Webinar Bedah Buku Angkutan Umum Perkotaan di Indonesia Karya Prof. Dr. Ing. Ahmad Munawar, M.Sc
Permasalahan utama pengembangan angkutan umum perkotaan di Indonesia justru terletak pada aspek sosial budaya masyarakat sebagai pengguna, selain aspek finansial penyediaannya. Hal ini dikemukakan oleh Prof. Dr. Ing. Ahmad Munawar, M.Sc dalam Webinar Bedah Buku yang ditulisnya ‘Pengembangan Angkutan Umum di Indonesia’. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kualitas angkutan umum harus ditingkatkan untuk menarik pengguna. Pengembangan angkutan umum harus memiliki visi jangka panjang, sehingga menghindari bongkar pasang kebijakan. Dalam buku tersebut, Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada sekaligus Peneliti Senior Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM tersebut menguraikan perencanaan transportasi umum, desain dan studi kasus di berbagai kota di Indonesia, serta pentingnya pengembangan teknologi berupa penggunaan ITS (Intellegent Transport System) pada angkutan umum. ITS sudah banyak direncanakan dan dipasang di berbagai kota, tetapi aspek keberlanjutannya kurang karena alasan keterbatasan pendanaan dan sumber daya manusia, seperti yang terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Sebelumnya, Prof. Dr. Agus Taufik Mulyono selaku Kepala Pustral saat membuka webinar menguraikan karakterisitik pengembangan wilayah di Indonesia berkembang sangat cepat, dari bidang agraris menjadi bidang jasa. Sebagai pusat kegiatan, kota menjadi wilayah yang sangat berkembang sekaligus memunculkan berbagai permasalahan. Masalah-masalah transportasi perkotaan seperti kemacetan tidak hanya berdampak pada ekonomi tetapi juga lingkungan. Pustral UGM berkomitmen untuk ikut berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya dengan penerbitan buku Pengembangan Angkutan Umum di Indonesia. Buku ini bukan hanya berisi teori, tetapi juga pembahasan tentang bagaimana cara menghadapi permasalahan-permasalahan terkait transportasi perkotaan di Indonesia.
Ahmad Yani, M.T, Direktur Angkutan Darat, Kementerian Perhubungan, salah satu pembahas dalam webinar tersebut menyampaikan bahwa Kementerian Perhubungan terus mengembangkan angkutan umum di Indonesia. Kemenhub sedang membuat kebijakan tentang ITS, yang cara operasi dan kolaborasinya sedang dibahas bekerjasama dengan Kemenkumham. Kebijakan di tiap daerah sangat penting dalam pengembangan angkutan umum di daerah. Perubahan kepemimpinan yang berimplikasi pada perubahan kebijakan merupakan salah satu faktor yang harus diubah. Kerjasama pemerintah pusat dan daerah juga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Beberapa perbaikan program sudah dijalankan untuk meningkatkan efektivitas program, misalnya pola bagi-bagi bus menjadi by the service dengan sistem yang full digitalisasi. Saat ini pola tersebut sudah beroperasi di Palembang dan pada bulan Juli akan dilaunching di Surakarta. Peningkatan teknologi juga dilakukan dengan mengintegrasikan sistem GPS di seluruh Indonesia dengan cara penentuan spesifikasi agar dapat masuk ke integrator GPS agar pengawasan menjadi lebih mudah dan akurat. Selain itu, juga disusun kebijakan untuk mewajibkan semua angkutan antarkota masuk ke sistem e-ticketing, sehingga tiap orang yang melakukan perjalanan akan otomatis masuk ke sistem travel device. Integrasi sistem pembayaran juga penting untuk dilakukan. Kota yang disiapkan untuk program by the service juga dibantu untuk sistem ‘first-mile last-mile’ agar meningkatkan penggunaan transportasi non-motorized, seperti sepeda atau pejalan kaki. Orientasi Kementerian Perhubungan adalah bagaimana melayani masyarakat dengan standar yang baik.
Harya S Dillon Ph.D, pembahas lainnya menyempaikan bahwa benang merah pengembangan angkutan umum adalah bagaimana mereformasi sistem agar lebih baik dengan sistem contract by the service. Memang variable non-teknis di daerah beragam, termasuk perlu keberpihakan dari pemerintah daerah dan DPRD. Untuk itu, solusi harus lebih komprehensif agar penyelesaian masalah lama tidak menimbulkan permasalahan baru. Subsidi BBM menjadi salah satu faktor mengapa pengguna angkutan umum menurun tiap tahun, karena orang yang cenderung sudah mampu akan memilih membeli kendaraan pribadi, ditambah dengan pelayanan angkutan umum yang buruk. Meskipun demikian, menurut pria yang juga Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu, subsidi bukan sesuatu yang buruk, namun sasarannya harus tepat. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah pada pentarifan/pricing. Tarif adalah salah satu keputusan politik sebagai kunci yang perlu diperdalam agar angkutan umum bisa lebih terjangkau ke seluruh lapisan masyarakat. Hal ini memperlihatkan keberpihakan kepala daerah dan DPRD dalam pengembangan angkutan umum. Apabila kebijakan transportasi umum berhasil, pasti akan didukung masyarakat, tandasnya.
Terakhir, Dr. M. Isran Ramli, pengajar pada Universitas Hasanuddin menyampaikan dalam bahasannya bahwa perencanaan angkutan umum harus mengklasifikasi jenis atau skala kota di Indonesia. Menjadikan Jakarta sebagai model menjadi distorsi tersendiri bagi kota-kota lain di Indonesia yang ingin mencontoh transportasi umum Jakarta. Contohnya adalah konsep BRT di Makassar yang perencanaannya ternyata kurang realistis. Dalam konteks pengembangan angkutan umum, perlu konsepsi rencana berbasis teori yang mapan dan berbasis karakteristik wilayah kota sendiri. Contoh implementatif yang ada di buku lebih menitikberatkan pada penerapan di kota di luar pulau Jawa, sehingga dapat diadaptasi untuk diterapkan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing. Kebijakan top-down pengimplementasian angkutan umum adalah kebijakan yang dipaksakan. Berdasarkan pengalaman 10 tahun terakhir, ketika konsepsi BRT terkesan dipaksakan untuk diimplementasikan di kota lain di Indonesia, hampir sebagian besar implementasinya tidak dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilihat misalnya pada keberadaan BRT di Makassar yang tidak mampu mendapatkan demand di atas 10%. Dengan demand kecil, sistem apapun yang digunakan tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini menunjukkan perencanaan yang tidak didasari konsepsi yang matang sesuai karakteristik wilayah dapat mengakibatkan angkutan umum tidak dapat beroperasi dengan maksimal dan menjadi beban subsidi.
Dalam diskusi yang dipandu oleh Dr. M. Zudhy Irawan, Pengajar pada Departemen Teknik Sipil UGM, Prof Munawar menguraikan bahwa untuk menjadikan angkutan umum atraktif dapat menggunakan sistem integrasi dan penunjukan waktu yang akurat. Seperti di Belanda, apabila akan pergi menuju suatu tempat, maka akan muncul kategori waktu berapa lama perjalanan dan moda apa yang harus digunakan. Peningkatan sistem ITS dan kemungkinan ITS untuk kerjasama dengan angkutan online menjadi salah satu peluang untuk dilakukan. Selain itu, dapat digunakan integrasi sistem pembayaran, misalnya kartu pelajar dapat digunakan untuk membayar angkutan umum, serta kartu-kartu khusus dengan harga menarik.
Dampak angkutan online sebagai angkutan yang lebih banyak digunakan untuk first last mile connection terhadap angkutan umum juga dibahas dalam diskusi. Angkutan online dan angkutan umum tidak berkompetisi karena angkutan online dipakai pada first and last mile. Hal ini karena interkoneksi sistem transportasinya tidak baik atau budaya kita yang belum terbiasa untuk berjalan kaki atau naik sepeda. Sekarang arah kebijakan transportasi sudah mendukung sustainablity dengan memanusiakan pejalan kaki. Solusi untuk menjadikan angkutan umum atraktif salah satunya adalah dengan tarif. Membuat zona tarif parkir untuk kendaraan pribadi menjadi lebih tinggi dapat membuat pengguna punya pilihan terkait moda transportasinya.
Selanjutnya, menjawab pertanyaan peserta, Prof Munawar menyampaikan terkait transport demand management (TDM) bahwa di Indonesia kebijakan seperti pembatasan pembelian kendaraan sulit untuk diimplementasikan. Travel time harus diperhatikan, apabila angkutan umum sudah banyak, dapat menggunakan ITS untuk mengindikasikan waktu. Integrasi moda juga menjadi penting agar perpindahan tidak terhambat. Komitmen dari pemerintah pusat untuk mendukung subsidi, merupakan angin segar untuk maka mendukung operasional angkutan umum.
Dillon selanjutnya menguraikan pendekatan push and pull, menjawab pertanyaan mengenai untuk langkah konkrit yang dapat diambil untuk menangkap pengguna transportasi umum yang benar-benar tidak punya pilihan,. Pull-nya adalah membuat transportasi Jakarta menjadi lebih baik, kualitas bus ditingkatkan. Statemen negara penting, bukan hanya statement mengurangi kemacetan tetapi juga statement untuk meningkatkan layanan pengguna transportasi umum. Kondisi yang ada menunjukkan terjadi pergeseran prioritas pada angkatan kerja baru di Jakarta. Pada duapuluh tahun yang lalu, prioritas utama gaji untuk menyicil motor, namun sekarang orang cenderung mencari tempat tinggal yang dekat dengan akses angkutan umum.
Terkait perencanaan angkutan umum berbasis aktivitas perjalanan pengguna, Prof Munawar menyampaikan bahwa aktivitas pengguna tidak hanya rumah-kantor atau rumah-sekolah, namun lebih bervariasi, seperti untuk belanja atau makan di restoran. Activity based model paling tepat diakomodasi dengan kartu langganan yang dapat digunakan berkali-kali, karena dalam sehari orang dapat berpindah kemana-mana. Dillon selanjutnya menguraikan pola perjalanan merupakan sesuatu yang kompleks. Dengan alat yang semakin baik dan bantuan IT, dapat ditemukan cara untuk merencanakan dengan basis aktivitas walaupun tetap ada constraint seperti privasi pengguna. Secara teknologi sudah memungkinkan untuk melacak pola pergerakan orang sedetail mungkin. Pertimbangannya pada cost dan benefit yang diperoleh, terkait juga dengan keamanan privasi pribadi. Kebijakan yang dapat diambil apabila ingin mengurangi kemacetan harus membuat angkutan umum lebih baik, akses pejalan kaki nyaman, dan akses kendaraan pribadi dipersulit. Aktivitas pada peak hour dan off peak hour juga perlu diperhatikan karena memegang faktor penting. Saat ini dengan metode work from home, persepsi tentang peak hour dapat berubah. Isran menambahkan bahwa perkembangan perangkat lunak perencanaan angkutan umum di Indonesia sudah ada, tetapi masih pada tahap sosialisasi. Banyak peneliti di Indonesia yang dapat mendorong arah perencanaan agar lebih mikro dan detail.