TRANSJOGJA, Transportasi Istimewa Yogyakarta
Akhir-akhir ini sering kita membaca polemik tentang penyelenggaraan transjogja. Banyak pihak telah mengeluarkan pendapat mengenai transjogja dari sudut pandang masing-masing. Tetapi fokus atau muara dari pembahasan transjogja akhir-akhir ini mengerucut pada rencana perubahan pengelolaan transjogja yang selama ini di dilakukan oleh PT. Jogja Tugu Trans sebagai pihak ketiga kepada BLUD ataupun BUMD (PT. AMI). Pendapat ini didorong oleh beberapa pendapat yang menganggap bahwa penyelenggaraan transjogja tidak berhasil khususnya dilihat dari subsidi yang terus dikucurkan oleh pemerintah daerah kepada angkutan massal ini. Sehingga disimpulankan adanya permasalahan dalam pengelolaan (keuangan) transjogja. Pertanyaan yang muncul dibenak penulis adalah, apakah dengan perubahan pengelolaan ini kelak penyelenggaraan transjogja dapat berjalan dengan baik (berhasil)? Atau mereka yang sepakat dengan pendapat ini menganggap akar masalah dari transjogja adalah dari sisi pengelolaannya, bukan dari sisi yang lain.
Benarkah transjogja gagal dan menurut siapa?
Kalau pertanyaan “berhasilkah bus transjogja saat ini” diberikan kepada setiap orang baik pengguna, calon pengguna, wakil rakyat maupun dari pihak pemerintah (penanggung jawab penyediaan jasa) pasti akan mendapatkan jawaban yang berbeda beda, tetapi paling tidak, tidak semua jawaban mengarah pada kondisi bahwa transjogja tidak berhasil.
Dari sisi layanan transportasi, transjogja memang bisa dikatakan “tidak berhasil” hal ini dapat dilihat dari tidak dipenuhinya syarat-syarat sebuah transportasi massal yang harus mempunyai kelebihan sehinggga dapat diperbandingkan dengan kendaraan pribadi dan mampu menjadi pilihan cerdas dalam bertransportasi. Transjogja saat ini, tidak lebih cepat dari kendaraan pribadi, ikut terlibat dalam kemacetan bahkan menjadi penyebab kemacetan, tidak tepat waktu, kecepatan perjalanan lebih lambat dari kendaraan lain dan masih banyak lagi yang bersifat negatif. Jadi apa sebenarnya yang menjadi keunggulan dari transjogja, padahal tanpa adanya keunggulan tersebut sulit bagi masyarakat pengguna kendaraan pribadi berpindah menggunakan transjogja, kecuali bagi sebagian masyarakat yang mau menggunakan moda ini karena “kebetulan” wilayah tempat tinggalnya dan tujuan aktifitasnya dilewati oleh rute dari transjogja atau memang mereka tidak mempunyai alternatif pilihannya .
Dari sisi subsidi seperti dijelaskan di awal, wakil rakyat cukup “gerah” karena subsidi transjogja masih terus dikucurkan selama 4 tahun ini dan semakin menambah beban anggaran pemerintah daerah sehingga sangat wajar kalau bapak-ibu wakil rakyat mempertanyakan hal ini.
Di sisi lain, dari pihak penanggung jawab layanan, mereka sudah berusaha keras menyelenggarakan angkutan umum massal ini sehingga telah menjadi angkutan “pilihan” bagi sebagian masyrakat. Secara fisik perbaikan atau perubahan yang tejadi adalah dari angkutan umum yang didominasi oleh bus yang tidak laik jalan (usia tua) dan sistem kejar setoran telah menjadi layanan bus baru ber ac (peremajaan), halte tinggi yang “nyaman” dan menggunakan sistem layanan “buy the service”, dimana sopir tidak lagi dituntut untuk mengejar setoran yang dahulu imbasnya merugikan masyarakat (ugal-ugalan, kecelakaan, seenaknya sendiri menurunkan penumpang dan lain sebagainya). Jadi jika dilihat dari sisi ini benar kiranya bahwa pemerintah sebagai penanggung jawab akan layanan dasar angkutan umum masal telah melakukan tugasnya tinggal apakah masyarakat mau menggunakannya atau tidak.
Jadi Berhasilkah Transjogja?
Untuk menilai secara objektif apakah transjogja berhasil memang sudah seharusnya dikembalikan kepada tujuan awal dari penyelenggaraan transjogja ini, karena dengan membandingkan antara tujuan awal dan kondisi saat ini bisa diketahui apakah transjogja ini sudah berhasil atau belum. Tetapi permasalahan besarnya adalah sampai dengan saat ini penulis bahkan mungkin banyak masyarakat yang tidak paham ataupun tidak tahu tujuan awal dari penyelenggaraan transjogja ini. Mungkin karena kurang disosialisasikan atau karena seringnya berubah tujuan dari penyelenggaraan transjogja ini. Tapi yang terpenting, semoga bukan karena transjogja saat ini diselenggarakan tanpa mempunyai tujuan.
Jadi apabila tujuan dari transjogja adalah peremajaan atau perbaikan angkutan umum massal, maka bisa dianggap transjogja ini berhasil, karena telah mengubah fisik bis kota kita dari yang dulunya tua, kotor, jelek, tidak berwasan lingkungan menjadi bagus, ber ac dan nyaman.
Tapi apabila tujuan dari transjogja adalah menyelenggarakan transportasi massal yang sifatnya rapid atau cepat (BRT atau bus priority) maka transjogja tidak bisa dikatakan berhasil, karena selain lambat juga tidak ada sifat priority atau keberpihakan kepada transjogja ini. Sehingga wajar apabila transjogja tidak mampu menjadi salah satu pendukung perbaikan transportasi kota tetapi malah menjadi penyebab permasalahan transportasi di kota.
Sedangkan jika tujuan dari transjogja adalah menyelenggarakan angkutan umum massal yang profit atau paling tidak nilai subsidi berkurang secara signifikan maka transjogja ini juga dianggap tidak berhasil karena besarnya subsidinya masih dianggap membebani keuangan daerah.
Yang menarik, sebenarnya transjogja telah memberikan ciri khas bagi Propinsi/Kota Yogyakarta. Buktinya setiap kita bertemu dengan orang di luar Yogyakarta, mereka seringkali menanyakan keberadaan transjogja, ini artinya transjogja telah melekat dan menjadi ikon bagi propinsi DI Yogyakarta. Bahkan penyelenggaraan transjogja telah menjadi barometer ataupun percontohan dalam penyelenggaraan angkutan umum massal dibeberapa kota di Indonesia.
Jadi kalau dirangkum dari penjelasan di atas maka kita tidak bisa menjawab secara pasti apakah transjogja saat ini berhasil atau tidak, selama tidak disepakati tujuan awal dari penyelenggaraan transjogja.
Transjogja butuh prasayarat keberhasilan.
Akar permasalahan dari transjogja sebenarnya bukan pada apakah subsidinya naik atau turun. Tetapi lebih kepada keberpihakan pemerintah terhadap layanan transjogja ini. Selama transjogja tidak mendapatkan perlakuan khusus/istimewa (privilage) maka transjogja tidak akan mampu beroperasi secara optimal. Keberpihakan ini erat kaitannya dengan 2 hal:
Pertama bagaimana political decisions dari pemerintah daerah. Transjogja ini mau dijadikan apa? Apakah hanya sebagai alat angkut saja, atau transjogja identik dengan citra transportasi yang manusiawi dan mampu memberikan citra positif bagi Propinsi DI Yogyakarta. Beberapa kota di negara maju (asia dan eropa) telah memandang angkutan umum massal sebagai salah satu pembentuk kota yang humanis dan meningkatkan citra kota. Jika transjogja ditetapkan dengan fungsi ini, maka indikator keberhasilannya tidak lagi hanya pada masalah subsidi, karena sangat dimungkinkan layanan transjogja dapat diselenggarakan dengan full subsidi (penumpang gratis). Sehingga diharapkan dapat menjadi tulang punggung transportasi perkotaan dan mampu menarik pengguna yang lebih banyak sehingga dapat menghasilkan benefit yang sangat besar dari sektor lain misal: pariwisata, pendidikan, perekonomian yang ikut meningkat karena nilai jual kota yang ikut menaik. Secara ekonomi, benefit peningkatan di sektor-sektor lain ini sangat besar nilainya jika dibandingkan dengan biaya investasi dan operasional dari transjogja.
Yang kedua, bagaimana pemerintah memberikan prasayarat yang dibutuhkan agar transjogja ini dapat berjalan dengan baik. Membiarkan transjogja untuk berkompetisi langsung dengan kendaraan pribadi adalah langkah yang keliru. Transjogja harus diberi kekhususan dan atau kendaraan pribadi diberikan batasan yang sifatnya mempersulit dan mempermahal penggunaannya. Misalnya kebijakan parkir progresif yang sangat mahal di tengah kota bagi kendaraan pribadi, kebijakan kendaraan pribadi dibatasi waktunya atau dibebani tarif mahal untuk masuk ke pusat kota tapi bebas untuk transjogja, jalan satu arah untuk kendaraan pribadi tetapi untuk transjogja diperbolehkan dua arah, penegakan pembatasan kecepatan 30 km per jam di semua ruas jalan dalam kota bagi kendaraan pribadi sehingga kendaraan pribadi tidak lebih cepat dari transjogja adalah beberapa contoh dari bentuk keberpihakan tersebut.
Mari Selamatkan Transjogja
Transjogja saat ini telah mempunyai market yang cukup jelas, dan perjalanannya selama 4 tahun ini telah menghabiskan investasi yang tidak sedikit, walaupun diakui masih banyak “PR” yang harus dikerjakan menuju angkutan massal yang ideal. Jangan sampai citra baik transjogja yang telah melekat di Propinsi atau Kota Yogyakarta menjadi hilang karena penyelenggaraan transjogja yang gagal, sehingga transjogja nantinya akan diingat sebagai “bad practises” bagi transportasi di Indonesia.
Untuk itu mari kita selamatkan transjogja dengan menjadikan transjogja sebagai ikon TRANSPORTASI ISTIMEWANYA YOGYAKARTA. Pastikan transjogja mempunyai tujuan yang jelas dan disepakati bersama sehingga jelas pula ukuran keberhasilannya. Buat roadmap transjogja yang transparan dan jelas pentahapannya sehingga masyarakat tahu posisi dan akan dibawa kemana transjogja. Selain itu masyarakat juga dapat berpartisipasi aktif sebagai pengawas penyelenggaraan transjogja. Berikan keberpihakan pada transjoga sehingga transjogja mempunyai karakteristik atau ciri yang istimewa, kalau perlu beri lajur khusus sehingga mempunyai keunggulan yang masif dari kendaraan pribadi. Bangun infrastruktur jalan yang berorientasi pada angkutan umum massal, pejalan kaki dan pesepeda bukan hanya menambah kapasitas jalan untuk kendaraan pribadi.
Masyarakat juga dapat terlibat langsung dalam penyiapan prasyarat ini, misalnya bagaimana menyiapkan generasi kedepan dengan mengubah cara pandang anak-anak dan keluarga kita terhadap angkutan umum. Yang biasanya kita mengajarkan anak kita bertransportasi dengan urutan: berjalan, bersepeda, bersepeda motor sekarang kita ubah menjadi: berjalan, mengenal kota, bersepeda, dan menggunakan angkutan umum (transjogja).
Selanjutnya beri penjelasan kepada mereka terhadap resiko yang sangat besar menggunakan sepeda motor, yaitu resiko kecelakaan dan menjadi penyebab kecelakaan. Sayangilah anak kita dengan tidak mudah memberi ijin menggunakan sepeda motor dan sarankan menggunakan transjogja, dan yang terpenting adalah contoh terbaik dari diri kita sendiri untuk mulai menggunakan transjogja. (Lilik Wachid Budi Susilo)