Masalah dan Inovasi Jalan Desa
Keterbelakangan daerah pedesaan di negeri ini masih merupakan masalah besar yang belum teratasi. Daerah pedesaan di pedalaman sangat jauh berbeda dalam hal ketersediaaan sarana dan prasarana pendukung aktivitas wilayah. Ribuan daerah pedesaan di tanah air sangat timpang keadaannya dibandingkan dengan wilayah perkotaan yang memiliki dukungan fasilitas lengkap. Dalam konteks ekonomi, infrastruktur jalan merupakan prasyarat kunci dalam mendukung aktivitas masyarakat untuk mendorong perkembangan ekonomi. Tanpa ketersediaan infrastruktur jalan, maka pertumbuhan ekonomi sangat sulit dicapai. Hal ini akan berakibat pada proses pembangunan ekonomi yang tidak berjalan dengan baik dan masyarakat mengalami kesulitan untuk malakukan berbagai proses transaksi antar desa ke desa maupun desa dengan kota. Permasalahan tersebut sangat relevan dengan tema webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, dengan menghadirkan dua narasumber yaitu Dr. Bambang Hudayana, MA (Pengajar pada Departemen Antropoogi FIB UGM, Tim Ahli Pustral UGM, Kepala Pusat Studi Perdesaan dan Kawasan UGM dan aktivis Institute for Research and Empowerment – IRE) serta Catur Sarjumiharta selaku Kepala Desa Pandowoharjo, Kabupaten Sleman.
Webinar ini dibuka oleh Caretaker Pustral UGM, Prof. Bambang Agus Kironoto yang menyampaikan bahwa implementasi Dana Desa dalam pembangunan perdesaan, khususnya dalam penyediaan infrastruktur jalan masih menemui beberapa permasalahan, misalnya dalam ketersediaan sumber daya manusia, transparansi dana dan sebagainya. Untuk itu, webinar ini mencoba mengetahui permasalahan pembangunan jalan desa khususnya yang bersumber dari Dana Desa, serta mendorong adanya inovasi yang dibutuhkan dalam pembangunan jalan desa. Acara ini diselenggarakan secara daring melalui aplikasi Zoom dan kanal Youtube streaming pada hari Kamis, 12 Agustus 2021 pukul 13.00 WIB hingga selesai.
Bambang Hudayana menyampaikan bahwa terdapat berbagai perbedaan pola penyelenggaraan jalan desa di masa orde lama, orde baru, dan juga pada era reformasi. Di masa kerajaan, terdapat kesenjangan antara desa dengan pusat kerajaan. Jalan desa dibangun jika terdapat kemanfaatan bagi kerajaan, sehingga terdapat kepentingan lain dari pembangunan jalan desa. Pada jaman penjajahan, Pemerintah jajahan membangun jalan untuk mengeskpansi sumberdaya daripada memberdayakan desa. Pembangunan jalan desa mengandalkan pada tenaga kerja rodi, dan mereproduksi budaya kerjabakti seperti gugur gunung, dan kerigan. Pembangunan jalan bisa menjadi sebuah ancaman sehingga desa memilih tetap terisolir (lihat komunitas Samin). Jalan desa menjadi relevan bagi ekonomi desa ketika sumberdaya desa sudah dirombak oleh menjadi komoditas. Komodifikasi sumberdaya desa berjalan terus sampai pada masa kini sehingga orang desa sangat membutuhkan jalan.
Pada Masa Orde Lama pembangunan jalan menjadi bagian dari otonomi desa. Desa menyediakan anggaran pembangunan desa dengan menggunakan pendapatan asli desa. Tidak ada modernisasi, sehingga umumnya desa hanya merawat jalan yang ada bukan membangun jalan baru. Di Masa Orde Baru, pembangunan jalan menjadi bagian dari tugas desa untuk menjalankan program pembangunan. Desa menyediakan anggaran pembangunan desa dengan menggunakan pendapatan asli desa. Pembangunan jalan berjalan marak tetapi kebanyakan menghasilkan jalan makadam. Pada masa ini, Pemerintah memperkenalkan program pembangunan jalan dengan skema padat karya. Beban kerja gotong-royong dan padat karya memberatkan orang desa, karena kadang disertai dengan ganti rugi tanah yang rendah. Selanjutnya juga trjadi politisasasi pembangunan jalan untuk memenangkan salah satu partai, dan pembangunan jalan desa kurang partisipatoris.
Selanjutnya Bambang menyampaikan beberapa permasalahan utama dalam pembangunan jalan desa di Era Reformasi adalah proyek padat karya tidak berdampak pada peningkatan penghidupan berkelanjutan di desa. Proyek pembangunan jalan desa juga sarat dengan praktik korupsi dan aksi politik bantuan dan transaksional. Selain itu proyek pembangunan jalan tidak menuntaskan masalah keterbatasan akses orang desa pada pasar, pelayanan pendidikan, kesehatan dan saprodi. Juga ketika jalan desa dibangun, diperkeras dan diaspal, pajak tanah naik, sehingga petani dan penduduk lokal menjerit. Dampak lanjutan yang muncul adalah ketika jalan desa dibangun, tanah diincar pendatang, sehingga penduduk lokal tergeser. Adalah ironis jalan desa yang dibangun dengan dana swadaya dan gotong-royong kemudian diakuisis sebagai jalan kabupaten, sehingga seolah tidak terdapat pengakuan atas peran dan kekayaan desa.
Sebagai simpulan, Bambang menyampaikan bahwa pembangunan jalan desa belum maksimal, dan cenderung menjadi beban desa dan masyarakatnya daripada sebagai solusi dalam hal konektivitas. Selain itu perlu mengembangkan berbagai praktik baik pembangunan jalan desa sebagai kerja kolaboratif pemerintah, desa, CSO, CSR dan masyarakat desa. Pembangunan jalan desa perlu disertai dengan pemberdayaan masyarakat dan memperkuat ekonomi masyarakat di pedesaan melalui perkuatan usaha desa, BUMDes dan PADES sehingga desa mampu mendanai pembangunan jalan desa.
Pada sesi berikutnya, Catur Sarjumiharta selaku Kepala Desa Pandowoharjo menyampaikan banyak hal terkait dengan bagaimanan mekanisme pembangunan jalan desa, tata kelola dana desa, dan bagaimana menyelesaikan potensi terjadinya konflik sosial yang terjadi. Catur menyampaikan bahwa kemampuan APB Desa untuk penanganan jalan desa sangat kurang dibandingkan dengan banyaknya aspirasi masyarakat dalam hal pengembangan jalan desa. Pembangunan jalan desa dilakukan dengan mekanisme padat karya namun budaya gotong royong perlu tetap dilestarikan. Inovasi yang dilakukan di Desa Pendowoharjo dalam penggunaan dana desa adalah dengan memberikan stimulan kepada masyarakat melalui pedukuhan untuk membangun jalan desa. Dengan budaya gotong royong yang sudah melekat di masyarakat, output yang dihasilkan justru melebihi dari angka stimulan yang diberikan. Selain itu Desa Pendowoharjo juga menjalin relasi yang kuat dengan akademisi, LSM, dan swasta dalam upaya mewujudkan pembanngunan jalan desa.
Webinar ini mendapatkan antusias yang baik dengan banyaknya peserta yang hadir baik dari kalangan pemerintah daerah, akademisi, pemerintah desa, maupun mahasiswa yang terlibat aktif dalam sesi diskusi dengan moderator Jan Prabowo Harmanto, S.Si, M.Sc dari Pustral UGM. (DAK-HLT)
bagus