Diskusi Aksesibilitas Peribadatan
Dria Manunggal, sebuah lembaga kajian tentang difabilitas untuk transformasi sosial yang berkedudukan di Yogyakarta, bekerja sama dengan Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM serta Magister Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan diskusi dengan tema “Mendorong Standar Teknis Aksesibilitas sebagai Syarat Penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Ibadah” bertempat di kantor PUSTRAL UGM Jl. Kemuning Blok M3, Sekip, Yogyakarta pada hari Selasa (1/8). Diskusi ini mengakhiri rangkaian kegiatan Pameran Re-desain Tempat Ibadah yang Aksesibel untuk Semua yang telah dilaksanakan selama 4 (empat) hari sejak Sabtu (29/7) di tempat yang sama.
“Dalam hal aksesibilitas ini, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, telah memuat kewajiban negara untuk hadir dalam proses perwujudan rumah ibadah yang aksesibel bagi difabel. Namun, sampai saat ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Bahkan di berbagai instansi yang terkait masih terjadi ketidakpahaman maupun belum adanya sinergi dalam mewujudkan aksesibilitas ini. Standar aksesibilitas belum diletakkan sebagai salah satu syarat dalam penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadah”, demikian disampaikan oleh Setia Adi Purwanta, direktur eksekutif Dria Manunggal.
Diskusi yang dipandu oleh Ir. Suparwoko, MURP., Ph.D., ketua Program Studi Magister Arsitektur UII tersebut .menghadirkan 2 (dua) orang narasumber, yakni Agung Kurniawan, SIP., M.Si. dari Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Kulon Progo, dan Ustad HM. Jazir, ASP dari Masjid Jogokaryan. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan, di antaranya Pejabat dari instansi yang terkait aksesibilitas dan peribadatan, tokoh/pemuka lintas iman, akademisi, pemuda lintas iman, difabel lintas iman, organisasi difabel, dan media masa.
“Ada dua hal yang menjadi tujuan diskusi ini. Yang pertama, untuk menggugah komitmen pemerintah dan pihak terkait dalam pemenuhan hak aksesibilitas peribadatan bagi difabel, dan yang kedua adalah untuk mendapatkan gambaran tentang mekanisme penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadah terkait prasyarat standar aksesibilitas”, lebih lanjut disampaikan oleh Setia Adi Purwanta.
Kegiatan diskusi diakhiri dengan penandatanganan MoU oleh penyelenggara (Dria Manunggal, PUSTRAL UGM, dan Magister Arsitektur UII) dengan pihak Masjid Jogokaryan terkait tindak lanjut kegiatan untuk mendorong pemenuhan aksesibilitas peribadatan.