparannya, Capt. Rudy Sugiharto menyampaikan bahwa progress pelaksanaan tol laut logistik cukup menggembirakan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah pelabuhan singgah (31 pelabuhan pada 2016 menjadi 114 pelabuhan pada 20210, jumlah armada kapal (6 armada tahun 2016 menjadi 32 armada pada 2021), jumlah muatan tol laut (di bawah 100.000 ton pada 2016 menjadi sekitar 350,000 ribu ton pada 2021), serta jumlah trayek yang dilayani (6 trayek pada 2016 menjadi 32 trayek pada 2021). Dampak kehadiran tol laut ini sudah dirasakan, yaitu dalam bentuk menjaga ketersediaan barang pokok dan penting di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP); sebagai acuan kontrol biaya/tarif transportasi angkutan barang di laut; mengurangi disparitas harga dan menjaga stabilitas harga barang pokok, barang penting, dan barang lainnya; mendorong pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP); mendorong geliat pertumbuhan perekonomian di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP); meningkatkan investasi di daerah khususnya untuk peningkatan nilai tambah sebagai muatan balik, serta memperkuat kedaulatan di wilayah perbatasan Indonesia. Optimalisasi program tol laut terus dijalankan dengan berbagai strategi yaitu inovasi pola konektivitas dan perdagangan baru, optimalisasi menggunakan aplikasi, serta optimalisasi kinerja kapal tol laut di pelabuhan muat. Selain itu, dukungan pemerintah daerah juga sangat penting untuk keberhasilan program.

Dr. Supriadi dalam paparan selanjutnya menyampaikan berbagai program Kemendesa PDDT untuk mendorong kemajuan desa, termasuk penguatan kerjasama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam program tol laut. Disadari bahwa potensi daerah 3TP cukup besar, akan tetapi masih terdapat kendala terhadap offtaker yang akan membeli hasil petani pasca panen. Untuk itu perlu adanya keseriusan pemerintah daerah untuk bersama mencari solusi terhadap pemasaran produk hasil masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong BUMDes untuk menjali kerjasama dengan BUMDes di wilayah pulau Jawa agar produk di wilayah timur bisa dipasarkan. Pemerintah mendorong pihak swasta atau offtaker untuk melakukan kerjasama dengan BUMDes untuk membeli produk unggulan daerah di wilayah 3TP. Dalam proses pemasaran produk tersebut, peran tol laut menjadi sangat vital.

Dr. Kuncoro, pembicara berikutnya menyoroti Peran Tol Laut untuk Mendukung Layanan Logistik. Fakta yang ada menunjukkan adanya beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sistem logistik nasional, diantaranya adalah belum seimbangnya supply-demand barang, belum seimbangannya perdagangan barang wilayah Barat – Timur Indonesia, belum optimalnya kinerja infrastruktur pendukung aktivitas logistik (konektivitas multimoda), serta kolaborasi-koordinasi antarpelaku logistik belum berjalan efektif. Hal ini berujung pada sistem logistik yang tidak efektif dan efisien, salah satu indikasinya: biaya logistik nasional masih tinggi. Fakta ini didukung oleh berbagai kajian, misalnya yang dilakukan oleh World Bank tahun 2014. Tol laut menjadi harapan untuk berperan dalam menghubungan wilayah terpencil dengan wilayah produksi serta moda transportasi untuk pemasaran komoditas unggulan daerah. Meskipun demikian, memang masih terdapat berbagai kendala operasional tol laut, diantaranya keterbatasan sarana bongkar muat, pemilihan jenis sarana yang tidak tepat, keterbatasan fasilitas dermaga, adanya double handling karena jenis dermaga yang tidak tepat, konektivitas antar trayek yang belum baik pada skema operasi hub and spoke, akses menuju pelabuhan terbatas, minimnya lapangan penumpukan, waktu singgah kapal pada suatu pelabuhan dapat cukup lama, trayek yang lama dan panjang, ketidakpastian jam kerja buruh, serta tarif Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) yang tidak standar.

Sebagai pembicara penutup, Derajat menyampaikan tema kajian Sosial BUMDes dalam menyiapkan muatan balik tol laut. BUMDes memiliki peran penting untuk mendukung kesiapan masyarakat dalam memanfaatkan tol laut. Peta kesiapan masyarakat dapat berupa kesiapan internal dalam bentuk Skill, Forum Komunikasi, Manajemen Organisasi, Pelatihan, Monitoring dan Evaluasi, Manajeman Keuangan, Penyertaan Modal, Pengembangan Jaringan, serta Tempat Sekretariat Kepengurusan. Selain itu perlu didukung kesiapan eksternal dalam bentuk Analisis Kesiapan Masyarakat, Peraturan perundang-undangan (Perdes, Perbup, dll), Mitigasi Potensi Konflik, Ketersediaan Sumber Daya Sosial, serta Perlindungan Hukum. Memang disadari bahwa skema usaha BUMDES dalam mendukung program daerah belum berjalan maksimal, sehingga menumbulkan berbagai risiko diantaranya BUMDes merugi, konflik horizontal, konflik vertikal, serta kerusakan lingkungan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa sebab seperti kurangnya sumber daya (SDA dan SDM), ketersediaan modal awal yang rendah, serta kalah saing dengan industri besar sehingga tidak menjamin adanya ketersediaan pasokan dan quality control. Upaya-upaya optimalisasi peran BUMDes harus terus dilakukan untuk menjawab peluang dan tantangan BUMDes ke depan.

Webinar dihadiri oleh sekitar 130 peserta dari berbagai institusi, seperti Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Perhubungan, Kementerian Desa PDTT, Pemerintah daerah, pelaku usaha logistik, serta akademisi.