Relevansi Transportasi dan Perubahan Iklim pada Film “Tenggelam dalam Diam”
Transportasi memiliki peran dalam perubahan iklim akibat efek gas rumah kaca. Sumber pencemar CO2 yang memicu efek rumah kaca berasal dari sumber bergerak, khususnya dari kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor). Hasil perhitungan Inventarisasi Emisi (IE) kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Pustral UGM (2012) mengindikasikan sumber pencemar CO2, lebih dari 60% berasal dari kendaraan pribadi.
Sumber pencemar CO2 tidak hanya berdampak langsung ke masyarakat, tetapi secara global akan menyebabkan perubahan iklim yang secara nyata berdampak di beberapa daerah. Imbas perubahan iklim juga terjadi di Yogyakarta seperti hujan lebat, angin kencang, dan perubahan cuaca yang tidak menentu. Untuk antisipasi adanya krisis iklim, maka diperlukan perubahan aktivitas baik secara individu dan kolektif ke aktivitas yang peduli terhadap pengurangan emisi, misalnya penggunaan transportasi publik dan kendaraan tak bermotor, misalnya sepeda untuk kegiatan sehari-hari, serta perlunya peningkatan baku mutu emisi yang lebih ramah lingkungan serta penggunaan energi terbarukan, sehingga beban emisi CO2 yang menyebar ke udara bebas dapat ditekan.
Demikian disampaikan oleh oleh Sa’duddin, S.Si., M.B.A., M.Sc selaku narasumber mewakili Pustral UGM dalam acara Screening Film “Tenggelam dalam Diam” yang dilaksanakan secara luring di Pendopo SP Kinasih Cokrobedog, Sidoarum Godean Sleman, Yogyakarta. Acara juga dapat diikuti secara daring melalui platform Zoom Meeting.
Film “Tenggelam dalam Diam” merupakan film yang memiliki tema perubahan iklim, terutama imbasnya pada pesisir utara Jawa, yaitu di Kota Jakarta, Semarang, Pekalongan dan Gresik. Film ini bercerita tentang fotografer dan pekerja seni yang melakukan pengamatan ke daerah-daerah yang sedang dan menuju tenggelam karena kenaikan muka air laut dan penurunan tanah.
Kenaikan permukaan laut setiap sentimeter mengakibatkan satu juta penduduk dataran rendah harus kehilangan tempat tinggalnya. Dengan kata lain, krisis iklim ini dapat menjadi krisis kemanusiaan, di mana akan berdampak signifikan terhadap kehidupan sehari-hari, termasuk sektor ekonomi masyarakat. Film tersebut dapat di lihat melalui streaming YouTube melalui Channel Watchdoc Documentary.
Diskusi film tersebut diprakarsai oleh Solidaritas Perempuan Kinasih (SP Kinasih), sebuah LSM yang memiliki perhatian pada pemberdayaan perempuan dan lingkungan. Acara bekerjasama dengan Solar Generation Indonesia untuk mengetahui dampak krisis iklim pada masyarakat pesisir, memahami dampak krisis iklim terhadap masyarakat pada umumnya dan perempuan pada khususnya, memahami upaya peduli iklim yang dapat dilakukan baik kolektif maupun individu, serta mengetahui dan memahami pengetahuan/informasi lain terkait krisis iklim,
Narasumber dari SP Kinasih, yang diwakili oleh Nur Maulida, menyoroti masalah dampak krisis iklim terhadap perempuan, dan bagaimana upaya perempuan dalam menangani krisis iklim dan sejauh mana posisi perempuan dilibatkan dalam perencanaan krisis iklim. Dari Solar Generation disampaikan oleh Amel yang mengampanyekan bagaimana pentingnya menggunakan energi yang terbarukan, misalnya energi solar, yang lebih ramah terhadap lingkungan dan tanpa menghasilkan emisi.
Diskusi diselenggarakan hari Kamis, 15 April 2021 pukul 15.00 WIB – selesai dilanjutkan buka bersama. Acara diakhiri dengan pentas theatrical yang mengisahkan bagaimana kerusakan bumi sedang terjadi dengan mengajak kita untuk tetap peduli terhadap bumi dan autokritik terhadap pembangunan yang tidak ramah lingkungan.