Masukkan kata kunci
Table of Contents

Pustral UGM Melaksanakan FGD Kedua Untuk Mewujudkan Jogja Sebagai Kota Bersepeda

Bekerjasama dengan Purpose Climate Lab, Pustral UGM melaksanakan studi tentang upaya meningkatkan penggunaan sepeda di Kota Yogyakarta untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Untuk melengkapi hasil studi , dilaksanakan diskusi kelompok terarah (FGD) sebanyak tiga kali. FGD kedua diselenggarakan pada tanggal 2 Juni 2021 di Wisma MM UGM dengan tema “Menuju Jogja sebagai kota bersepeda dan kota yang mendukung transportasi ramah lingkungan sebagai upaya memperbaiki kualitas udara”. Hadir dalam kegiatan FGD tersebut berbagai perwakilan instansi pemerintahan diantaranya Bappeda DIY, Bappeda Yogyakarta, PUPK DIY, dan perwakilan dari akademisi yaitu Pustral UGM, Universitas Atmajaya, serta komunitas sepeda seperti Sego Segawe, Bike to Work, JFB dan Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta.

FGD diawali dengan sambutan oleh Asisten Bidang Perekonomian DIY, Drs. Kadri Renggono, M.Si. Beliau menekankan perlunya mendukung program yang sudah berjalan seperti pembuatan rute sepeda, dan memfasilitasi kebutuhan pesepeda secara umum. Selanjutnya Dwi Ardianta Kurniawan, S.T., M.Sc dari Pustral UGM menyampaikan pemaparan mengenai hasil FGD pertama dan memberikan arahan untuk FGD kedua yang dimoderatori oleh Joewono Soemardjito, S.T., M.Si.

Dalam pembahasan implementasi kebijakan dan anggaran, ada beberapa poin utama yang didapatkan dari FGD ini. Dari hasil studi dan FGD sebelumnya sudah dapat diketahui demand side dari pesepeda, sehingga perlu dicari solusi untuk supply side nya, seperti fasilitas bagi pesepeda. Dari segi kebijakan, saat ini sudah sangat terbantu dengan adanya regulasi pusat Peraturan Kementerian Perhubungan No.59/2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan, hal ini menjadi acuan pembagian tugas antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota dan dapat dijadikan dasar bagi pesepeda untuk ‘menagih’ pemerintah daerah guna memenuhi penugasan dari regulasi tersebut dan memfasilitasi pesepeda.

Beberapa kebijakan daerah lain seperti jalur sepeda dan pembagian ruang dan waktu perlu dibicarakan lintas kabupaten/kota karena untuk kasus Kota Yogyakarta, banyak yang bersekolah dan bekerja lintas kabupaten. Terkait aktivitas sekolah, karena saat ini sudah diterapkan sistem zonasi, kegiatan ke sekolah menggunakan sepeda dapat didorong dengan kebijakan daerah. Selain penerapan kebijakan diatas, ada beberapa usulan kebijakan lain yang dapat mempercepat peningkatan penggunaan sepeda. Diantaranya adalah mewajibkan took untuk menyediakan parkir sepeda beserta rak sepedanya, memfasilitasi pelatihan perawatan sepeda dan termasuk yang perlu diupayakan adalah penekanan penjualan kendaraan bermotor.

Terkait penganggaran dan implementasi, Bappeda DIY menyampaikan bahwa saat ini belum ada program dan penganggaran khusus terkait infrastruktur sepeda. Namun dari beberapa masukan FGD didapatkan beberapa usulan konstruksif, diantaranya adalah menggunakan Dana Keistimewaan yang dapat diajukan oleh masing-masing kabupaten/kota di DIY, dan dapat membuat Musrenbang tematik khusus terkait upaya peningkatan penggunaan sepeda. Diingatkan juga oleh peserta FGD bahwa, peningkatan kesadaran dan pemebentukan gaya hidup bersepeda juga tak kalah pentingnya dan perlu menjadi bagian dari grand design dari program peningkatan penggunaan sepeda di Yogyakarta.

Hasil diskusi dalam FGD ini menjadi masukan yang sangat bermanfaat bagi studi tentang upaya peningkatan penggunaan sepeda. Hasil studi ini beserta masukan dari FGD akan menjadi masukan bagi pembuat kebijakan untuk mewujudkan Jogja sebagai kota bersepeda, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan memperbaiki lingkungan kota, khususnya kualitas udara.