Harmonisasi Kebijakan Pengelolaan Ekosistem di Sekitar Bandar Udara untuk Penanggulangan Satwa Liar
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pemerintah memiliki peran sebagai pembina penerbangan meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan penerbangan. Salah satu arah pembinaan pemerintah yaitu memenuhi perlindungan lingkungan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran yang diakibatkan dari kegiatan angkutan udara dan kebandarudaraan, dan pencegahan perubahan iklim, serta keselamatan dan keamanan penerbangan.
Salah satu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan yaitu keberadaan satwa liar (burung dan hewan lainnya) di dalam dan di sekitar bandar udara. Pergerakan burung secara tunggal atau kelompok di ruang udara di area bandara udara ataupun hewan ternak/liar lain yang masuk area bandar udara melewati batas perimeter sangat membahayakan pengoperasian pesawat udara. Dampak yang ditimbulkan yaitu meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan pesawat udara pada fase penerbangan lepas landas, initial climb, pendekatan dan pendaratan. Keberadaan hewan di area bandar udara juga meningkatkan potensi benturan pesawat dengan hewan ataupun hewan yang masuk ke dalam mesin pesawat udara.
Beberapa insiden pergerakan hewan liar yang berpotensi mengganggu keselamatan penerbangan di Indonesia antara lain insiden burung yang menabrak nose cone pesawat Boeing 737-800 milik Lion Air pada tanggal 10 Juni 2017 di Bandara Juanda Surabaya, burung menabrak pesawat Wings Air IW 1120 yang akan lepas landas pada tanggal 4 Maret 2018 di Bandara Sam Ratulangi Manado, anjing liar melintas di runway Bandara Juanda Surabaya pada tanggal 15 April 2007 dan mengganggu aktivitas penerbangan pesawat Lion Air JT 641 rute Mataram – Surabaya.
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan di dalam bandar udara merupakan tanggung jawab di bawah Kementerian Perhubungan. Prosedur penanggulangan hewan liar di dalam area bandar udara untuk menjaga Keselamatan dan Keamanan Penerbangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 83 Tahun 2017 tentang peraturan keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Civil Aviation Safety Regulation Part 139) tentang Bandar Udara (Aerodrome). Peraturan ini diperinci kembali dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara Nomor KP 262 Tahun 2017 tentang Standar Teknis dan Operasi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 Volume 1 Bandar Udara (Aerodrome).
Namun ekosistem hewan yang berpotensi membahayakan pengoperasian pesawat udara mayoritas berada di luar area bandara sehingga dalam penanggulangan hewan liar secara alami memerlukan pengelolaan ekosistem dan tata guna lahan di sekitar bandar udara yang tepat. Menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang/lahan disusun dalam bentuk peraturan zonasi yang berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang dengan salah satu pertimbangannya yaitu ketentuan pemanfaatan ruang terkait dengan keselamatan penerbangan. Peraturan zonasi ini ditetapkan oleh peraturan daerah Kabupaten/Kota yang merujuk pada Peraturan Pemerintah terkait arahan peraturan zonasi sistem nasional dan Peraturan Daerah Provinsi terkait arahan peraturan zonasi provinsi. Selain itu terdapat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang bertanggungjawab atas kebijakan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya di Indonesia.
Oleh karena itu pengendalian ekosistem ini memerlukan kerja sama dan koordinasi antara Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah, Kementerian Lingkungan Hidup dan stakeholder lainnya untuk menyusun kebijakan dan strategi yang tepat dalam menjaga ekosistem sumber daya alam di sekitar bandar udara dengan tetap mengutamakan keselamatan penerbangan. Selain itu, judul ini merupakan permintaan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melalui surat resmi kepada Puslitbang Transportasi Udara yang merupakan salah satu temuan ICAO terkait permasalahan penerbangan di Indonesia.
Memperhatikan aspek penting tersebut, Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM bekerjasama dengan Pusat Penelitian Transportasi Udara, Balitbang Kementerian Perhubungan menyelenggarakan webinar bertema Harmonisasi Kebijakan Pengelolaan Ekosistem di Sekitar Bandar Udara untuk Penanggulangan Satwa Liar. Webinar dilaksanakan Selasa Selasa, 23 November 2021 08.00 s/d 12.00 WIB melalui aplikasi zoom meeting.
Maksud Webinar adalah untuk mensosialisasikan hasil penelitian terkait pengelolaan ekosistem lingkungan di sekitar bandar udara dalam rangka memitigasi peningkatan/potensi gangguan satwa liar yang dikarenakan pengembangan tata guna lahan di sekitar bandar udara sehingga dimungkinkan menarik satwa liar menuju area bandar udara.
Tujuan webinar adalah untuk memberikan rekomendasi strategi pengelolaan ekosistem lingkungan di sekitar bandar udara dalam rangka mitigasi bahaya gangguan satwa liar terhadap keselamatan penerbangan akibat tata guna lahan disekitar kawasan bandar udara.
Sasaran peserta webinar adalah pemangku kebijakan bidang perhubungan udara yang terkait (regulator, operator bandara, maskapai transportasi udara, Pemda/Pelaksana Daerah), Sivitas Akademika (Dosen, Peneliti, Sarjana S-1/S-2/S3, dan Mahasiswa Diploma), LSM yang berbegerak di bidang Satwa Liar dan Masyarakat Umum (forum dan komunitas).
Pembicara pada webinar ini adalah Prof. Dr. lr Agus Taufik Mulyono, ST., MT., IPU., ASEAN-Eng (Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM/Tim Ahli Pustral UGM), Dr. rer. silv. Muhammad Ali Imron, S.Hut., M.Sc. (Dosen Departemen Kehutanan UGM), serta Doddy Aditya Iskandar, S.T., MCP, Ph.D (Dosen Departemen Teknik Arsitektur UGM). Webinar juga menghadirkan pembahas Moh. Haryono (Mewakili KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Dr. Ir. Budi Situmorang MURP (Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI), Widodo (Mewakili PT. Angkasa Pura I (Persero), Captain Rd. Achmad Sadikin (Direktur Safety Air Asia), dan Ir. R. Sony Sulaksono Wibowo, MT., M.Eng., PhD., IPM (Dosen Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB Bandung), dengan moderator Dian Agung Wicaksono, S.H., LL.M (Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM/Tim Ahli Pustral UGM).
Dalam sambutan pembukaan oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara Capt. Novyanto Widadi, dijelaskan bahwa keberadaan satwa liar di sekitar bandar udara merupakan hazard bagi penerbangan. Pergerakan burung secara tunggal atau kelompok di ruang udara di area bandara udara ataupun hewan ternak dan hewan liar yang masuk area bandar udara melewati batas perimeter sangat membahayakan pengoperasian pesawat udara. Sedangkan sambutan kedua dari Caretaker Pustral UGM Prof. Bambang Agus Kironoto menyampaikan bahwa salah satu hal yang perlu menjadi perhatian untuk mendapatkan kemanan dan keselamatan penerbangan adalah memastikan tidak ada satwa liar yang mengganggu penerbangan, khususnya saat lepas landas maupun mendarat.
Dalam pemaparan materinya, Tim Ahli Pustral UGM, Prof. Agus Taufik Mulyono menyampaikan bahwa kebijakan pengelolaan ekosistem bandara terbagi menjadi ekosistem di dalam bandara dan di luar bandara. Selanjutnya Dr. Ali Imron menyampaikan bahwa kondisi ekosistem di dalam dan di luar bandara memiliki potensi sebagai habitat satwa-satwa yang berpotensi menyebabkan bird strikes. Karakteristik satwa dan perilakunya yang ada di dalam dan sekitar bandara memiliki peran dalam kemunculannya di dalam bandara. Untuk itu, mitigasi Wildlife Hazard perlu dirancang untuk dilaksanakan dalam jangka dekat maupun jangka panjang, sehingga SDM baik di lingkungan bandara dan juga stakeholder perlu ditingkatkan kapasitasnya untuk mitigasi konflik. Selanjutnya, tataguna lahan dan tutupan lahan di sekitar bandara perlu dikelola bersama agar mengurangi resiko munculnya satwa di dalam bandara.
Doddy Aditya Iskandar, Ph.D, pemapar selanjutnya menyatakan bahwa terjadi disharmonisasi kebijakan antara kebijakan & regulasi internal (Bandara) dan eksternal (pemda); dalam penanggulangan bahaya satwa liar Bandara. Kebijakan penanggulangan bahaya satwa liar yang ada hanya bersifat mengatur tapi belum menggerakkan kerjasama penanggulangan. Dalam rencana tata ruang, belum dimasukkan aspek yang ada kaitannya dengan pengelolaan kegiatan bermukim yang memfasilitasi kehadiran satwa liar di sekitar dan/atau di dalam kawasan bandara.
Salah satu pembahas yang merupakan perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Moh. Haryono menyebutkan dalam mitigasi pembangunan bandar udara terhadap kehidupan satwa liar sekaligus meminimalkan gangguan risiko penerbangan dari gangguan satwa liar dapat dilakukan dengan clustering ruang berdasarkan sebaran habitat satwa liar. Pembahas lainnya, Widodo menambahkan, Angkasa Pura I telah menyusun perencanaan terhadap pengelolaan bahaya satwa liar baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk kegiatan jangka panjang, dengan membuat habitat yang tidak nyaman/tidak menarik bagi satwa liat untuk beraktifitas di Bandar Udara dan melakukan rekayasa ruang terbuka hijau (RTH) sebagai habitat penarik satwa dari bandara.