Urgensi Perlindungan Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan Jalan Tol
Pertimbangan pembangunan jalan tol selama ini masih difokuskan pada pertimbangan kemanfaatan distribusi barang dan orang, dan belum secara spesifik menyebutkan pertimbangan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang digunakan sebagai modal pembangunan jalan tol. Pembangunan jalan tol yang difokuskan untuk mendukung proses distribusi sebenarnya merupakan jaringan jalan yang mendukung suatu sistem transportasi. Kemanfaatan jalan tol merupakan pertimbangan utama dalam penetapan tujuan pembangunannya. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 menyebutkan (1):
“Kinerja pelayanan prasarana jalan yang didasarkan atas kecepatan yang mampu dicapai oleh kendaraan masih rendah. Menurunnya tingkat pelayanan prasarana jalan ditandai dengan terjadinya berbagai kemacetan yang menyebabkan kurang berfungsinya kota sebagai pusat pelayanan distribusi komoditi dan industri. Masih banyak jalan arteri primer yang melewati daerah padat yang biasanya merupakan pusat kemacetan, sementara ketersediaan jaringan jalan tol saat ini masih sangat terbatas, sehingga belum mampu memberikan pelayanan yang optimal dalam pola distribusi.”
Tujuan perencanaan pembangunan jalan tol dengan pertimbangan kemanfaatan distribusi barang dan orang telah disebutkan pada dokumen RPJMN tahun 2004-2009 dan berlangsung sampai saat ini sebagaimana dituangkan dalam dokumen RPJMN 2015-2019. Penambahan panjang pembangunan jalan tol yang telah direncanakan akan diwujudkan secara bertahap sampai tahun 2025 (2), sesuai dengan tahapan perencanaan dan penganggaran pembangunan pemerintah. Target pembangunan jalan tol dalam RPJMN tahun 2015 – 2019, pemerintah telah mencanangkan pembangunan jalan tol sepanjang 1000 km selama lima tahun ke depan (3) , sehingga percepatan proses pembangunan jalan tol akan mewarnai pembangunan infrastruktur di Indonesia pada kurun waktu tahun 2015-2019, dan 2020-2024. Pembangunan jalan tol tersebut seharusnya merupakan bagian dari pembangunan transportasi, karena dalam Sistem Tranportasi Nasional (Sistranas), salah satu tujuannya adalah mendukung pengembangan wilayah dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Perwujudan sarana dan prasarana transportasi antara lain adalah dengan membangun jaringan transportasi dalam bentuk jalan (4).
Cara berpikir antroposentris di mana manusia pusat segala-galanya dan alam harus tunduk pada keinginan manusia sebagai penyebab maraknya bencana ekologi di Pulau Jawa. Tingginya sebaran lahan kritis di Pulau Jawa diiringi dengan semakin menyusutnya luas hutan membawa dampak serius pada indeks kualitas hutan, udara, dan air yang pada gilirannya menjadi ancaman potensial/serius terhadap daya dukung ekosistem di Pulau Jawa. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menunjukkan, angka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) pada Jawa tahun 2016 berada pada angka 52,44 masuk pada kategori “sangat kurang” (5). Hasil kajian tentang IKLH Pada Tahun 2017 justru berbbanding terbalik dengan kondisi eksisting, menurut Kemen LHK peningkatan nilai IKLH Nasional terjadi karena kontribusi yang besar dari IKU. Persentase kenaikan IKU (Indeks Kualitas Udara) terhadap kenaikan IKLH adalah sebesar 221,1%, sedangkan persentase penurunan IKA (Indeks Kualitas Air) dan IKTL (Indeks Kualitas Tutupan Lahan) terhadap kenaikan nilai IKLH masing-masing sebesar 69,5% dan 51,6%. Beberapa media mainstreamjustru gencar memberitakan polusi udara yang semakin tinggi, Ibu Kota DKI Jakarta beberapa bulan terkahir berkabut karena polusi udara, yang disebabkan kendaraan bermotor yang melewati jalan tol maupun non tol.
Kondisi tersebut selaras dengan persepsi tentang kerusakan lingkungan akibat pembangunan jalan tol, sebagaimana pendapat Walhi Jawa Tengah yang menyatakan bahwa beberapa proyek jalan tol di Jawa Tengah mengalihfungsikan lahan-lahan hijau menjadi jalan, kondisi ini yang akan mempercepat kerusakan lingkungan (6).
Pembangunan infrastuktur jalan tol secara fisik merubah fungsi lahan dan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) pada area yang dilewati. Mengabaikan aspek lingkungan hidup dalam pembangunan jalan tol akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup dan kehidupan dalam jagka panjang. Tahapan yang dilakukan dalam pembangunan jalan tol, sejak disusunnya Pra FS, FS, Pra Konstruksi, Konstuksi dan Operasionalisasi belum menyentuh tentang aspek lingkungan hidup, sehingga dampak kerusakan dalam jangka panjang tidak diprediksikan dan diantisipasi dengan baik.
Memperhatikan isu penting tersebut, Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM berinisiatif untuk menyelenggarakan diskusi yang dikemas dalam seminar bulanan pada Hari Jumat, 16 Agustus 2019 pukul 13.30 WIB – selesai di Ruang Seminar Pustral UGM, Jalan Kemuning M-3 Sekip Sleman Yogyakarta. Seminar bulanan tersebut menghadirkan pembicara Dr. Nurhadi Susanto, dosen Magister Administrasi Publik (MAP) UGM. Seminar dihadiri oleh peminat kajian transportasi dan lingkungan baik dari pemerintah maupun akademisi.
Sumber:
(1) RPJMN tahun 2004-2009 Bagian IV.33-14 juga menyebutkan bahwa Lintas yang cukup padat adalah lintas Pantura Jawa yang mempunyai kecepatan rata-rata 55 km per jam. Berdasarkan hasil survey tahun 2003, V/C ratio di Jawa yang di atas 0,6 sudah mencapai 890 km terutama pantai utara Jawa (Banten, Jabar dan Jateng) dan jalur tengah (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Mempertimbangkan kondisi di atas, rencana pembangunan jalan tol dan pembanguan fly-over diharapkan mampu meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas di wilayah perkotaan.
(2) Tahapan pembangunan jalan tol secara nasional dijelaskan untuk setiap ruas yang akan dibangun, dimulai sejak tahun 2011 sampai 2025, lihat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,2011,Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Jakarta, Hlm. 193-207
(3) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2015, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, Jakarta, Buku I, Hlm.6-40
(4) Sakti Adji Adisasmita, 2011, Transportasi dan Pengembangan Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta, Hlm.56, dan juga lihat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (Sistranas)
(5) Sugeng Priyanto, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Jawa(P3EJ) menulis artikel tentangMencegah Bencana Ekologi di Jawa, dalam rangka menyambutRefleksi Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2017, dapat juga dilihat pada http:// p3ejawa. menlhk.go.id/article5-mencegah-bencana-ekologi-di-jawa.html, diakses pada 18 September 2017
(6) Sumber Tempo.co, Walhi: Proyek Tol di Jawa Tengah Rusak Lingkungan,https://nasional.tempo.co/read/263116/walhi-proyek-tol-di-jawa-tengah-rusak-lingkungan, di- akses pada 10 Januari 2018
(Dwi Ardianta Kurniawan)